Amar Ma’ruf Nahi Munkar

0
1680

 

Lama belajar tentang maqāṣid al-sharī‘ah, apa yang terbetik tentangnya adalah bahwa maqāṣid itu menjaga yang lima; agama, kehidupan, akal, keturunan, dan harta. Sebab tidak secara eksplisit tertulis dalam al-Qur’an, para sarjana mengajukan istiqrā’ untuk mengetahui maqāṣid tersebut – sebagaimana diuraikan dalam artikel sebelumnya.

Abdullah Darrāz benar, bahwa al-Qur’an itu seperti berlian. Ia berkilau dari sudut manapun kita memandangnya. Kilauan yang kita temukan hari ini sering berbeda dengan yang kita jumpai di lain hari. Semakin sering berinteraksi dengan al-Qur’an, semakin besar potensi kita untuk menemukan kilauan baru.

Dalam persinggungan Penulis dengan maqāṣid di atas, kilauan tersebut adalah bahwa maqāṣid dalam al-Qur’an itu ternyata cukup simpel dan jelas. Betapa sering kita menemukan perintah-Nya untuk amar ma’ruf dan nahi munkar (wa’mur bi al-ma‘rūf wanha ‘an al-munkar) (Luqman 17).

Amar ma’ruf adalah perintah untuk berbuat yang ma’rūf. Perkataan ma’rūf sendiri, yang terambil dari kata ‘arafa ya’rifu, berarti sesuatu yang diketahui. Artinya, tutur Quraish Shihab,[1] kebenarannya secara umum diakui dan biasa dilakukan oleh masyarakat. Tidak mengherankan jika dari akar kata yang sama ini lahir istilah ‘urf (kebiasaan masyarakat) yang juga menjadi salah satu sumber hukum Islam.[2] Sama halnya ism al-ma‘rifah yang berarti kata benda yang merujuk kepada sesuatu yang spesifik. Pendeknya, ma’rūf adalah sesuatu yang baik dan mewujud nyata.

Sementara nahi munkar adalah larangan untuk berbuat yang munkar. Kata yang berasal dari kata nakira yankaru ini berarti sesuatu yang masih belum atau tidak jelas (majhūl). Artinya, kebenarannya belum atau tidak terverifikasi dalam akal, kesadaran, dan perilaku publik. Ism al-nakirah berarti adalah kata benda yang merujuk pada sesuatu yang masih umum, belum spesifik. Singkatnya, munkar adalah sesuatu yang buruk. Ia memang ada tapi untuk dibuang jauh.

Dalam diskursus maqāṣid, ‘Izz al-Dīn Ibn ‘Abd al-Salām menuturkan bahwa tema utamanya adalah jalb al-maṣāliḥ wa dar’u al-mafāsid, yaitu mengambil kebaikan dan menolak keburukan.[3] Lima penjagaan (al-uṣūl al-khamsah) yang disebutkan di awal tulisan ini sesungguhnya adalah penjabaran kuantitatif dari tema besar ini. Penulis belum menemukan penjelasan yang lebih memadai terhadap tema ini di sepanjang ayat dan surat dalam al-Quran kecuali bahwa ia berkoresponden dengan redaksi amar ma’ruf nahi munkar. Jalb al-maṣāliḥ adalah amar ma‘rūf; dar’u al-mafāsid adalah nahi munkar. Itulah maqāṣid. Wallāhu A‘lam.

[1] Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 2 (Jakarta: Lentera Hati, 2005), 174–76.

[2] Muḥammad Sa‘d ibn Aḥmad ibn Mas‘ūd al-Yūbī, Maqāṣid al-Sharī‘ah al-Islāmiyyah wa ‘Alāqatuhā bi al-Adillah al-Shar‘iyyah (Riyadh: Dar al-Hijrah, 1998), 604–5.

[3] ‘Izz al-Dīn Abd al-Azīz Ibn ‘Abd al-Salām al-Sulamī, Qawā‘id al-Aḥkām Fī Maṣāliḥ al-Anām, vol. 1 (Damascus: Dār al-Qalam, 2000), 14.

Artikel yang sama sudah diterbitkan oleh Ahsin Forum for Maqasid Studies.

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here