Oleh: Dr. Ng. TIRTO ADI MP, M.Pd
Diantara sekian WAG (WhatsApp Group) nasional tentang kepenulisan, yang sangat aktif dan produktif, yang saya ikuti adalah WAG SPK (Sahabat Pena Kita). Dikatakan sangat aktif, karena setiap bulan harus menyetorkan tulisan minimal dua, yakni setoran wajib dan sunah. Setoran wajib, tema ditentukan oleh pengurus. Setoran sunah, tema terserah pribadi masing-masing anggota. Dikatakan setoran wajib, karena siapapun persona-nya, apakah pengurus apalagi anggota, jika selama tiga bulan atau tiga kali berturut-turut tidak menyerahkan setoran wajib, tidak pandang Profesor (Guru Besar) ataupun Doktor, status kepengurusan atau keanggotaan dipastikan akan di-remove atau get out alias keluar dari WAG SPK.
Dikatakan produktif, karena dari setoran wajib setiap bulan itu, naskah tulisan kemudian diedit, lalu diterbitkan sebagai buku karya antologi bersama SPK. Setiap enam bulan sekali dilakukan Kopdar (kopi darat, sebutan populer dari pertemuan bersama) untuk melakukan evaluasi aktifitas enam bulan yang telah berjalan dan memantapkan kegiatan enam bulan ke depan yang akan dilakukan. Pada even Kopdar itulah biasanya dipakai ajang untuk launching penerbitan buku baik karya antologi bersama maupun karya solo para peserta. Selain itu, pada even Kopdar, juga dirancang kegiatan seminar nasional dengan menghadirkan narasumber kompeten di bidangnya, terutama bidang literasi.
Kopdar di Unisma (Universitas Islam Malang), kampus PT (Perguruan Tinggi) NU terbesar di Indonesia pada 25-26 Januari 2020 kemarin adalah Kopdar SPK yang ke-4. Kopdar ke-1 SPK di Universitas Aisyiyaah (Unisa) Yogyakarta pada Sabtu, 28 Juli 2018. Kopdar ke-2 SPK di IAIN Tulungagung, pada Ahad, 27 Januari 2019 dengan me-launchingbuku antologi “Belajar Kehidupan dari Sosok Manusia Inspiratif”. Kopdar ke-3 SPK di Unnes (Universitas Negeri Semarang) pada 27-28 Juli 2019 dengan me-launching buku antologi “Literasi di Era Disrupsi”. Berbeda dengan Kopdar sebelumnya, Kopdar SPK ke-4 pada 25-26 Januari 2020 di Unisma kemarin mampu me-launching tiga buku antologi sekaligus, yakni: “Moderasi Beragama, Perubahan Orientasi Keberagamaan Umat Islam di Indonesia”, “Guru Pembelajar Bukan Guru Biasa”, dan buku antologi “Sejuta Alasan Mencintai Indonesia”.
Hal menarik dalam Kopdar SPK ke-4 di Unisma kemarin adalah hadirnya tiga Guru Besar (Profesor) sebagai narasumber, yang semuanya adalah jawara di bidang literasi. Pertama, Prof. Dr. Imam Suprayogo (Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang 2003-2013) adalah teladan literasi yang begitu filantropis. Bagaimana tidak, beliau adalah satu-satunya mahaguru di Indonesia yang telah memperoleh anugerah Rekor Muri sebanyak dua kali karena ke-istiqomah-annya menulis setiap hari tanpa jedah untuk kategori 1 tahun dan 3 tahun. Tidak berhenti sampai di situ, Prof. Imam juga melanjutkan tradisi setiap hari menulis tanpa jedah itu hingga kini, sudah lebih dari sembilan tahun beliau jalani. Luar biasa! Sudah lebih dari 4.600 judul artikel telah dihasilkan. Dan dari ribuan judul artikel itu tidak kurang dari 14 judul buku telah diterbitkan penerbit mayor atas ketekunan “anak asuh” atau “peserta didik”-nya yang rajin mengumpulkan dan meracik berdasar tema-tema tertentu. Hebatnya lagi, hak finansial (royalty) dari penerbitan buku itu semuanya diberikan kepada “anak asuh” atau “peserta didik” yang mengumpulkan tulisan tadi, yang katanya sangat membutuhkan royalty itu. Prof. Imam juga bercerita, bisa keliling dunia, negara-negara di Amerika, Eropa dan benua lain berkat tulisannya yang di-publish di media sosial (Facebook) itu.
Kedua, Prof. Junaidi Mistar, Ph.D, Wakil Rektor I Unisma Bidang Akademik yang begitu gigih berjuang dalam merengkuh kesuksesan. Berawal dari ketidakbisaannya berbahasa Inggris (nol pothol, dalam bahasa Prof. Jun) sampai kenekatannya kuliah mengambil jurusan Bahasa Inggris. Waktu kuliah, ngotot mau pindah jurusan karena “salah pilih” bahkan nyaris “drop out”. Tetapi berkat kejelian Prof. Nuril Huda sebagai penasehat akademik, akhirnya dia tetap sebagai mahasiswa yang tekun kuliah Bahasa Inggris. Hebatnya, saat lulus S2, dia dinyatakan sebagai wisudawan terbaik oleh sang Rektor Universitas Negeri Malang, Prof. Nuril Huda, yang tidak lain adalah penasehat akademiknya dulu sewaktu kuliah. Kesuksesannya kian lengkap setelah berhasil meraih Ph.D dari Monash University, Australia. Karir Prof. Jun, begitu moncer karena ketekunannya menulis, terutama di jurnal-jurnal internasional.
Ketiga, Prof. Dr. Muhammad Chirzin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta adalah anggota Tim Penulis Tafsir Tematik dan Revisi Al-Quran dan Terjemahnya, Kemenag RI. Sebagai penasehat SPK, mahaguru ini juga rajin menulis setoran wajib dan sunah, sebagaimana anggota lain yang sudah menjadi kesepakatan. Guru Besar yang menulis lebih dari 50 judul buku ini, sekarang lagi menekuni tulisan meme, sebagai artikulasi daya kritisnya dalam menyikapi fenomena sosial, politik, ekonomi dan budaya masyarakatnya yang sedang berkembang.
Yang menggembirakan juga, selain bisa bersemuka dengan tiga mahaguru literasi di atas, saya juga bisa menyampaikan buku terbaru dengan judul “Sense of Culture” (Spektrum Pemikiran dalam Pemajuan Kebudayaan)sebagai kumpulan karya tulis terpublikasi saya di media cetak yang terkumpul dalam rentang waktu sekitar tiga dasawarsa terakhir. Semoga pertemuan itu bisa menjadi inspirasi dan daya ungkit lebih produktif lagi dalam berkarya dan menggelorakan GBL (Gerakan Budaya Literasi) di negeri ini. Bukankah begitu?!
*) Dosen Unusida (Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo), Penulis & Trainer KTI, Manajemen Sekolah, dan Pembelajaran Inovatif, The Founder’s “Model Sekolah Literasi Indonesia” Yayasan Tamaddun Afkar,
Sidoarjo-Jawa Timur