Setiap penulis memiliki maksud dan tujuan yang berbeda-beda. Setiap penulis memiliki visi misi ke depan yang berbeda-beda. Alasan setiap penulis menulis pun juga bisa berbeda-beda. Tetapi dari semua perbedaan itu, ada satu hal yang sama yang setiap penulis pasti memilikinya, yaitu semangat berbagi.

Semangat berbagi melalui tulisan inilah yang dimiliki oleh semua penulis. Maka semangat berbagi ini harus dimanfaatkan dengan maksimal. Semangat berbagi ini harus dikelola dengan baik sehingga menghasilkan energi luar biasa dalam menggerakkan semangat berliterasi di kalangan penulis.

Memang tidak menutup kemungkinan bahwa mungkin ada penulis yang hanya menulis untuk kepentingan pribadinya. Tetapi ketika ia ingin memperoleh penghargaan dari orang lain, atau mungkin sekadar ingin mendapatkan keuntungan dari aktivitas menulisnya, maka mau tidak mau ia harus menyebarluaskan tulisannya. Dengan demikian, jika seorang penulis ingin ada orang lain yang membaca tulisannya, maka ia harus membagikan tulisannya ke orang lain melalui berbagai media. Nah, bagaimana dampaknya jika semangat berbagi karya ini dilakukan sesama penulis atau bahkan ke orang lain?

Belum lama ini saya melakukan barter buku karya sendiri dengan seorang penulis berbakat dan pegiat literasi di Kalimantan Barat. Beliau adalah seorang dosen di IKIP PGRI Pontianak yang juga seorang pekerja kata-kata, yang masuk ranah ekonomi kreatif sebagai penulis dan penerbit. Beliau bercita-cita ingin menjadikan suku bangsanya (Dayak) dikenal secara benar melalui tulisan-tulisan ilmiah dan publikasi tepercaya. Sebuah cita-cita yang sungguh mulia. Penulis yang saya maksud ini adalah bapak Pitalis Mawardi.

Awal mula saya mengenal beliau adalah secara tidak disengaja. Perkenalan saya dengan beliau terjadi ketika kami sama-sama sedang mengikuti proses sertifikasi penulis buku non-fiksi yang diselenggarakan secara daring oleh LSP PEP. Di sela-sela acara sertifikasi tersebut kami saling mengetahui biografi masing-masing yang akhirnya berlanjut ke pertemanan di media sosial Facebook.

Di salah satu postingan saya yang berisi tentang buku baru saya yang baru saja terbit, pak Pitalis menanggapi isi postingan saya dan di kolom komentar beliau tertarik dengan buku saya dan ingin memesannya. Maka komunikasi selanjutnya kami lanjutkan secara pribadi.

Tidak berapa lama saya pun mengirimkan buku yang dipesan pak Pitalis ke alamat yang beliau tuliskan. Buku yang saya kirimkan berjudul “Membangun Institusi Pendidikan yang Unggul dan Berdaya Saing Tinggi”. Setelah beberapa hari berlalu, beliau mengabari kalau buku kiriman saya sudah sampai. Setelah membaca pesan beliau tersebut, saya pun melanjutkan menyampaikan maksud dan gagasan saya sejak awal ketika mau mengirimkan buku ke beliau.

Saat pak Pitalis menanyakan biaya buku, saya menjawab bagaimana jika kita barteran buku saja pak? Bapak tidak perlu membayar biaya buku saya tetapi bapak bisa menggantinya dengan mengirimkan buku karya bapak. Alhamdulillah pak Pitalis menyetujui maksud saya dan tidak berapa lama gantian mengirimkan buku karyanya ke alamat saya. Beliau mengirimkan buku karyanya yang berjudul “Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat Naik Dango sebagai Civic Culture Dayak Kanayatn”.

Saya bukannya tidak membutuhkan uang, tapi harga buku tersebut hanya beberapa puluh ribu rupiah saja. Jika saya menerima uang biaya buku tersebut dari pak Pitalis, mungkin uang tersebut segera habis. Tetapi ketika saya menerima buku karya pak Pitalis, maka buku tersebut akan ada di rak buku saya selamanya dan saya mendapat ilmu baru dari penulisnya ketika membaca bukunya. Saya rasa, mendapatkan ilmu baru langsung dari penulisnya melalui buku jauh lebih berharga dibandingkan uang senilai puluhan ribu rupiah. Oleh karena itu, saya lebih tertarik untuk bertransaksi dengan beliau dengan cara barter buku.

Menurut pemikiran saya, menulis buku itu bukan hanya tentang uang semata, tetapi ada yang lebih penting dari itu. Selain uang, hal lain yang sangat penting bagi penulis adalah apresiasi, penghargaan, dan support dari orang lain, terutama sesama penulis. Maka berbagi buku karya sendiri ke sesama penulis akan dapat menjadi sarana untuk mengenalkan dan mempromosikan buku.

Barter buku sesama penulis bisa menjadi sarana untuk saling mengapresiasi dan mensupport sesama penulis. Jika aktivitas berbagi buku ini bisa menjadi sebuah tradisi baru di antara penulis, maka saya yakin akan membuahkan energi yang luar biasa bagi upaya memajukan budaya literasi. Sesama penulis akan terjalin ikatan silaturahmi yang erat yang diwarnai dengan semangat berbagi, saling mengapresiasi dan mendukung.

Gagasan saya untuk berbagi buku ke sesama penulis buku ini bukan untuk dimaknai bahwa penulis buku tidak perlu menjual bukunya sendiri. Saya sendiri suka membeli buku-buku karya teman penulis untuk mengapresiasi dan mensupportnya. Tetapi maksud saya adalah alangkah baiknya jika setiap penulis menerbitkan buku barunya, selain untuk dijual, ia juga menyisihkan beberapa eksemplar untuk dibagikan ke teman penulis lain.

Selain untuk promosi buku baru, berbagi buku ke sesama penulis akan dapat memperkuat ikatan silaturahmi di antara penulis. Penulis yang mendapatkan kiriman buku dari penulis lain juga diharapkan membalasnya dengan mengirimkan buku karyanya. Melalui tradisi berbagi buku ini akan memotivasi setiap penulis untuk terus menulis dan menghasilkan karya-karya baru. Seseorang yang mendapat kiriman buku baru dari temannya mungkin akan bangkit semangatnya untuk menulis buku juga dan dikirimkan balik ke temannya tersebut. []

Gumpang Baru, 20 Juli 2020

______________________________

*) Penulis adalah staff Pengajar di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Penulis buku tersertifikasi BNSP yang telah menerbitkan lebih dari 25 judul buku, Juara 1 Nasional lomba penulisan buku, dan Reviewer Jurnal Ilmiah Terakreditasi SINTA 2.

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here