Berdakwah Dimulai dari Keluarga

0
2508

Oleh: M Arfan Mu’ammar

 “Ya Ayyuhalladzina Amanu, Quu Anfusakum wa Ahliikum Naara” Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari Api neraka (QS. At-Tahrim: 6)

Setelah Allah memerintahkan untuk menyelamatkan diri dari api neraka, maka perintah selanjutnya adalah perintah menyelamatkan keluarga dari api neraka. Diri, keluarga, baru orang lain. Memberi peringatan kepada keluarga jauh lebih penting dan lebih diutamakan dibanding memberi peringatan di luar keluarga. Artinya perbaikilah dirimu dan keluargamu sebelum kamu memperbaiki orang lain.

Demikian juga apa yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW. Perintah dakwah yang pertama adalah dakwah “Sirriyyah” (sembunyi-sembunyi). Siapa yang dituju? yaitu keluarga dan saudara terdekat. “Wa Andzir ‘Ashirotakal Muqorrabiin” Dan berilah peringatan kepada saudara-saudara dekatmu (QS. Asy Syu’ara: 214). Sebelum mereka berdakwah secara terang-terangan (Jahriyyah) kepada orang musyrikin Arab.

Ketika nabi menyeru di atas bukit Shafa, di antara orang-orang yang diseru adalah Fatimah putri kandung beliau. “Ya Fatimah binti Muhammad Rasulullah, Saliini Ma Syikta min Maali, Anqidzi Nafsaki Minannaar, Fainnii La Amliku Laki Dhorron Wala Naf’an, Wala Ughnia ‘Anki Minallahi Syaia”. (Wahai Fatimah binti Muhammad, mintalah dari aku harta semaumu, lindungilah dirimu dari api neraka, aku tidak bisa menimpakan mudharat atau manfaat bagimu di hadapan Allah. Keberadaanku tidak bisa menolongmu dari siksa Allah sedikitpun).

Ini menunjukkan bahwa, walaupun Fatimah adalah putri kandung beliau, nabi Muhammad tidak bisa menolongnya dari siksa Allah sedikitpun, jika Fatimah tidak beriman kepada Allah. Lantas bagaimana dengan orang-orang yang mengaku nasabnya nyambung sampai ke nabi Muhammad, mereka ingin dihormati karena keturunan nabi, mereka merasa lebih tinggi derajatnya dibanding orang lain yang bukan keturunan nabi, bahkan sebagian dari mereka merasa pasti akan masuk surga karena lahir dari keturunan nabi.

Saya jadi teringat pepatah arab “Laysal fataa man yaqulu kaana abi, walakinnal fata man yaqulu haa anadza” (seorang lelaki sejati bukanlah yang mengatakan ‘bapak saya’, tetapi lelaki sejati adalah yang mengatakan ‘inilah saya’).

Bukan persoalan kita keturunan siapa, anak pejabat, anak kiai atau bahkan anak presiden sekalipun. Kalau bersalah atau berbuat maksiat tetap akan mendapat dosa dan adzab dari Allah. Berdakwa dari keluarga adalah sebuah keharusan. Jangan sampai kita mengingatkan orang lain bahwa anak harus diberi pendidikan dengan baik oleh ibunya sendiri, bukan oleh pembantu, tapi nyatanya dia sendiri mempekerjakan pembantu untuk mengurus anaknya. Atau berdakwah dan mengingatkan kepada jama’ah ibu-ibu bahwa ghibah atau menggunjing adalah hal yang buruk. Tapi, dia tidak sadar bahwa istrinya sendiri masih suka ghibah sedang dia tidak menegurnya.

Kenapa Allah meminta memperbaiki keluarga terlebih dahulu sebelum memperbaiki orang lain? Karena Allah pernah berfirman: “Kaburo Maktan ‘Indallahi Antaquulu Maala Taf’aluun” Sebuah dosa besar, kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan (QS. Ash Shaaf: 3). Bercerminlah sebelum berbicara.

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here