Oleh: Haidar Musyafa
Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc, M.Ag. Buya Yun, demikian saya biasa memanggil intelektual Muhammadiyah asal Sumatera Barat ini. Saya mengenal secara pribadi sekira tahun 2012, tapi mulai menjalin komunikasi lebih intensif sejak akhir 2014. Sejak itu, Buya Yun adalah salah satu di antara guru-guru kami yang “sering” kami mintai saran terkait dengan banyak hal. Khususnya soal masalah-masalah agama, khittah organisasi, dan akhir-akhir ini soal sejarah dan kepahlawan Buya Hamka (yang novel biografi dan biografinya sudah rampung kami tuliskan). Buya Yun, adalah “di antara” yang paling saya repoti selama penulisan dan penerbitan buku ini. Bahkan, sebelum saya, MUI, Falcon, dan Starvition, memulai syuting film Buya Hamka, Buya Yun adalah yang sering saya kontak, baik langsung maupun melalui tlpn dan WA, untuk menanyakan hal-hal yang masih kami ragukan soal kiprah Buya Hamka di persyarikatan.
Sekira Agustus 2018 adalah pertemuan saya yang terakhir dengan Buya Yun. Hari itu, Sabtu malam, saya dikirimi pesan WA yang isinya, “Mas Senin depan ke rumah ya. Saya tunggu jam 8 pagi.” Dihari yang diminta, saya pun silaturahim ke rumah Buya Yun di Jl. Kaliurang. Ada banyak hal yang beliau ceritakan, hingga tak terasa obrolan kami lebih dari 1,5 jam. Pukul 10 kurang, saya harus pamit, karena jam 11 saya sudah janjian dengan Prof. Dr. Indarto untuk bertemu di Gd Wali Amanat UGM.
Ada satu pesan penting yang Buya Yun katakan sembari mengantar saya hingga keluar pintu dalemnya. “Mas, antum penulis yang berbakat dan produktif. Saya senang antum angkat tema tokoh-tokoh bangsa, terutama peran para tokoh Muhammadiyah. Teruskan kerja besar ini, dan jangan pernah lelah.” Pesan itu, tak terasa membuat saya mrebes-mili.
Jumat dini hari, sekira pukul 02.00, saya mendapat kabar jika Buya Yun wafat di RS Dr. Sardjito pada hari Kamis, 2 Januari 202p pukul 23. 47 WIB. Meski saya tahu jika Buya Yun sudah bolak-balik ke rumah sakit karena sakit yang sudah agak lama dideritanya, kabar itu tetap saja membuat saya tersentak, kaget. Tapi Gusti Allah sudah berkehendak. Dihari baik ini, Jumat yang berkah, Gusti Allah memanggilnya. InsyaAllah Buya Yun Husnul Khatimah.
InsyaAllah, kami akan lanjutkan perjuangan dan jalankan pesan-pesan Buya Yun. Maaf, karena secara pribadi saya masih berhutang atas janji saya untuk tulisankan Biografi Pak AR Fachruddin. Rencananya, saya akan persembahkan karya itu kepada beliau di tahun 2020 ini. Penulisan biografi Pak AR Fachruddin sudah selesai dan akan terbit Maret 2020 ini, Buya. Film Buya Hamka yang kita sama-sama berkontribusi di dalamnya juga akan rilis tahun ini.
Kami sedih karena Buya tak sempat lagi tersenyum melihat hasil kerja kita ini. Hanya doa, semoga andil Buya Yun selama ini, khususnya bantuan untuk terbitnya karya-karya kami, menjadi salah satu amal jariyah yang akan memperberat timbangan pahala untuk Buya Yun di sisiNya.
Selamat jalan, Buya Yun. Selamat berjumpa dengan Gusti Allah. Ribuan orang yang hari ini menshalatkan dan mendoakan, sejak di RS, Kantor PP Muhammadiyah Jl. Cik Ditiro, Masjid Gedhe, hingga perjalanan Buya ke Karangkajen adalah bukti bahwa Buya Yun adalah orang baik. Buya Yun juga berpulang dihari yang baik. Selamat jalan, Buya Yun. InsyaAllah, Suwarga Loka sudah disediakan untuk Buya.
Dari al-fakir, yang akan terus mengenal amal-baktimu, juga berusaha tunaikan pesan-pesanmu.