Oleh: M. Arfan Mu’ammar
Selepas dari Baobab Taman Safari Resort, kami segera mencari makan siang, maklum tidak ada jatah makan siang di hotel. Seketika itu juga, terbesit sebuah tempat makan yang sedang viral di Youtube, yaitu Café Sawah, yang terletak di Pujon Kulon Batu. Tanpa pikir panjang, saya injak pedal gas dan langsung meluncur ke sana.
Sesampainya di alun-alun Batu, saya membuka “waze” sebagai penunjuk arah, saya lihat masih sekitar 10 km lagi dari alun-alun Batu. Dengan jalan yang cukup berkelok dan terjal, kami melaluinya dengan perasaan yang tidak sabar, khususnya anak-anak, sudah mulai mengeluh “yah kok tidak sampai-sampai? Lapeer”.
Sesampainya di lokasi sekitar pukul 14.30 wib, kami langsung masuk lokasi. Parkiran sangat penuh, saya lihat ada banyak jenis plat nomer yang tidak hanya datang dari kota Batu, malah ada yang datang dari luar provinsi Jawa Timur.
Seberapa bagus tempat ini, sehingga banyak dikunjungi oleh ratusan bahkan ribuan orang dari berbagai tempat? Ini yang membuat kami semakin penasaran.
Saya membayar tiket masuk sebesar Rp. 8.000,- (delapan ribu rupiah). Di dalam tiket tertulis, bahwa tiket dapat dapat ditukar dengan makanan selama ada di dalam lokasi.
Setelah memarkir mobil, kami berjalan menyusuri jalanan menuju café sawah, sangat ramai dengan orang-orang, kami lihat kanan-kiri banyak sekali orang berjualan, dengan tulisan: “makanan bisa ditukar dengan voucher”. Rupanya ini maksud dari tulisan di tiket yang saya dapat ketika masuk tadi.
Dengan membawa voucher, makanan yang kita beli akan terpotong Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah), artinya, biaya masuk lokasi ini hanya Rp. 3.000,- (tiga ribu rupiah), sudah termasuk parkir mobil. Sangat murah dan terjangkau.
Sepanjang jalan mata saya mencari tulisan café sawah, tapi tidak kunjung ketemu, kami terus berjalan, ada banyak wahana permainan, sangat cocok jika ingin mengajak anak-anak bermain di sini, memang ketika masuk wahana kita harus bayar lagi, tapi masih sangat murah, kisaran Rp. 15.000,- Rp. 20.000,- sekali permainan.
Tidak lama kemudian, ada tulisan yang saya cari-cari sejak tadi, yaitu “café sawah”. “ini dia baru ketemu” ujar saya kepada anak-anak sambil menunjuk papan tulisan café sawah. Kami pun langsung memasukinya, semacam gapura sederhana yang dihiasi beberapa bunga dan tanaman.
Setelah memasukinya, kami disuguhkan pemandangan yang “mewah”, sebuah pemandangan pematang sawah yang menawan, sejuk dan indah. Memang suasana di tengah sawah, tetapi sudah di design sedemikian rupa, sehingga menjadi tempat makan yang bersensasi lain daripada yang lain.
Jalanan menurun, melewati beberapa anak tangga, dengan suara gemricik air yang mengiringi, ikan-ikan dengan gesit saling berkejaran di beberapa kolam ikan yang ada di dalamnya. Saat itu menjelang sore hari, cahaya matahari yang setengah redup semakin menenangkan pandangan mata.
Setelah mendapatkan tempat duduk, istri saya dan istri teman saya beranjak mengambil makanan. Di café sawah, makanan tersedia secara prasmanan, jadi pembeli tinggal mengambil sesuka hati, dengan takaran sesuai dengan seleranya masing-masing. Menu-menu yang dihidangkan sangat “desa”, seperti nasi jagung, peyek, pecel, gimbal tempe, gimbal jagung, botok, tahu, tempe, telor, sayur mayur dan aneka sambal: seperti sambal hijau, sambal merah dan sambal pencit. Juga ada menu ikan, seperti ikan mujaer, ikan gurame, ikan pindang dan lainnya.
Untuk minuman tidak begitu banyak varian, seringkali orang-orang ingin lebih praktis, mengambil teh pucuk yang sudah tersedia di kulkas kaca di samping kasir. Dengan porsi yang melimpah, kami hanya mengeluarkan uang sekitar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah), harga yang sangat murah dengan jumlah kami saat itu adalah 4 orang dewasa dan 4 anak-anak.
Anak-anak makan dengan lahapnya, suasana yang teduh dan udara yang sejuk, membuat kami sangat nyaman berada di sana, ada banyak tanaman-tanaman di sekitar kami duduk, seperti tanaman tomat, brokoli dan berbagai macam sayuran, seakan mengisyaratkan bahwa makanan dan sayur mayur yang kami makan saat itu adalah langsung diambil dari pohonnya alias “fresh from the oven”, bukan dari sayuran yang dibeli dari supermarket yang sudah beberapa hari, atau ada bahan pengawet, memang di supermarket terlihat segar, karena dimasukkan di mesin pendingin, tapi apa yang kami rasakan dan kami lihat di sini betul-betul fresh original, bukan karena pengawet atau mesin pendingin, tapi baru saja diambil dari pohonnya langsung.
Begitu juga dengan ikan yang dihidangkan, masih sangat segar, seakan mengisyaratkan bahwa ikan-ikan yang berlompatan ketika kami datang tadi, mereka seperti ingin kita mengambil mereka dan menyantapnya.
Seusai makan, anak-anak bermain wahana, tidak banyak waktu yang kami miliki, karena memang kami sampai di café saya sudah menjelang sore, jadi tidak semua wahana dapat kami masuki, bisa jadi lain kali kami harus datang lebih awal, sehingga dapat menikmati dan menghabiskan waktu di tempat ini.
Tidak terasa, adzan magrib sudah berkumandang, kami bergegas mengambil air wudhu untuk sholat di musholla yang terletak di tengah parkiran mobil, musholla yang didesaign dengan bambu dan kayu, benar-benar membawa kita pada suasana zaman old, suasana pedalaman desa yang asri. Setelah sholat magrib kami pun pulang ke rumah. Selamat tinggal café sawah, nantikan aku kembali suatu saat nanti.