Orang-orang beriman berpuasa pada bulan Ramadhan dengan penuh pengharapan memperoleh ridha Allah swt. Sesuai dengan desain Allah swt, bila mukmin berpuasa dengan saksama niscaya mencapai maqam takwa tertentu kepada Allah swt.
Imam al-Ghazali mengkategorikan level puasa orang-orang beriman menjadi tiga, yakni puasa awam, puasa khawash, dan puasa khawasul khawas. Puasa awam ialah puasa seseorang sebatas menahan diri dari makan, minum, dan hubungan seksual suami-istri, ditambah menjalankan shalat tarawih pada malam hari sesuai dengan petunjuk Nabi Muhammad saw, dan menghindari pertengkaran.
Puasa khawas, lebih dari itu, yakni menambahnya dengan amalan-amalan lain yang bernilai ibadah, misalnya membaca dan memahami Al-Quran, memperbanyak sedekah, dan iktikaf di masjid pada malam hari. Puasa khawashul khawash adalah level tertinggi maqam orang yang berpuasa, yakni berpuasa dengan segala amalan puasa awam dan khawash, disertai amalan-amalan utama lain, atau menambah kuantitas sekaligus kalitasnya, hingga benar-benar meningkatkan kadar ketakwaannya kepada Allah swt.
Allah swt menjanjikan surga kepada mereka yang bertakwa dengan ciri-ciri tertentu sebagaimana tersurat dalam ayat Al-Quran berikut.
Cepat-cepatlah dalam berlomba mendapatkan ampunan dari Tuhanmu dan surga seluas langit dan bumi, disediakan bagi orang bertakwa. Mereka yang menafkahkan hartanya di waktu lapang maupun dalam kesempitan; dapat menahan amarahnya dan dapat memaafkan orang. Allah mencintai orang yang berbuat baik. Dan mereka yang bila melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri segera mengingat Allah dan memohon ampun atas segala dosanya;- dan siapa yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa demikian padahal mereka tahu. Balasan bagi mereka ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, tempat mereka tinggal selamanya, dan itulah pahala terbaik bagi orang yang beramal dan berjuang. (Ali Imran/3:133-136)
Taqwa ialah melaksanakan perintah-perintah Allah swt dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Muttaqin ialah orang yang memegang teguh ikrar: inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil alamin — Sungguh, shalatku, ibadahku, hidup, dan matiku untuk Allah swt semata. (QS 6:162); orang yang berakhlak Al-Quran. Kana khuluquhu shallallahu alaihi wasallam Al-Quran — Akhlak Rasulullah saw adalah Al-Quran (Aisyah ra); orang yang peduli, mengindahkan, dan memperhatikan Al-Quran.
Muttaqin termasuk kelompok pertama di hadapan ayat: Iyyaka nabudu wa iyyaka nastain — hanya kepada Engkau kami menyembah, dan hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan (QS 1:5), yakni mereka yang benar-benar hanya kepada Allah swt semata mereka menyembah, dan hanya kepada Allah swt saja mereka memohon pertolongan.
Muttaqin termasuk kelompok ketiga ahli waris Al-Quran yang tersurat dalam Al-Quran: Tsumma auratsna al-kitaba alladzina ishthafaina min ibadina… – Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami; di antara mereka menganiaya diri sendiri, dan di antara mereka pertengahan, dan diantara mereka ada yang mendahului berbuat kebaikan dengan izin Allah. Itulah karunia yang amat besar. (QS 35:32). Kelompok pertama, ialah mereka yang menganiaya diri sendiri, dan kelompok kedua ialah mereka yang menengah.
Muttaqin adalah orang-orang yang mengejawantahkan iman dengan perbuatan. Muttaqin berani mengatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Muttaqin sanggup membedakan yang haq dan yang batil dengan pikiran, perkataan, dan perbuatan. Muttaqin mentaati Allah dan Rasul-Nya sepenuh kemampuan; tenaga dan harta benda.
Muttaqin memperoleh petunjuk Allah dan keberhasil hidup. Inna lilmuttaqina mafaza — Sungguh, bagi bagi orang-orang yang bertakwa keberhasilan (QS 78:31).
Muttaqin memiliki jalan keluar; optimis. Waman yattaqillah yajal lahu makhraja — Siapa yang bertakwa Allah menjadikan jalan keluar baginya (QS 65:2,4).
Muttaqin berpegang teguh pada ajaran Allah; Bertakwa dengan sesungguhnya… (QS 3:102-103).
Muttaqin menaati Allah dan Rasul-Nya. Mereka yang bertakwa mendapat pahala besar (QS 3:172).
Muttaqin memelihara batas-batas Allah. Itulah ketentuan Allah agar mereka bertakwa (QS 2:187).
Muttaqin mengikuti jalan Allah; Inilah jalan-Ku yang lurus, ikutilah! (6:153).
Muttaqin berorientasi pada kehidupan akhirat; “Hanya sebentar kesenangan dunia ini (QS 4:77, 6:32).
Muttaqin mengambil pelajaran dari umat terdahulu (2:65-66).
Muttaqin menegakkan shalat, berpuasa, mengeluarkan zakat (QS 2:1-5, 2:177, 3:134).
Muttaqin tabah, dapat menahan diri, sabar dalam penderitaan (QS 3:15-17, 200; 7:128; 11:49).
Muttaqin ingat nikmat Allah dan bersyukur kepada-Nya (QS 3:103, 123).
Muttaqin menghindari keburukan dan pikiran jahat (QS 3:134, 5:100).
Muttaqin tidak meneruskan perbuatan dosa dan menghindari (QS 7:201, 3:135).
Muttaqin tidak khawatir dan sedih serta bertawakal kepada Allah (QS 7:35; 10:62-63, 62:3).
Muttaqin memenuhi dan menepati janji (QS 3:76, 9:4, 9:7).
Muttaqin benar, jujur, dan adil dalam kata dan perbuatan (QS 5:8, 9:7, 9:119).
Muttaqin mengajak kepada kebaikan melarang berbuat mungkar (QS 3:104, 5:93, 16:128).
Muttaqin bersatu dan memelihara hubungan baik antar sesama (QS 4:1; 8:1; 11:78).
Muttaqin berjuang di jalan Allah (QS 5:35, 9:24, 49:15).
Al-birru man ittaqa — Kebaikan itu siapa yang bertakwa (QS 2:189);
Wa taawanu alal-birri wat-taqwa — Tolong menolonglah dalam kebaikan dan takwa (QS 5:2).
Rasulullah saw mengadu, “Tuhan, sungguh kaumku telah meninggalkan Al-Quran.” (QS 25:30).
Nabi Muhammad saw bersabda, “Min husni islamil-mar`i tarkuhu ma la yanihi — di antra kebaikan seorang muslim ialah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat bagi dirinya.”
Nabi Muhammad saw bersabda, “Ala inna fil-jasadi mudhghatan idza shaluhat shaluha sairul jasadi kullihi wa idza fasadat fasada sairul jasadi kullihi ala wahiya al-qalbu — Ketahuilah, bahwa di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuhnya, dan jika ia rusak,maka rusaklah seluruh tubuhnya —yaitu kalbu.”
Nabi Muhammad saw bersabda, “At-taqwa ha huna — seraya menunjuk ke dadanya.” God-spot: titik ketuhanan, sentrum taqwa.
“Hendaklah engkau memenuhi kehendak Allah swt karena cinta. Kita harus menemukan kedamaian di dalam kehidupan kita, sehingga kita dapat menunjuki orang lain menuju kedamaian. Yang terpenting dalam hidup adalah menyerahkan hati kepada Allah. Jika kolam hati penuh, seluruh makhluk akan mendatanginya.” (MR Bawa Muhaiyaddeen).
Buah hanya dapat dirasakan di dalam buah itu sendiri. Buah taqwa hanya dapat dirasakan oleh muttaqin; dan hanya mereka yang dapat membimbing orang lain menjadi muttaqin.
*Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag., Guru Besar Tafsir Al-Quran UIN Sunan Kalijaga, penulis e-book, 365 Kearifan: dari Sokrates Hingga Soekarno (2023), menulis buku bersama Fahrudin, M.Ag., dan Fatimah Fatmawati, M.Ag., Reformulasi Metode Tafsir Tematik (Yogyakarta: Q-Media, 2023), dan 60-an buku lainnya.