Oleh Syahrul
“Orang kaya adalah orang yang tidak banyak memiliki keinginan.”
Konon seorang perempuan miskin mendatangi seorang kiai yang ada di kampung tetangga yang terkenal zuhud dan mustajab doanya. Setalah memastikan rumah yang akan dituju benar, ia mulai mengetuk pintu.
Dibalik pintu muncullah sosok laki-laki paruh baya, berpakaian putih, berpeci agak miring ke belakang, dan bersarung kotak-kotak.
“Maaf Kiai, saya mengganggu sebentar. Bolehkah saya masuk.”
“Monggo-monggo,” sang Ustaz mempersilakan.
Setelah berhadap-hadapan, perempuan tersebut memulai pembicaraan. “Maaf, saya sungguh sangat terpaksa datang ke sini.” Ucapnya perlahan sambil menundukkan pandangan dan memainkan jari-jarinya.
“Saya ada hajat. Mohon doakan suami saya agar dimudahkan rezekinya. Kami sudah tidak kuat lagi hidup miskin. Sejak puluhan tahun menikah, rumah pun kami tak punya.”
“Jadi, kamu pengen suamimu kaya raya?” Tebak sang Kiai santai, “yakin?”
“Iya, Kiai.”
“Jika suamimu kelak kaya raya, kira-kira apa yang pertama kali diperbaiki?”
“Tentu, rumah, Kiai.”
“Setelah itu?”
“Tentu kendaraan.”
“Baik. Seandainya suamimu sudah punya rumah yang mewah, kendaraan yang wah, kira-kira apa lagi yang akan diganti?”
“Ehhmmmm, …” cukup lama perempuan terdiam. Sambil membenahi jilbab lusuhnya yang tetap tidak rapi. Antara bingung dan ragu.”
Tanpa menunggu jawaban, sang Kiai mengelurkan jurus pemungkas yang hampir selalu sukses mematahkan keinginan orang-orang seperti perempuan yang ada di hadapannya.
“Kamulah yang akan diganti. Apalagi jika kamu biasa-biasa saja.”
“Oh, begitu ya Kiai? Kalau begitu tidak usah saja.”
“Doanya tidak jadi, nih?” Godanya sambil tersenyum lepas.
“Nggak jadi.”
Dengan wajah sedikit pucat, ia kemudian pamit pulang.
Masih ingat kisah Tsa’labah, pria miskin yang gagal diuji kekayaan.