Donor Darah

0
2146

Oleh: Sri Lestari Linawati

Makdeg membaca postingan Bu Sri. “Mohon bantuan rekan-rekan butuh darah golongan O sebanyak 30 kolf untuk keperluan operasi sc yang direncanakan besok pagi atas nama Bu Fulanah”. Segera saya hubungi Bu Sri. Beliau menyampaikan agar saya langsung menghubungi suami Bu Fulanah.

Menunggu jawaban dari keluarga. Saya berharap saya bisa donor. Beberapa saat kemudian, Bu Sri mengabarkan “Info terakhir baru saja untuk hari ini cukup.. Cuma untuk jaga-jaga buat besok..” “Alhamdulillah… Syukurlah. Ini juga baru masuk rumah. Hujan deras,” jawab saya.

“Wa’alaikum salam. Leres. Untuk donor besok bisa monggo. Nuwun sanget..” balas Bapak Fulan. Alhamdulillah, yes, berbalas! Gumam saya dalam hati. Dengan malu-malu (hihi..) saya bertanya lagi, “Di mana donornya, Pak?” Untunglah Pak Fulan membalas, “Langsung saja di PMI RS Y”. Alhamdulillah.. Segera saya mengajak mata ini terpejam, berharap besok bisa donor.

Pagi memulai hari. Si bungsu berangkat sekolah. Urusan rumah sudah. Sarapan sudah. Lanjut menyusuri jalanan kota menuju PMI RS Y. Jalanan cukup padat. Maklumlah jam berangkat sekolah dan berangkat kerja. Namun secara umum perjalanan lancar. Sesampai di RS Y, bertanyalah saya ke Pak Satpam yang jaga di pintu masuk. Segeralah saya berjalan menuju tempat yang ditunjukkan Pak Satpam. Agak takut juga memasuki rumah sakit sebesar itu, sebenarnya.

Untunglah info yang diberikan petugas cukup jelas. Memasuki lorong-lorong bangsal. Sesampai di belokan, ada mbak dokter. Meski sibuk, mbak dokter muda ini tampaknya masih ingin membantu, “Mari bersama saya, Bu.” Alhamdulillah.. Ternyata agak jauh juga. Kalau tidak bertanya, sungguh tidak tahu. Pelajarannya adalah, bila Anda tidak tahu lokasinya, jangan malu untuk bertanya. Nggak bakal diketawain atau dicaci kok, justru akan dibantu. “Ini ruangannya, Bu,” kata mbak dokter ramah. Beliau pun meneruskan langkahnya ke tempat yang berbeda. Alhamdulillah, akhirnya sampai juga di PMI.

Bismillah, pelan saya buka pintu PMI. Ternyata di dalam sudah banyak orang. Saya lihat orang mengisi formulir yang disediakan. Saya ikuti. Kemudian duduk di kursi-kursi yang telah disediakan. Ternyata dipanggil pertama adalah untuk cek Hb. Alhamdulillah lolos. Yes!

Menunggu panggilan berikutnya untuk proses donor. Duduk di kursi para pendonor. Antri.

Dipanggil. Memasuki ruang donor. Saya lihat sekeliling. Ada seorang ibu muda yang komat-kamit. Beberapa wajah lainnya tampak biasa saja. Petugas membuyarkan pandanganku, “Silakan cuci tangan di sini, Bu.” Saya pun  duduk di kursi pendonor, mengikuti petunjuk petugas. Seorang pemuda di kiri saya sudah beberapa kali donor. “Sebentar, Bu, saya tutup mata dulu, saya takut lihat jarum,” katanya. Aku senyum. Ternyata meski takut lihat jarum suntik, dia bisa donor berkali-kali. Mengagumkan.

Beberapa saat kemudian, di kanan saya ada seorang pemuda. “Ini donor keberapa mas?” tanya petugas. Dia menjawab, “Ke-20”. Subhanallah, senengnya. Saya ngiri. Saya lihat beliau cerah dan bugar. Sebelahnya lagi seorang ibu dosen Unila yang baru S3 di UGM. Kebetulan sebelum masuk ruang donor ini sempat bincang sejenak.

Untuk proses donor saya sendiri, lancar, alhamdulillah. Petugas mengukur tensi, mencari pembuluh nadi, memasukkan jarum, menunggu cairan darah (kalau tidak salah 350 cc), menutupnya kembali, memberikan hansaplas untuk menutup bekas suntikan. “Ada keluhan?” tanya beliau. “Enggak..” jawab saya. “Alhamdulillah,” jawab beliau, “sekarang tekan ini, tangan sedikit ditekuk.” Alhamdulillah, syukurlah masih diberi waktu hingga saya benar-benar baik. Beliau bertanya lagi, “Sekarang ada keluhan?” Sekali lagi saya menjawab, “Enggak, alhamdulillah.” Beliau pun ikut bersyukur, “Alhamdulillah… Nanti sebelum keluar silakan ambil menu donor, Bu.” Papar petugas.

Alhamdulillah. Lega akhirnya saya benar-benar diberi kesempatan oleh Allah untuk donor darah. Sudah sejak lama saya menginginkannya, namun selalu tertolak. Yang karena menstruasilah, kecapekan lah.. Padahal dulu sore kami sampai di RS di Magelang. Pernah juga priksa di Sragen, juga belum bisa karena kecapekan. Pernah juga saya datang ke BP PMI, ternyata donornya harus ke PMI Pusat. Hari ini terlaksana sudah. Alhamdulillah…

Ada sebuah kepuasan tersendiri. Ada kebahagiaan tersendiri. Ada banyak cara untuk bisa beramal baik. Setetes darah kita pun sangat berarti bagi yang membutuhkan. Sejatinya lagi, yang lebih substansial, ketika kita berbuat baik adalah kita berbuat baik untuk diri kita sendiri. Saya merasakan adanya kesejukan dan kesegaran. Sesampai kampus, juga baik-baik saja, tidak pusing. Tidak mual. Tangan pun kembali normal. Tidak sampai ‘njarem’. Hingga malam, baik. Keesokan harinya, baik. Alhamdulillah, tentu saja saya bersyukur. Semoga ke depan bisa rutin donor darah, biidznillah, amin..

Ujung waktu di Kota Budaya, 22 Februari 2020

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here