Oleh: Eni Setyowati
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman) dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang”
(Surat al-A’la ayat 14-15)
Idul Fitri atau sering disebut dengan Hari Raya Lebaran umat muslim, adalah sebuah momen di mana seluruh umat muslim merayakan suatu kemenangan setelah satu bulan penuh berpuasa wajib di bulan Ramadhan. Kemenangan ini diwujudkan dalam berbagai bentuk dan kegiatan, mulai dari kegiatan bersenang-senang untuk bertemu dengan sanak saudara yang nun jauh di sana, hiruk-pikuk mudik, makan-makanan yang enak, pakaian baru, dan lain sebagainya. Tentunya banyak momen yang bisa dimanfaatkan oleh umat muslin di saat lebaran idul fitri ini.
Tidak ada yang salah dalam kegiatan itu, tetapi sejatinya kita harus mengetahui apa makna dari Idul Fitri itu sendiri.
Makna dari Idul Fitri adalah kembalinya seseorang dalam keadaan suci, momen kebebasan dari segala dosa, kesalahan, kejelekan, maupun keburukan. Oleh karena itu, momen ini dicirikan dengan kegiatan bersalam-salaman yang bertujuan untuk saling memaafkan satu sama lain. Sejatinya idul fitri ini adalah saat kita membangun diri menjadi pribadi yang lebih baik lagi dengan menghilangkan prasangka buruk, menghilangkan rasa iri dan dengki. Marilah dalam idul fitri ini kita ber ”euforia” untuk berlomba-lomba memutihkan hati.
Marilah kita memutihkan hati dengan menghindari iri dan dengki, tidak berburuk sangka, menghilangkan sifat egois, tidak tinggi hati, menjaga lisan, dan mudah memaafkan. Pertama, menghindari sifat iri dan dengki. Bagaimana orang yang iri dan dengki itu? Biasanya ditandai dengan tidak senang melihat orang lain senang atau sebaliknya senang jika melihat orang lain susah. Iri dan dengki biasanya muncul karena ia merasa paling hebat, sombong, kikir, merasa orang lain adalah musuh, merasa paling mulia, takut tersaingi, dan berambisi untuk selalu menjadi pemimpin. Penyakit iri dan dengki ini sangat berbahaya, karena selain hatinya yang sakit, anggota tubuh yang lain juga sakit. Otaknya sering digunakan untuk memikirkan hal yang jelek, mulutnya digunakan untuk menjatuhkan, dan wajahnya selalu muram. Bahkan amal dari orang pendengki akan habis layaknya kayu bakar yang habis dilalap api, sebagaimana sabda Rasulullah: “Sesungguhnya dengki itu memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” Semoga di hari yang fitri ini kita diajuhkan dari sifat iri dan dengki.
Kedua, tidak berburuk sangka. Orang yang berburuk sangka itu mata hatinya tertutup terhadap kenyataan. Ia selalu sibuk melihat sesuatu hanya dari prasangka buruknya. Sehingga setiap perbuatan baik apapun akan menjadi buruk di matanya. Prasangka buruk akan mendatangkan perbuatan buruk lainnya, yaitu ghibah. Ia selalu mencari teman untu diajak membicarakan tentang prasangka buruk orang lain. Di dalam QS. Al-Hujarat ayat 12 disebutkan: “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” Marilah kita menghindari berburuk sangka dengan melakukan beberapa hal antara lain: klarifikasi, mengingat kebaikan orang lain, mengurangi berinteraksi dengan orang-orang yang berpikrian negatif, tidak perlu khawatir untuk dibenci orang lain, renungkan apa manfaat berpikiran buruk, dan sadar kalau berburuk sangka itu dosa. Semoga kita dijauhkan dari sifat berburuk sangka. Aamiin.
Ketiga, stop egois. Orang yang egois, hidupnya tidak bermanfaat, tetapi justru banyak merugikan orang lain. Orang egois akan memandang sesuatu dari kacamatanya, ia tidak memahami perasaan orang lain, ia tidak mau mengerti pikiran orang lain, dan ia selalu menuntut orang lain untuk mengikuti kehendaknya. Siapapun yang bergaul dengan orang yang egois, ia akan merasa tidak nyaman dan bahkan merasa dirugikan. Oleh karena itu, hindarkan sifat egois dengan cara: selalu berbaik sangka kepada orang lain, kembangkan sikap melayani dan mendahulukan kepentingan orang lain, jangan suka membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain, pupuk rasa empati kepada orang lain, dan perbanyak senyum. Semoga kita dijauhkan dari sifat egois.
Keempat, tidak tinggi hati. Orang yang memiliki sifat tinggi hati, ia selalu menampakkan diri, merasa paling pintar, paling berpengalaman, dan merasa paling perhatian. Ia selalu meremehkan orang lain. Jauhkan diri dari sifat tinggi hati ini dengan cara: selalu menghargai orang lain dan tidak sombong.
Kelima, menjaga lisan. Hanya dengan ucapan, orang lain akan bisa menilai siapa diri kita. Jika kita sering mengeluh, orang lain akan tahu bahwa kita orang yang lemah. Jika kita sering membicarakan orang lain, maka orang lain akan menilai bahwa kita adalah orang yang suka ghibah. Jika kita tidak mengakui kehebatan orang lain, maka orang lain menganggap kita orang yang suka merendahkan orang lain. Dan jika kita sering berbicara tidak sesuai kenyataan maka orang lain menilai kita adalah orang pembohong. Begitulah bahayanya ucapan. Oleh karena itu, kita harus selalu menyaring ucapan lewat pikiran dan hati terlebih dahulu, sebelum kita ucapkan. Rasulullah saw. Bersabda: “Dan barang saiap yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari) Hadits tersebut menunjukkan bahwa perkataan yang baik adalah sesuatu yang penting, karena menyangkut keimanan manusia kepada Allah dan hari akhir. Semoga kita terhindari dari ucapan-ucapan yang tidak baik. Marilah kita selalu menjaga lisan kita dengan ucapan yang positif, karena ucapan yang positif akan membuat lingkungan nyaman dan ucapan kita tentunya tak luput dari pendengaran Allah.
Keenam, mudah memaafkan. Orang yang pemaaf hidupnya akan damai dan banyak disukai oleh orang lain. Sebaliknya, orang pendendam hidupnya akan selalu tertekan, dan jantungnya akan selalu berdenyut kencang, sehingga hidupnya tidak akan tenang. Sebaiknya kita mudah melupakan keburukan orang lain, dan mudah mengingat kebaikan orang lain. Di dalam kehidupan, seringkali banyak orang yang tidak mau menjadi pemaaf, karena khawatir jika dianggap dirinya lemah. Padahal, justru orang yang pemaaf adalah orang yang kuat. Rasulullah bersabda: “Bukanlah orang kuat dengan (mengalahkan lawannya dalam) pergulatan, tetapi tidak lain orang kuat adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim) Marilah kita menjadi orang pemaaf, agar hubungan kita dengan orang lain menjadi hubungan yang harmonis. “Barang siapa bersabar, maka beruntunglah dia.”
Dari uraian di atas, dapat kita petik sebuah kesimpulan bahwa di momen idul fitri ini marilah kita bersama-sama untuk selalu memutihkan hati dengan selalu berusaha mensucikan diri dengan berbuat ketaatan kepada Allah SWT dan meninggalkan sifat yang buruk, agar kita menjadi hamba Allah yang baik dalam pandanganNya dan menjadi hamba yang memperoleh keberuntungan di dunia dan akhirat. Semoga Allah selalu mencurahkan Rahmat, Taufiq, dan HidayahNya kepada kita semua. Aamiin.