HAJATAN PERNIKAHAN DI MASA PANDEMI COVID-19

0
1660

Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

Sejak pandemi Covid-19 saya tidak pernah menghadiri acara-acara pertemuan yang melibatkan orang banyak dan dalam waktu yang cukup lama. Hanya dua kali mendapat undangan rapat komite sekolah di rumah makan dan di ruang sidang sekolah, tetapi itu pun hanya melibatkan orang kurang dari 15 orang dan tetap mematuhi protokol kesehatan yaitu memakai masker selama mengikuti acara rapat dan posisi duduknya juga berjarak lebih dari satu meter. Semua aturan protokol kesehatan tersebut dijalankan demi menjamin semua orang yang hadir dalam rapat tetap terjaga kesehatannnya dan rapat berlangsung dengan lancar tanpa hambatan apapun.

Pernah satu kali bepergian ke luar kota untuk takziyah. Dua hari kemudian badan saya tiba-tiba demam tinggi hingga dua minggu baru sembuh. Sejak kejadian tersebut, maka saya mengurangi kegiatan di luar rumah. Saya sekeluarga keluar rumah hanya jika ada keperluan belanja kebutuhan sehari-hari ke supermarket dan itupun tetap menjaga aturan protokol kesehatan dengan ketat. Sempat pasca saya pulih dari demam, saya dapat undangan kembali untuk rapat anggota komite sekolah di ruang sidang sekolah. Saya sempat ragu-ragu mau menghadiri acara rapat komite tersebut atau tidak. Saya cukup trauma dengan sakit demam yang pernah saya derita. Ketika demam tersebut, saya merasakan badan benar-benar tidak nyaman dan tubuh terasa sangat lemah. Waktu sakit itu saya menyadari sekali bahwa manusia itu makhluk yang sangat lemah, tidak ada yang dapat disombongkan karena hanya untuk sekadar berdiri saja tidak mampu karena kepala terasa sangat sakit. Oleh karena itu, saya akhirnya memutuskan untuk tidak menghadiri undangan rapat komite sekolah tersebut dengan pertimbangan untuk mengantisipasi berulangnya kejadian sakit demam tersebut dan juga berbarengan dengan urusan rumah yang sedang repot.

Setelah hampir satu tahun lamanya tidak pernah mendapatkan undangan resepsi pernikahan dari kolega dosen maupun tetangga, tiba-tiba beberapa hari yang lalu saya menerima undangan resepsi pernikahan dari kolega dosen yang akan menikahkan anak perempuannya. Karena hubungan saya dengan beliau cukup dekat dan akrab, maka saya memutuskan untuk menghadiri undangan pernikahan tersebut. Apalagi ternyata tidak semua dosen mendapat undangan. Ini artinya beliau memilih hanya mengundang orang-orang tertentu saja dan saya termasuk yang dipilih untuk diundang beliau. Maka untuk menghormati beliau karena kedekatan hubungan pertemanan saya dengan beliau, walau masih ragu-ragu kawatir kalau nanti bertemu banyak orang dan dalam waktu yang cukup lama. Akhrnya setelah berdiskusi dengan istri, kami  sepakat berencana jika nanti ketika di gedung tempat berlangsungnya acara resepsi pernikahan kalau bisa memilih duduk di luar gedung yang udaranya terbuka, atau jika terpaksa harus duduk di dalam gedung maka tidak perlu berlama-lama mengikuti acara sampai selesai, cukup datang seperlunya yaitu jika bisa bertemu dengan tuan rumah dan mengucapkan selamat kemudian pulang. Demikianlah rencana yang saya buat bersama istri demi menjaga diri dari potensi tertulari virus Covid-19.

Setelah sampai ke lokasi gedung tempat dilangsungkannya acara resepsi pernikahan dan memarkir mobil di tempat parkir yang disediakan, saya perhatikan tidak banyak mobil yang diparkir. Biasanya kalau mendatangi undangan resepsi pernikahan kolega dosen, sering kesulitan mencari tempat parkir mobil karena banyaknya tamu undangan. Tapi ini kok sangat berbeda, hanya sekitar sepuluhan mobil saja yang terparkir. Di jalan di dekat gedung juga tidak ada deretan mobil yang terparkir. ini berarti tamu yang diundang hanya sedikit, mungkin terkait aturan batas maksimal menghadirkan orang dalam penyelenggaraan acara di masa pandemi Covid-19.

Ketika sampai ke meja penerimaan tamu undangan, hanya ada beberapa orang tamu undangan yang antri mengisi buku tamu. Tetapi ketika masuk ke dalam gedung resepsi pernikahan, ternyata sudah ada puluhan tamu undangan yang berdiri berurutan dengan jarak sekitar 1 meter menyusuri hamparan karpet merah yang menuju ke arah kursi pelaminan di mana kedua mempelai dan orang tuanya duduk. Semua tamu undangan hendak memberikan doa dan ucapan selamat kepada kedua mempelai. Ternyata ketika saya datang, acara sedang dimulai sehingga semua tamu undangan menunggu acara ceremoni- seperti pembacaan doa, atur pambagyoharjo, sungkeman kedua mempelai kepada kedua orang tuanya, dan lain-lain- sampai selesai. Setelah selesai menyampaikan ucapan selamat kepada mempelai dan orang tua mempelai, tamu dipersilakan menuju meja konsumsi yang ternyata telah tersedia konsumsi yang dibungkus di dalam tas cantik. Setelah menerima tas berisi bungkusan konsumsi, tamu yang berkenan menikmati sajian makanan di tempat dipersilakan menuju kursi-kursi yang disiapkan dan bagi tamu yang ingin langsung meninggalkan lokasi resepsi juga dipersilakan.

Demikian pengalaman menghadiri acara hajatan resepsi pernikahan di masa pandemi Covid-19 ini. Semua proses dilangsungkan dengan mematuhi aturan protokol kesehatan secara ketat untuk menghindari terjadinya kontak fisik antar tamu dan waktu juga dipersingkat. Jadi alurnya adalah tamu datang, mengisi buku tamu, masuk gedung untuk memberikan ucapan selamat kepada mempelai, mengambil bungkusan konsumsi, pulang. Simple dan tidak banyak memakan waktu serta hampir tidak ada kesempatan terjadinya kerumunan orang dalam jumlah banyak.

Saya menilai model penyelenggaraan resepsi pernikahan di era pandemi Covid-19 ini mungkin bisa diteruskan nanti setelah berakhirnya pandemi Covid-19 dan menjadi model baru penyelenggaraan resepsi pernikahan. Model baru ini selain simple juga tidak memerlukan banyak personil serta juga tidak menyita banyak waktu tamu undangan. Tamu undangan hanya memerlukan waktu kurang dari 30 menit untuk menghadiri acara resepsi pernikahan yang mana pada model sebelumnya tamu undangan harus menyediakan waktu sekitar dua jam mengikuti acara resepsi pernikahan sampai selesai. Mungkin inilah sisi positif dari pandemi Covid-19 terhadap acara-acara yang menghadirkan banyak orang, yaitu efisien waktu dan seperlunya saja. Di era sekarang ini dimana semua orang memiliki kesibukan yang padat, maka waktu adalah sesuatu yang sangat berharga. Maka memangkas waktu untuk acara-acara social dengan menggunakan prinsip seperlunya dan efisien waktu merupakan pilihan yang tepat tanpa mengesampingkan esensi acara. []

 

Gumpang Baru, 15 Februari 2021

 

——————————————–

BIODATA

Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc., ICT adalah dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Pendidikan sarjana (S.Pd) ditempuh di Universitas Sebelas Maret dan pendidikan pascasarjana Master (M. Sc.) ditempuh di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Mulai tahun 2018 penulis tercatat sebagai mahapeserta didik doktoral di Program Studi S3 Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Selain aktif sebagai dosen, beliau juga seorang pegiat literasi dan penulis yang telah menerbitkan lebih dari 36 judul buku (baik buku solo maupun antologi), Peraih Juara 1 Nasional bidang kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku non fiksi yang telah tersertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2 di Universitas Diponegoro Semarang (UNDIP), serta Trainer MindMap Certified ThinkBuzan iMindMap Leader (UK) dan Indomindmap Certified Trainer-ICT (Indonesia). Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-artikel penulis dapat dibaca di akun Facebook : Agung Nugroho Catur Saputro, website : https://sahabatpenakita.id dan blog : https://sharing-literasi.blogspot.com

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here