9Oleh : Didi Junaedi
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati…” (Q.S. Ali ‘Imran: 185). “Di mana pun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kokoh…” (Q.S. An-Nisa: 78). “Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu…” (Q.S. Al-Jumu’ah: 8)
Ketiga ayat di atas, dan juga beberapa ayat lainnya di dalam al-Qur’an yang berbicara tentang hakekat kematian, menjelaskan bahwa kematian itu pasti akan datang menjumpai kita, kapan pun, dalam kondisi apa pun, dan di mana pun kita berada. Tidak ada satu pun makhluk yang bernyawa di dunia ini yang tidak merasakan kematian. Setiap yang bernyawa pasti akan mati.
Betapa pun kita berusaha menghindar dan menjauh dari kematian, kematian itu pasti akan datang menghampiri kita. Tepat sekali apa yang disampaikan Imam Al-Ghazali, bahwa sesungguhnya yang paling dekat dengan kita adalah kematian. Memang, kita tidak pernah tahu kapan, di mana, dan dalam kondisi apa kelak ketika kematian datang menjemput kita. Tetapi, kematian tahu persis kapan ia datang kepada kita.
Meski begitu dekatnya jarak antara kita dengan kematian, tetapi setiap kita pasti berharap untuk diberi umur panjang, dan dijauhkan (sementara) dari kematian. Bahkan, kalau diizinkan, kita— seperti yang diungkapkan oleh Chairil Anwar dalam puisinya— ingin hidup seribu tahun lagi.
Para ulama ahli hikmah menyampaikan pesan dengan bijak, bahwa sesungguhnya bukan kematiannya yang harus kita takutkan, tetapi apakah bekal untuk menghadapi kematian, serta perjalanan setelah kematian itu sudah kita persiapkan?
Kematian itu pasti. Kehidupan setelah kematian juga suatu yang qath’i, sebagaimana dijelaskan dalam sejumlah firman-Nya yang termaktub dalam Kitab Suci, serta dipertegas oleh hadis Nabi Saw. Dengan demikian, maka tak ada guna alias sia-sia belaka kita hindari, takuti apalagi ingkari sesuatu yang pasti. Yang terpenting adalah bagaimana agar ketika kematian itu datang, kita sambut dengan senyuman, karena kita telah siap menghadap Sang Rahman dengan bekal iman serta amal yang telah kita lakukan sepanjang hayat kita.
Tugas terpenting yang harus kita lakukan adalah bagaimana agar kelak, ketika ruh kita lepas dari jasad, kita disambut dengan sapaan mesra oleh Allah Swt. dengan ucapan: “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridla dan diridlai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku.”
* Ruang Inspirasi, Jumat, 27 Desember 2019.
* Tulisan ini saya persembahkan untuk Bu Hj. Anisatun Muthi’ah, M.Ag. (Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon) dan keluarga, yang baru mendapat musibah berupa meninggalnya ibunda tercinta.
Semoga Almarhumah Ibu Hj. Muslihah binti Rahmat diampuni segala dosanya dan diterima amal salehnya. Dan semoga keluarga yang ditinggal diberi ketabahan menghadapi ujian ini. Amiin…