KEPEMIMPINAN PEREMPUAN

0
665

KEPEMIMPINAN PEREMPUAN
Sri Lestari Linawati

Saya seorang perempuan. Saya merasakan dan mengalami bagaimana menjadi seorang perempuan kecil, perempuan remaja, perempuan dewasa, perempuan menikah, istri, ibu. Bagaimana sebuah kebudayaan memaknai perempuan. Bagaimana masyarakat memperlakukan perempuan. Bagaimana proses pendidikan menempatkan perempuan. Pengalaman-pengalaman itu membentuk konsep perempuan yang harus saya yakini.

Saya belajar menjadi perempuan yang mandiri, yang sehat dan kuat, yang bahagia dan berdaya. Mengapa? Karena yang saya tahu, kullukum rain wa kullukum mas’ulun ‘an raiyyatihi. Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan ditanya tentang bagaimana kepemimpinannya. Peran apapun yang ditunaikan perempuan, baik terhadap dirinya sendiri, keluarganya, masyarakatnya, suami dan anak-anaknya, negara dan bangsanya sangat membutuhkan kesadaran dan jiwa kepemimpinan. Tanpa itu, perempuan hanya akan merasa menjadi warga kelas dua yang harus ada di belakang laki-laki, dalam segala hal.

Keyakinan itu mengantarkan saya aktif berorganisasi, baik di masyarakat, sekolah, maupun persyarikatan. Di tempat kerja saat ini pun di kampus, dihadapkan pada situasi untuk mengelola berbagai kegiatan organisasi. Kebetulan kampusnya adalah lembaga pendidikan tinggi yang berada langsung di bawah pembinaan Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah. Kajian-kajian tentang kepemimpinan perempuan menjadi makanan sehari-hari yang kami diskusikan.

Berikut ini ayat-ayat tentang gerakan perempuan yang senantiasa kami kaji melalui buku Panduan Tadarus “Taharatul Qulub” Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Majelis Pembinaan Kader. Mari kita renungkan bersama.

“Barangsiapa mengerjakan amal-amal shalih, baik laki-laki maupun wanita, sedang ia orang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya sedikitpun.” (QS An-Nisa: 124)
Dalam narasi ayat, karakter atau kepribadin seseorang diletakkan di awal, “siapa mengerjakan amal-amal shalih”. Narasi berikutnya barulah ditulis “baik laki-laku maupun wanita”. Narasi sesudah itu “sedang ia orang beriman” menunjukkan pentingnya landasan iman bagi orang-orang yang mengerjakan amal-amal shalih itu.

Kata kerja yang digunakan adalah fiil mudhari’, ya’mal artinya peristiwanya sedang berlangsung. Artinya? Amal shalih itu sedang dilakukan hingga kini.

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan, dan dia dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS An-Nahl: 97)

Di ayat 97 An-Nahl ini, narasi mirip dengan ayat 124 An-Nisa, yaitu penekanan pada “barangsiapa yang mengerjakan amal shalih”, “baik laki-laki maupun perempuan”, “dan dia dalam keadaan beriman.” Yang membedakan dengan ayat 124 surat An-Nisa adalah kata kerja di ayat 97 surat An-Nahl bentuknya fiil madhi, lampau. Kedua, konsekuensi iman dan amal shalihnya. Di sini berupa (1) kehidupan yang baik, dan (2) balasan yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

Pengalaman saya mengajarkan bahwa meyakini surat An-Nahl ayat 97 ini dibutuhkan sebuah keyakinan yang sungguh-sungguh akan kebenaran janji Allah swt. Narasi “kehidupan yang baik” perlu saya fahami dalam konteks yang benar. Bukan semata kesenangan duniawi yang memabukkan. Berusaha memaknai “kehidupan yang baik”, mengantarkan saya untuk selalu mensyukuri setiap nikmat yang telah Allah anugerahkan dalam kehidupan saya.

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi pemimpin bagi sebagian yang lain, mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat pada Allah dan RasulNya, mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS At-Taubah: 71)
Ada dua narasi yang membuat saya perlu terus memikirkannya. Pertama, narasi “sebagian mereka menjadi pemimpin bagi sebagian yang lain” bermakna adanya sebuah konsep kepemimpinan dalam berorganisasi. Ketika menjadi pemimpin, maka sudah selayaknya kita memahami jabatan itu sebagai amanah terhadap Tuhan Allah dan kemanusiaan. Bukan nafsu serakah untuk menguasai dan memperalat orang lain untuk kepentingan pribadi. Mengapa? Karena landasannya keimanan, sebagaimana dinyatakan di narasi awal “Dan orang-orang yang beriman”

Ada pula orang yang sedang berperan sebagai anggota tim. Keberadaan dan perannya untuk mencapai tujuan organisasi juga penting dan urgen. Pemimpin dan anggota-anggotanya perlu saling bekerjasama, berkolaborasi, bersinergi. Tidak mudah mewujudkannya. Oleh karena itu penting adanya penyamaan persepsi, visi dan misi, juga outbound manajemen training. Buku Prof. Djamaluddin Ancok, Ph.D. berjudul “Outbound Management Training: Aplikasi Ilmu Perilaku dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia” menjadi penting untuk dibaca dan diamalkan. Mengapa? Karena nilai-nilai utamanya diajarkan dalam bentuk permainan yang menyenangkan dan menantang, sehingga mudah diingat dan direfleksikan.

Kedua, narasi “…mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah” mengundang kita bertanya “siapa?”. Akhirnya kita pun kembali membaca narasi awalnya, yaitu : (1) orang-orang beriman, (2) laki-laki maupun perempuan, (3) mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, (4) mereka mencegah dari yang mungkar, (5) mereka mendirikan shalat, (6) mereka menunaikan zakat, dan (7) mereka taat pada Allah dan RasulNya.

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS Al-Ahzab: 35)

Terkadang, atau bisa jadi sering, kita bertanya-tanya tentang makna dan hakikat kesetaraan laki-laki dan perempuan. Al-Ahzab ayat 35 ini menjelaskan secara rinci indicator kesetaraan itu. Laki-laki dan perempuan itu setara pada 10 kriteria, yaitu (1) Islamnya, (2) yang mukmin, (3) yang tetap dalam ketaatannya, (4) yang benar, (5) yang sabar, (6) yang khusyuk, (7) yang bersedekah, (8) yang berpuasa, (9) yang memelihara kehormatannya, (10) yang banyak menyebut (nama) Allah,

Janji Allah bagi orang laki-laki dan perempuan yang memiliki 10 kriteria ini, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. Tentu saja balasan Allah sungguh luar biasa dan pasti terlaksana.

Kenyataannya, menjadi muslim kini tidak mudah, terutama di era digital dan era industry 4.0. Ada muslim yang hanya KTP-nya saja, sudah cukup.

Orang-orang yang beriman, kini godaannya juga semakin banyak dan dan dihadapkan pada konflik-konflik kepentingan tertentu.

Orang-orang yang tetap dalam ketaatannya, mudahkah? Ow.. ow.. jelas sangat banyak godaannya.

Orang laki-laki dan perempuan yang benar, bahwa tantangan kini, berkata benar dan meyakini kebenaran dianggap aneh dan tabu.

“laki-laki dan perempuan yang sabar”, Widiw…sabar itu sungguh tidak mudah. Perlu latihan dan latihan.

”laki-laki dan perempuan yang khusyuk, maknanya focus dalam menjalani aktivitas apapun.

“laki-laki dan perempuan yang bersedekah”, bermakna laki-laki dan perempuan adalah produsen, bukan konsumen.
“laki-laki dan perempuan yang berpuasa”. Tantangan bagi perempuan, dirinya sangat terbatas waktu dan kemampuannya. Ada kalanya, siap berpuasa, eh menstruasi atau sakit. Batal puasa deh.

“laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya”, bermakna laki-laki dan peremppuan perlu sama-sama menjaga kehormatannya. Bukan hanya perempuan.

“ laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah,” bermakna dzikrullah sepanjang hayat.

Kembali ke permasalahan “Kepemimpinan Perempuan”, ayat-ayat di atas mengajarkan perempuan untuk sehat dan mandiri. Apapun peran yang harus kita mainkan di dunia ini, yuk tunaikan dengan sebaik-baiknya. Menjadi presiden, perdana mentri, duta besar, menteri, insinyur, dokter, perawat, dsb, miliki dan tanamkan kuat di hati kita “beramal shalih dan beriman”.

Wallahu a’lam. Semoga cerita ringan ini menginspirasi rekan-rekan perempuan untuk menjadi lebih berdaya. Sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah orang-orang yang paling bermanfaat bagi sekitarnya. Amin1000..

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here