Oleh Agus Hariono
Pikiran sudah pasti dapat mengubah kenyataan. Tapi jika kita tidak mempercayainya, maka kenyataan pun tidak akan berubah”.—Makoto Shichida
Menurut saya benar sekali apa yang dikatakan oleh Guru Besar Matematika asal Jepang sekaligus pendiri Shichida Child Education itu, bahwa keyakinan merupakan kekuatan yang dapat menggerakkan hati dan pikiran kita untuk melakukan sesuatu. Dengan keyakinan yang kuat seolah apa yang menjadi cita-cita atau impian mudah sekali untuk dicapai.
Bukti bahwa keyakinan memiliki pengaruh yang sangat besar adalah tentang kisah seorang nenek yang memperoleh penghargaan di usianya yang sudah 91 tahun sebagai wanita tertua di dunia yang pernah mendaki Gunung Fuji. Kisah tersebut ditulis oleh Imam Munadi dalam bukunya Unlimited Happiness. Dan kisah tersebut kurang lebihnya sebagai berikut:
Ada dua nenek yang sama-sama usianya 65 tahun, akan tetapi keduanya mengambil makna yang berbeda atas waktu yang mereka jalani. Nenek yang satu pasrah dengan keadaan, karena merasa bahwa hidupnya akan segera berakhir, tulang-belulangnya sudah keropos, fisiknya sudah lemah tak berdaya. Sedangkan nenek yang satunya, memiliki pemaknaan yang berbeda terhadap usianya yang sekarang.
Meskipun sudah berusia senja, tetapi kehebatan kita senantiasa berasal dari keyakinan dan kemauan yang ada di dalam diri kita. Maka, mulailah ia menentukan setandar yang tinggi dalam hidupnya. Ia memutuskan untuk mendaki puncak gunung tertinggi di Jepang, Gunung Fuji setinggi 12.385 kaki atau 4.128 meter.
Selama 20 tahun lebih ia curahkan potensi dahsyatnya untuk mendaki berbagai gunung tinggi yang ada di seluruh dunia. Selama 20 tahun tersebut ia berhasil mendaki Gunung Whitney setinggi 14.505 kaki atau 4.421 meter sebanyak 23 kali, dan mendaki 97 puncak gunung lainnya. Dan akhirnya, pada usia 91 tahun, Hilda Crooks dinobatkan sebagai wanita tertua di dunia yang pernah mendaki Gunung Fuji Jepang.
Inilah kisah dua nenek yang berbeda dalam mengambil makna dalam kehidupan yang dijalaninya. Nenek yang satunya pasrah dengan keadaan dan bersikap pesimistis terhadap usianya, sedangkan nenek yang satunya berhasil menemukan makna di usia senjanya, karena ia bersikap optimistis terhadap usianya tersebut. Semua itu memang tergantung pada keyakinannya masing-masing.
Barang kali kisah di atas bisa menjadi pelajaran bagi pribadi maupun kelompok. Bahwa keyakinan modal yang dapat digunakan untuk meraih sebuah cita-cita. Mungkin saja bagi orang lain itu merupakan suatu yang tidak mungkin. Namun, dengan keyakinan diri maupun keyakinan kelompok, maka tidak ada yang tidak mungkin diraih.
Sebagaimana kata Makoto di atas, bahwa pikiran kita mampu merubah kenyataan, namun dengan syarat, kita harus memiliki keyakinan akan hal tersebut. Syarat tersebut merupakan syarat pokok yang yang harus kita atau anggota kelompok miliki. Tanpa itu, maka usaha yang dilakukan akan sia-sia. Sebesar apapun biaya, waktu dan tenaga yang kita atau kelompok keluarkan tidak akan memperoleh hasil yang berarti.
Tidak ada keberhasilan tanpa ada usaha, tidak akan ada usaha tanpa sebuah keyakinan. Keyakinan bisa juga berfungsi sebagai penggerak diri atau kelompok untuk melakukan sesuatu. Bukankah teknologi tercanggih yang ada saat ini juga dahulunya tidak ada. Sebenarnya bukan tidak ada, sudah ada di alam ide, tinggal siapa yang lebih cepat mendapatkannya. Kemudian setelah ide itu diambil melalui proses berpikir. Sehingga muncullah rencana untuk membuat suatu, rencana itu pun tidak akan bisa terwujud bila tidak ada keyakinan dari orang yang ingin mewujudkannya.
Oleh karena itu, marilah kita sama-sama belajar untuk meyakini rencana-rencana kita agar bisa berhasil. Rencana pribadi terlebih rencana kelompok, tidak akan bisa menuai keberhasilan tanpa keyakinan dari kita semua. Rencana-rencana yang sudah susah payah kita susun, akan sangat rugi bila dicapai dengan penuh keyakinan. Agar kita tidak termasuk orang-orang rugi karena telah melakukan suatu yang sia-sia, maka lakukan dan kerjakan rencana-rencana yang sudah disusun dengan penuh keyakinan. Wallahu a’lam!