Kita Indonesia

0
328

“Tidak selalu sama untuk menjadi orang baik dan warga negara yang baik.”
~ Aristoteles ~

​Indonesia merdeka Sudah lebih dari setengah abad. Jika dibandingkan dengan usia manusia, boleh jadi Indonesia sudah masuk kategori dewasa. Tetapi, karena ini bukan manusia maka kedewasaan seperti pada manusia belum sepenuhnya tercapai pada bangsa Indonesia. Usia bangsa itu pada umumnya sangat panjang, beratus-ratus tahun bahkan ribuan tahun. Sebagai bangsa merdeka dan berdaulat, keberadaannya sangat bergantung kepada rakyat bangsanya itu sendiri. Mau dibawa kemana bangsa tersebut. Persoalannya, sebagai anak bangsa, bagaimana kita mampu mengapresiasi bangsa ini dengan nilai semangat patrirotisme dan nasionalisme.

​Sejak masa kemerdekaan, bangsa Indonesia melalui jalan yang berliku. Tidak mulus. Bukan berarti begitu kemerdekaan diproklamasikan maka terbuka jalan lempang indah. Justru berbagai ujian dan cobaan datang menguji bangsa ini. Ada dalam bentuk pemberontakan dimana sebagian rakyat ingin memisahkan diri dari negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ada pula yang menggugat dasar negara yang sudah disepakati bersama yaitu Pancasila. Bahkan, ada pula yang merasa Indonesia tidak sesuai dengan konsep negara keTuhanan sehingga perlu diubah. Semua ini menjadi batu sandungan bagi kemajuan dan keberlanjutan keberadaan bangsa Indonesia.

Penulis sepakat dan mendukung cita-cita NKRI. Mengapa? Sebab founder fathers bangsa ini sudah duduk bersama dan sepakat dengan menyatukan ide bersama untuk Indonesia yang berdaulat, bersatu dan menjadi milik semua anak bangsa. Memang, tidak mudah menyatukan berbagai ragam latar belakang dan perbedaan masa itu, namun dengan adanya rasa kesatuan dan persatuan maka komitmen menjadikan Indonesia negara milik bersama atas dasar UUD’45 dan Pancasila. Kita sudah sepakat membawa Indonesia dengan dasar tersebut ke depan. Tidak ada lagi pengganti dan yang menggantikan dengan hal lain.

​​​Sudah terbukti bahwa berbagai usaha untuk mengubah dasar-dasar tersebut hanya menimbulkan persoalan baru dalam berbangsa dan bernegara. Memang, zaman terus berubah. Kemajuan di segala sektor kehidupan pun tampak nyata. Begitu pun dengan pemikiran. Masalahnya, ketika ketidakadilan terasa begitu timpang dalam Kehidupan nyata bukan berarti kita perlu mengubah kesepakatan awal. Hemat penulis, mengubah dasar bernegara dan komitmen bersama bukan cara terbaik, melainkan kita mencari dan memecahkan akar masalah mengapa ketimpangan itu terjadi.

Intensitas Pendidikan Kesadaran Berbangsa dan Bertanah Air

​Sekolah maupun institusi lembaga formal lainnya, perlu dan harus memiliki program tentang kesadaran berbangsa dan bertanah air Indonesia. Rasa sadar bahwa kita adalah bagian dari bangsa ini harus terus menerus ditanamkan kepada anak didik atau peserta didik. Bagaimanapun hebat dan majunya bangsa lain, mereka bukanlah kita. Kita tidak boleh memiliki ilusi yang keliru bahwa melihat bangsa lain solah-olah kita harus sama seperti itu. Kita adalah kita dan mereka adalah mereka. Yang kita perlukan adalah kesadaran bahwa kita harus membangun bangsa sendiri. Bukan melamunkan kehebatan bangsa lain dan mengabaikan keberadaan sendiri. Maka, peran mata pelajaran dan peran perilaku peserta dan pelaku pendidikan sangatlah penting. Jangan juga sampai terbaik, pendidik hanya sebagai petugas penyampai pesan dan mereka sendiri tidak mengambil peran dan contoh konkrit sebagai pelaku yang berkesadaran berbangsa dan bertanah air.

Pengajaran Jiwa Nasionalisme dan Patriotisme Dalam Keluarga

​Supaya sinkron dan seimbang antara pendidikan di sekolah dan lembaga pendidikan lainnya dengan pendidikan dalam keluarga, maka peran orang tua khususnya bukan perkara sepele. Banyak hal mendasar yang bisa diajarkan dalam keluarga.

​Hal utama yang prinsip perlu diketahui dan disadarkan kepada anak-anak adalah bahwa mereka adalah orang Indonesia. Bukan orang asing sekalipun mereka tidak lahir dan tidak dibesarkan di bumi pertiwi. Dan sekalipun anak-anak tumbuh kembang di dalam maupun di luar negeri, mereka harus diberi tahu apa itu UUD’45, Pancasila dan Lagu Indonesia Raya. Minimal tigal hal pokok ini wajib mereka kuasai.

Dalam keluarga Indonesia, penggunaan bahasa Indonesia, pun termasuk basic. Generasi Z dan Alfa saat ini, umumnya mereka yang berada di kota besar atau mereka yang memiliki kemudahan akses komunikasi, memiliki kemampuan berbahasa asing minimal mampu berbahasa Inggris. Tak sedikit pula yang mampu berbahasa asing lainnya, seperti bahasa Perancis, Cina, Arab dan bahasa-bahasa asing lainnya. Oleh karena itu, jangan sampai anak-anak kita tidak mampu berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

​Saat ini, perbedaan karena latar belakang budaya, adat, ras, agama, bahkan gender telah menjadi suatu bidikan dalam memahami perbedaan. Bermacam perbedaan tersebut mustahil diabaikan sebab perbedaan adalah fakta. Menjadi masalah ketika perbedaan tersebut menjadi masalah bagi persatuan dan kesatiuan bangsa. Tugas orang tua khususnya untuk memahamkan kepada anak-anaknya bahwa perbedaan bukan masalah melainkan modal yang membuat bangsa ini berpotensi lebih maju.

Kemudahan alat transportasi dewasa ini, telah memudahkan setiap orang ke sana ke mari, baik lewat jalan darat, laut maupun udara. Artinya, mengenal bumi Indonesia dari satu tempat ke tempat lain bukanlah hal sulit lagi. Dengan mengenal aneka budaya, tradisi, adat istiadat, bahasa, kuliner, alam yang indah dan keunikan setiap daerah, memberi arti kepada anak bangsa bangsa Indonesia itu besar, luas, ramai penduduk dan punya kekhasan di setiap daerahnya. Hasil kunjungan wisata ini mampu menyadarkan kita akan cinta Indonesia.

Banyak cara mengenal dan mencintai Indonesia sebab kita Indonesia. Tugas kita semua membangun, menjaga dan memiliki NKRI ini sampai mati. Mari kita pupuk kesadaran berbangsa dan bernegara sesuai dengan kemampuan masing-masing. Jaga Indonesia jangan sampai pecah, berantakan dan diambil orang lain.

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here