Konten Hiburan Vs Konten Edukasi

0
2040

Oleh: M Arfan Mu’ammar

Selain penulis, saya juga iseng berprofesi sebagai Youtuber, walaupun tidak begitu menyeriusi dunia perYoutuban, tapi saya mengamati pola perkembangan Youtube.

Awal mula membuat channel Youtube, saya masih bingung, channel Youtube saya ini mau diarahkan ke mana? Karena menurut para Youtuber profesional yang subscribernya sudah jutaan, kita harus punya ciri khas dalam channel kita, sehingga memudahkan orang mencarinya. Karena saat itu masih bingung dan sampai sekarangpun juga masih bingung, akhirnya konten Youtube sayapun gado-gado alias campur aduk hehe

Kadang moodnya lagi ingin upload konten review wisata, kadang juga moodnya ingin upload konten kajian keagamaan, sesekali upload konten tutorial, juga pernah upload aktivitas anak-anak, wis pokoke sak moodnya hati dan pikiran hehe

Setelah satu tahun aktif di dunia peryoutuban, saya mencoba mengamati konten-konten yang diminati banyak orang, tapi sebelum itu, saya akan melihat dalam perspektif channel saya, lalu saya bandingkan dengan channel-channel lain yang ada di Indonesia.

Saya memiliki beberapa playlist video di Youtube, yaitu: pendidikan, kajian keagamaan, literasi, sirah nabawiyyah, perkuliahan daring, ArMa family, review wisata dan tutorial. Dari kesemua video yang ada di playlist tersebut, video dengan jumlah viewers terbanyak adalah dari playlist Tutorial, yaitu pada video dengan judul “cara memindah file di iPhone ke Flashdisk” video tersebut sangat pendek, hanya berdurasi lima menit tiga puluh delapan detik. Setelah saya membuat video itu, saya tidak share di grup whatsapp atau facebook, namanya juga konten iseng, jadi asal buat saja, mau dilihat atau tidak, itu urusan belakang. Ternyata di luar dugaan, viewers video itu lumayan banyak sekali, yaitu sebanyak 13 ribu viewers lebih. Video dengan jumlah viewers terbanyak yang pernah saya buat.

Video kedua yang paling sering ditonton adalah video dari playlist ArMa family, saya pernah membuat video waktu idul adha tahun lalu, karena setiap idul adha saya seringkali mengantar anak-anak melihat sapi, maka saya abadikan proses penyembelihan sapi di masjid dekat rumah, video itu saya beri judul “setelah disembelih sapinya masih hidup dan bergerak-gerak”, video tersebut ditonton sebanyak 10 ribu viewers.

Video ketiga yang juga banyak ditonton adalah lagi-lagi dari video tutorial, yaitu video dengan judul “cara membuat video pembelajaran menggunakan Macbook Air”, video tersebut ditonton sebanyak 6.300 kali. 

Video-video saya yang lain, seperti kajian sirah nabawiyyah, literasi, kajian keagamaan dan rumah pendidikan tidak banyak diminati, paling banter viewernya ratusan, tidak sampai ribuan. Padahal pembuatan video tersebut membutuhkan persiapan yang matang, membaca buku, membuat power point, kadang juga menghafal materi yang akan disampaikan, khususnya pada ayat Al-Quran atau hadis, jangan sampai ada kesalahan penyampaian.

Begitu juga dengan proses rekamannya, kadang ada salah ucap sehingga perlu diulang, dan ketika pengeditan juga perlu potong sana-sini pada beberapa rekaman yang salah ucap dan sebagainya.

Dengan proses serta persiapan yang cukup serius dan memakan waktu itu, jumlah penontonnya justru tidak banyak, justru kegiatan sehari-hari yang receh-receh, remeh-temeh malah banyak yang menonton, bahkan ribuan.

Coba saya analisis dari konten yang ada di Indonesia. Walapun analisis saya ini juga belum tentu benar. Data ini saya ambil saat tulisan ini dibuat.

Banyak sekali konten hiburan yang beredar, tapi saya coba memilih konten hiburan dari kategori artis Indonesia yang memiliki banyak subscriber. Channel Youtube yang pertama adalah Atta Halilintar, memiliki 27.7 Juta subscriber dengan 1.3K video. Urutan kedua channel Youtube Ricis Official, memiliki 26.2 juta subscriber dengan 1.4K video dan urutan channel Youtube yang ketiga yaitu Rans Entertainment, memiliki 21.1 juta subscriber dengan 2.3K video.

Dari sekian ribu video yang diupload, bisa jadi beberapa memiliki unsur konten edukatif, akan tetap mayoritas isi kontennya adalah konten hiburan, mulai dari aktivitas harian, challenge, drama sampai dengan konten prank.

Sedangkan konten edukatif yang saya pilih adalah konten edukatif dari para Da’i terkenal di Indonesia. Walaupun konten edukatif tidak melulu soal ceramah, tapi setidaknya ceramah merupakan bentuk edukasi kepada masyarakat.

Pemilihan ketiga channel ustaz di bawah ini memang subyektif berdasarkan pengamatan saya dan penulusuran di media sosial. Dari penelusuran singkat saya, saya menemukan 3 channel Youtube ustaz di Indonesia teratas sebagai berikut: urutan pertama channel Youtube Ustadz Abdul Somad Official, memiliki 2.1 juta subscriber dengan 1.2K video. Urutan kedua channel Youtube Hannan Attaki, memiliki 2.02 juta subscriber dengan 194 video, dan yang terakhir channel Youtube Adi Hidayat, untuk channel Youtube ini saya tidak bisa melihat jumlah subscribernya, karena sepertinya beliau tidak memunculkan jumlah subscribernya. 

Tapi kenapa channel Youtube ustaz Adi Hidayat saya taruh no urut ketiga, karena saya melihat dari viewers di setiap video, rata-rata mencapai jutaan viewers, itu artinya bahwa subscribernya juga minimal di atas satu juta, walaupun belum tentu demikian, ini hanya estimasi saja.

Channel Youtube lainnya yang memiliki banyak subscriber adalah channel youtube televisi, karena semua telivisi sekarang memiliki channel Youtube. Channel Youtube televisi ini tidak bisa semua dikatakan hiburan, juga tidak bisa dikatakan edukatif saja, atau informatif saja, karena telivisi memiliki banyak program acara, tentu ada yang informatif seperti berita, ada yang edukatif seperti siraman rohani, ada yang hiburan seperti sinetron dan sebagainya.

Walaupun demikian, channel Youtube televisi masih kalah dengan para artis yang saya sebutkan di atas. Contoh saja TransTV memiliki 14,5 juta subscriber. Trans7 Official memiliki 20,5 juta subscriber dan kompas TV memiliki 10 juta subscriber, selain itu, channel telivisi yang lain memiliki subscriber di bawah 1 juta.

Apa makna yang dapat diambil dari data di atas?

Konten edukatif masih kurang diminati masyarakat Indonesia, masyarakat lebih memilih konten hiburan, walaupun sebenarnya itu menghibur untuk sementara. Menghibur iya, tapi tidak dapat menenangkan hati yang galau dan sedang terkena masalah. Ada teman saya yang sedang galau tingkat dewa, dia mencoba menghibur diri dan mencoba melupakan masalah melalui melihat tiktok dengan berbagai macam konten, baik yang lucu atau yang unik. Walaupun terhibur saat sedang melihatnya, tapi hatinya kembali suntuk dan galau setelah tidak lagi melihat tiktok. Lalu ia berkesimpulan bahwa hiburan media sosial hanya memberikan pelipur atau hiburan sementara, bukan sesungguh-sungguhnya obat dari kegalauannya.

Mungkin sama persis dengan ketika seseorang itu berzina, ia mendapatkan kenikmatan saat melakukan itu saja, setelah itu akan timbul kegalauan, kecemasan, kerugian spiritual, kerugian kesehatan dan sebagainya. Begitu juga dengan kenikmatan hidup di dunia, kita hanya akan merasakan kenikmatan ketika saat hidup di dunia ini saja, ketika nanti di akhirat, kenikmatan dunia itu akan sirna.

Lantas bagaimana agar konten edukatif banyak diminati?

Pertama: konten edukatif kurang diminati bisa jadi karena jumlah dari konten edukatif itu sendiri masih sangat minim jumlahnya. Sangat jauh jumlahnya jika dibandingkan dengan konten hiburan. Sehingga ketika seseorang membuka youtube, maka pilihan yang keluar adalah konten-konten hiburan.

Maka memperbanyak konten edukatif menjadi sebuah keniscayaan. Hal ini bisa dilakukan oleh individu-individu yang terdidik, guru-guru, dosen-dosen, dan para ustaz, marilah kita terjun berdakwah tidak hanya secara offline di masjid-masjid atau mengajar di sekolah-sekolah, tetapi juga mengajar di dunia maya, daya jangkaunya akan lebih luas dan lebih bermanfaat.

Begitu juga dengan lembaga pendidikan, bisa mengambil peran dalam dakwah di dunia digitial, saya melihat beberapa lembaga pendidikan sudah cukup berperan dalam dakwah di dunia digital. Seperti Gontor, Gontor mempunyai channel youtube dengan nama gontortv, memiliki jumlah subscriber lumayan banyak, yaitu 453 ribu subscriber. Lembaga pendidikan lain juga perlu merambah dunia digital dalam berdakwah, agar dunia digitial tidak dipenuhi dengan konten-konten yang tidak edukatif.

Kedua: membuat konten hiburan yang memiliki pesan edukatif, seperti membuat film pendek, hal ini bisa diinisiasi oleh lembaga-lembaga pendidikan, di jenjang pendidikan SMP dan SMA biasanya ada ekstrakulikuler drama, ekstrakulikuler tersebut bisa dimanfaatkan untuk membuat film pendek yang edukatif dan kreatif.

Bisa juga mengadapsi acara hiburan yang sedang ngehits, lalu diamati, ditiru dan dimodifikasi atau terkenal dengan istilah ATM. Seperti yang dilakukan oleh pesantren elkisi mojokerto, salah satu konten youtubenya yaitu podcastren, maksudnya podcastnya anak pesantren.

Salah satu konten dari podcastren yaitu mewawancarai santri yang berprestasi, seperti santri yang hafal hadis sekian ratus, atau hafal Al-Quran sekian juz. Mereka ditanya bagaimana tips-tipsnya agar bisa mudah menghafal dengan waktu yang singkat. Juga ditanyakan motivasi kenapa ingin ke pesantren dan sebagainya.

Ketiga: selain membuat channel dan membuat konten edukatif, jangan lupa membentuk tim kreatif, membuat studio, peralatan yang memadai, agar kualitas video berkualitas. Untuk tim kreatif bisa dibekali atau diutus utus belajar sinematografi dalam beberapa minggu atau bulan, sebelum mereka terjun bekerja. Karena tanpa tim kreatif, akan kesulitan dalam memproduksi video yang menarik dan berkualitas. Jangan sampai hanya berhenti dengan membuat channel tetapi tidak diisi dengan konten-konten yang menarik.

Walakhir, kita harus mengimbangi hal-hal buruk dengan kebaikan, berlomba-lomba dalam menumbuhkembangkan kebaikan. Dengan demikian, lambat laun keburukan akan tergeser dengan banyaknya kebaikan-kebaikan di mana-mana. Konten edukatif juga tidak asal edukatif, tetapi harus dikemas dengan kreatif dan menarik, agar banyak orang tertarik untuk melihat dan mengikutinya.

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here