Oleh: Joyo Juwoto
Di era modern ini, atau orang-orang menyebutnya sebagai era informasi dan teknologi, menjadikan kehidupan manusia menjadi mudah, bahkan sangat mudah sekali. Saya lebih suka menyebutnya era ini sebagai era “Nutul centris” karena hampir semuanya permasalahan bisa selesai hanya dengan nutul layar hape.
Layar hape menjadi semacam tempat mencari solusi dan inspirasi bagi kebutuhan manusia, bahkan termasuk pada hal yang sepele sekalipun, contohnya urusan cemilan, atau sekedar urusan hiburan dan bergame ria. Hampir semua pertanyaan yang kita ajukan di mesin pencarian Google bisa dijawab olehnya, walau Google tidak pernah bisa menjawab pertanyaan jomlo kapan ia menemukan serpihan dari tulang rusuknya yang entah ada di mana.
Walau saya termasuk kaum ndeso, saya juga tidak mau ketinggalan dengan tren anak-anak milenial yang hampir seluruh aktivitasnya bersinggungan dengan dunia maya itu. Sebagai kaum milenial ndeso saya gak mau kalah dengan mereka-mereka itulah.
Saya punya pengalaman lucu sekaligus tragis saat mencoba menggunakan fasilitas daring ini. Saat itu saya akan menghadiri Kopdar Ke-IV Sahabat Pena Kita yang diadakan di UNISMA Malang. Karena berangkat dari rumah sore hari, sedang perjalanan menuju kota Malang dari tempat tinggal saya sekitar 5 jam, karena macet dan sebagainya sekitar jam 24.00 WIB saya baru turun dari bis di terminal Arjosari.
Sebenarnya saya sudah berniat menginap di terminal (dan memang saya benar-benar menginap di sana) tapi entah karena apa saya kok pengin menggunakan fasilitas transportasi online. Padahal saat itu saya ditawari oleh ojek konvensional. Akhirnya saya mendownload aplikasi Grab.
Setelah aplikasi terinstall, saya mulai pesan ojek Grab. Tul tul tul… terpesanlah ojek online, dan dan berselang lama saya mendapat balasan bahwa ojek segera meluncur. Apesnya, saat saya memesan ojek, lokasi belum saya sesuaikan dengan tempat di mana saya berada. Saya mengira auto lokasi, eh, ternyata perlu disetting dulu, jadi saya tidak begitu memperhatikannya.
Mungkin karena Bang Grabnya tidak menemukan saya dilokasi yang tertera di aplikasi, bang Grab menelepon saya.
“Halo mas, kamu di mana, saya sudah di lokasi?”
Dengan pede dan senang karena mendapat telepon cinta dari bang Grab saya pun menjawabnya.
“Saya di depan terminal Arjosari, pak.”
“Lha, tadi pesannya di Alfamart, kok jadinya di terminal?”
Mendengar protes dari Bang Grab saya agak gugup. Saya melihat aplikasi kembali ternyata benar, saya salah menentukan lokasinya. Dengan tergagap saya pun menjawab protes bang Grab.
“Mohon maaf pak, saya di terminal Arjosari, njenengan ke sini bisa?”
Mungkin karena sudah tengah malam dan kondisi yang agak gerimis, Bang Grab dengan agak marah bilang ke saya dari seberang telepon.
“Nggak mas, batalkan saja pesanannya, jangan bermain-main dengan orang yang sedang bekerja.” Katanya dengan nada marah.
“Ngapunten, pak, ngapunten…kulo mboten paham.” Kata saya meminta maaf. Tak lama kemudian sambungan telepon pun terputus.
Saya sama sekali tidak berniat mempermainkan Bang Grab, hanya karena kurang kefahaman dan kecermatan saya terhadap aplikasi tersebut, yang menyebabkan tragedi di tengah malam tersebut terjadi. Tentu itu karena kesalahan saya yang kurang cermat dan hati-hati.
Tulisan ini saya buat sekaligus sebagai permohonan maaf kepada bang Grab yang telah saya rugikan. Saya berdoa semoga beliaunya dikaruniai nikmat sehat, mendapatkan rejeki yang turah-turah dan barakah. Aamiin.
*Bangilan, 27/01/2020*