Melepaskan Masyarakat dari Jeratan Utang

1
1855

“Teladan itu turun ke bawah, bukan naik ke atas.” (Joseph Joubert)

“Jawaban yang lemah lembut dapat menyingkirkan kemarahan.” (George Rona)

Adalah sebuah keprihatinan melihat fenomena kehidupan sehari-hari di masyarakat. Utang seakan menjadi sebuah kewajaran yang musti dilalui. Utang seakan menjadi lagu wajib agar dapat diterima di tengah masyarakat. Perhelatan pernikahan harus utang. Pindah rumah, ada ritual doa dengan mengundang tetangga, utang. Kelahiran bayi, aqiqah, utang. Diterima kerja, syukuran, utang. Meninggal, prosesi pemakaman dan doa, utang. Pengajian, ketempatan, utang. Arisan RT, ada sajian snack dan minum, utang. Iuran kerja bakti, utang. Dana social, utang.

Kita pun tidak dapat menyalahkan mereka sepenuhnya. Mereka sudah bekerja, namun penghasilan tidak mencukupi. Untuk beberapa orang masih bisa menerapkan “Jangan besar pasak daripada tiang”. Bila pemahaman agama seseorang cukup bagus, dia akan berusaha agar pengeluarannya tidak melebihi pemasukannya. Wajar. Pertanyaannya adalah apakah benar demikian adanya? Bagaimana sebenarnya potret ekonomi di Indonesia? Bagaimana system penggajian dalam dunia kerja di Indonesia?

Dalam konteks kebudayaan dijelaskan bahwa kebudayaan itu bukan saja pewarisan nilai budaya terdahulu. Kebudayaan itu bisa juga bermakna menciptakan nilai budaya baru. Nah, persoalannya adalah seberapa kuatkah masyarakat mampu berdaya menghadapi budaya yang melingkupinya?

Ketika kita berbicara tentang peningkatan kualitas agama, maka faktanya, tidak bisa dilepaskan dari persoalan ekonomi. Anda muslimah yang taat dan menginginkan para wanita mengenakan jilbab? Anda tidak bisa hanya bicara dalil Al-Qur’an bahwa berjilbab bagi wanita itu wajib hukumnya. Kita juga harus mampu menyediakan kebutuhan jilbab baginya, sehingga memungkinkan bagi si wanita tersebut mengenakan jilbab sesuai dengan syariat agama. Keluar rumah, berjilbab. Ke kantor, ke sekolah, ke pasar, ke kampung, ke tetangga, berjilbab. Tentu seseorang membutuhkan jilbab lebih dari satu.

Ketika berbicara pendidikan anak usia dini pun tidak lepas dari persoalan ekonomi. Pemerintah telah menganjurkan anak mendapat pendidikan sedini mungkin. Dibuatlah PAUD dengan berbagai jenis layanannya. Ada Kelompok Bermain, Taman Pengasuhan Anak, adapula SPS (Satuan PAUD Sejenis). Ini PAUD Non Formal. Adapun TK (Taman Kanak-Kanak) dimasukkan dalam kategori PAUD Formal.

Apakah semua anak usia dini terlayani dalam PAUD dan TK? Ternyata masih ada anak usia PAUD dan TK yang belum terlayani karena terkendala masalah keuangan. Orang tuanya tidak punya uang untuk membayar. Layanan PAUD pun tidak punya anggaran untuk bisa membantu mereka. Utang akhirnya menjadi pilihan bagi mereka yang kepepet harus menitipkan anaknya. Atau anak dibiarkan saja tidak mendapatkan layanan PAUD, tanpa stimulasi apapun, karena orang tua juga tidak faham. Lembaga yang bertugas memberikan sosialisasi pendidikan anak usia dini pada orang tua semacam ini juga kurang bergerak.

Lalu di manakah kita dapat memutus mata rantai utang? Mungkinkah kita memutus mata rantai utang?

Bank Wakaf Mikro Usaha Mandiri Sakinah (BWM Unisa) Yogyakarta adalah program pemerintah yang berupa Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah (LKMS) di lingkungan pesantren yang berfokus pada pembiayaan masyarakat kecil dengan system kelompok. Dalam hal ini, Otoritas Jasa Keuangan  (OJK) bekerjasama dengan Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) dalam membentuk LKMS untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Tujuannya adalah mewujudkan gerakan pembebasan anggota dan masyarakat dari belenggu rentenir, jerat kemiskinan, dan ekonomi ribawi. Gerakan pemberdayaan meningkatkan kapasitas dalam kegiatan ekonomi riil dan kelembagaannya.

BWM Unisa merupakan lembaga keuangan mandiri syari’ah yang diluncurkan oleh Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah bekerjasama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) ini dijalankan oleh Universitas Aisyiyah Yogyakarta dengan menggandeng Pimpinan Ranting Muhammadiyah dan Aisyiyah Nogotirto Sleman.

Dijelaskan oleh Ketua Umum PP Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini, pembentukan bank wakaf ini bermula dari kerjasama antara PP Aisyiyah dan OJK saat pelaksanaan tanwir di Surabaya pada Januari lalu. Selain Unisa, LKMS juga dibentuk di Pesantren Ummul Mukminin Aisyiyah Makasar, dan Pimpinan Daerah Aisyiyah Tuban. ‘Aisyiyah tidak pernah berhenti dengan program-programnya yang berpihak pada kelompok dhuafa mustadhafin,” tegas Noordjannah saat soft launching Bank Wakaf Mikro Usaha Mandiri Sakinah di kampus Unisa Yogyakarta, Jumat (3/8/2018).

Manajer LKMS Unisa, Dhanang Tulus Firmanu mengatakan, pada tahap pertama sudah terkumpul 25 perempuan pengusaha mikro untuk diberi bantuan modal. Mereka dibagi dalam lima kelompok dengan jumlah anggota sama banyak. Selain berwujud modal, penerima manfaat juga dibekali pelatihan untuk pengembangan bisnis.

“Usaha yang dijalankan beragam seperti toko kelontong, laundry, pedagang pasar, dan penyetor pakaian batik di Malioboro. Untuk tahun pertama ini kami menargetkan bisa membantu 500 orang penerima manfaat,” jelasnya.

Usaha Mandiri Sakinah merupakan bank wakaf mikro kedua yang diresmikan di DIY. Yang pertama dibentuk adalah Almuna Berkah Mandiri di Krapyak, Bantul. Sebanyak 25 nasabah Usaha Mandiri Sakinah yang telah lulus pelatihan wajib kelompok, akan mendapatkan fasilitas pembiayaan tahap awal sebesar Rp 1 juta. Nominal itu bisa meningkat seiring perkembangan usaha nasabah.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan, skema pembiayaan bank wakaf mikro adalah tanpa agunan dengan nilai maksimal Rp 3 juta, dan margin bagi hasil setara 3 persen per tahun. Secara nasional, hingga pertengahan tahun 2018 telah berdiri 26 bank wakaf mikro dengan total pembiayaan senilai Rp 6,052 miliar kepada 5.735 nasabah.

SILMI, apakah itu?

Silmi adalah silaturahmi mingguan yang dilaksanakan setiap seminggu sekali di setiap himpunan/ kelompok BWM Unisa. Tujuannya adalah untuk silaturahmi sekaligus membayarkan angsuran pinjaman dan melaksanakan pemberdayaan , baik dari segi agama, usaha dan pengetahuan lainnya, dari BWM Unisa kepada penerima manfaat (nasabah).

Dalam satu kelompok silmi terdapat 10 hingga 15 anggota.  Saat ini ada 25 silmi dengan total 365 penerima manfaat (nasabah).

Beberapa kali saya diminta menyampaikan materi kajian dalam pertemuan silmi. Ada hal menarik yang perlu diketahui oleh masyarakat terkait pinjaman BWM ini. Selain memberikan pinjaman, terjadi juga proses edukasi. Nasabah dikondisikan untuk berdaya secara ekonomi, namun membaikkan juga keadaan dan kehidupan keluarganya, suaminya, pendidikan anaknya. Mereka diminta membacakan ikrar. Ikrar yang dibacakan saat pertemuan silmi adalah:

Bismillahirrahmanirrahim

Atas namaMu Ya Allah, aku melaksanakan tugas mulia ini, mengikuti pertemuan silmi. Terimalah ia sebagai ibadahku kepadaMu. Untuk itu karuniakanlah kami kemampuan untuk:

  1. Saling mengingatkan agar selalu berkata jujur, menepati janji, amanah dan disiplin.
  2. Saling membantu mengatasi kesulitan sesama anggota.
  3. Bersama suami, berusaha meningkatkan kesejahteraan keluarga.
  4. Memanfaatkan dana Bank Wakaf Mikro untuk meningkatkan pendapatan keluarga dan mengembalikannya tepat waktu.
  5. Mendidik dan menyekolahkan anak supaya menjadi cerdas, sholihin sholihat, berbakti kepada kedua orang tua, dan mengabdi hanya kepada Allah swt.

Allah menjadi saksi atas ucapan dan perbuatan kami.

Ketika ikrar itu diucapkan dalam pertemuan mereka yang seminggu sekali, hal ini akan membentuk pribadi nasabah untuk kembali ke jalan rel kehidupan yang benar. Bahwa perdagangan, perniagaan yang mereka usahakan itu musti dilandasi dengan semangat beribadah hanya kepada Allah saja.

Fulanah adalah seorang nasabah yang tinggal di dekat dusun kami. Umurnya sekitar 50 tahun. Bu Fulanah berjualan nasi sayur di pagi hari di dekat rumahnya. Ada sesuatu yang berbeda dari pedagang nasi lainnya. Dia berjualan secukupnya, sekira jam 06.15 wib sudah habis. Untung yang diambilnya tidak banyak, sekira cukup untuk membuka usahanya kembali keesokan harinya. Ketika saya tanya mengapa jam 06.15? Beliau menjawab karena beliau harus melanjutkan tugas momong anak kecil di suatu daerah. Beliau baik dengan keluarga tersebut, maka dia akan momong sambil membantu membereskan pekerjaan rumah lainnya, sampai sekira jam 14 saat ibu sang anak telah pulang kerja. Putri Bu Fulanah juga sudah bekerja membuka usaha sablon. Dia pun memajukan usahanya dengan menjadi nasabah BWM Unisa.

Membebaskan masyarakat dari jeratan utang memang bukan pekerjaan sekali jadi. Dibutuhkan alternative-alternatif kemungkinan yang bisa membuat mereka dapat bernafas untuk menyambung kehidupannya. Tugas kita untuk membantunya. Menyuarakannya kepada pemerintah, membangun budaya pendidikan yang membebaskan dan mencerahkan, membangun jejaring dengan para funding, sekolah, institusi, lembaga terkait, maupun dengan perguruan tinggi. Janganlah perguruan tinggi hanya menjadi menara gading. Tri dharma perguruan tinggi sudah saatnya menjadikan kepentingan masyarakat sebagai basis pengetahuan. Agar penelitian dan pengabdiannya bermanfaat bagi masyarakat. Agar pengajarannya menyediakan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam masyarakat, menjadi para penggerak di masyarakat. Bukan menciptakan pengangguran. Wallahu a’lam.[]

Yogyakarta, 21 Maret 2020 M/ 26 Rajab 1441 H.

Sri Lestari Linawati yang akrab disapa Mbak Lina atau Bu Lina ini memulai kehidupannya bersama dengan masyarakat. Pesan Ibunya, memanggil jiwa Lina membangun kehidupan masyarakat. Jadilah Lina seorang pegiat literasi, penggagas dan pengelola BirruNA “PAUD Berbasis Alam dan Komunitas”, peneliti pada Pusat Dunia (Pusat Studi Anak Usia Dini dan Keluarga Yogyakarta), dan kini mengabdi sebagai Dosen UNISA Yogyakarta. Bersama Adim suaminya dan NKDY keempat buah hatinya, Lina terus bergerak membersamai masyarakat. “Menggerakkan Irmawati”, Januari 1997, adalah buku solo perdana perempuan asal Jember ini. Buku solo keduanya, “Bahasa Arab di Mata Santri ABG: Studi Persepsi Pembelajaran Bahasa Arab Siswa SMP Ponpes Modern MBS Yogyakarta”, Mei 2018. Buku antologinya antara lain “Resolusi Menulis” (Mei 2017), “Mendidik Anak di Era Digital” (Oktober 2017), “Virus Emcho” (Desember 2017), “Perempuan Dalam Pusaran Kehidupan” (Maret 2018), “Sahabatku Inspirasiku” (Maret 2018), “Belajar Kehidupan” (Januari 2019), “Literasi di Era Disrupsi” (Juli 2019), “Moderasi Beragama”, “Sejuta Alasan Mencintai Indonesia”, “Guru Pembelajar Bukan Guru Biasa” (Januari 2020), “Virus Emcho: Lintas Batas Ruang-Waktu (Maret 2020).  Lina bisa dihubungi di email sllinawati@gmail.com atau no hp/WA 0812.15.7557.86.

 

 

 

 

 

 

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here