Oleh Syahrul*
Apakah kebahagian bisa dibeli? Bisa lah. Pake apa? Ya, pake uang lah. Bagaimana caranya? Sederhana saja. Begini, suatu hari, saya membaca sebuah artikel (status facebook) seseorang, tentang sesosok ayah yang wajahnya selalu memancarkan kebahagiaan. Setelah diselidiki, sang bapak ternyata memiliki amalan di luar kebiasaan orang pada umumnya.
Memang, sesuatu yang sedikit selalu mahal harganya.
Saya mencoba mengamalkan, meskipun sudah imitasi, namun sensasinya tetap terasa. Ketika belanja buah, saya pun asyik memilih dan memilah disaksikan oleh istri dengan heran. Pembeli yang aneh, tebak saya melihat ekspresinya. Pertanyaannya baru keluar setiba di rumah. “Bi, kenapa beli yang tua-tua, yang sudah hampir rusak?”
“Mi, kita kan akan segera mengkomsumsinya. Lalu habis dan selesai. Sementara si penjual tentu akan segera merugi, malihat buah-buahannya sebentar lagi rusak, sementara setiap pembeli yang datang, pasti memilih yang masih baru dan segar. Bisa jadi, istri dan anaknya menanti di rumah.”
“Subhanallah,” jawab istri sambil nyenggir. Entah sambil membatin, “Tumbel. Kesamber jin darimana?”
Ini kadang-kadang saya lakukan. Tergantung kondisi. Jika penjualnya toko besar, saya juga memilih yang terbaik.
Pada kesempatan yang lain, setiap jajan atau belanja di warung, atau Amang Ojek, bakso keliling, saya niatkan bukan hanya beli untuk dimakan dan selesai. Juga menyelipkan niat melariskan dagangan mereka. Begitu pula, pesan saya kepada anak-anak, untuk niat ini. Bukan hanya sekedar belanja, selipkan niat sedekah, membantu, dan menolong sesama. Insyaallah pahalanya jauh lebih besar.
Untuk kasus tertentu, terkadang kami beli sesuatu yang tidak terlalu dibutuhkan.
Misal, seorang bapak duduk di emperan toko besar sambil menggelar jualannya. Hanya beberapa tundun pisang. Kami putuskan membeli dengan harga yang ditawarkan tanpa menawar, meskipun saat itu, kami habis belanja dan tidak terlalu membutuhkannya. Membuat mereka tersenyum bahagia adalah membeli kebahagian.
Dalam satu bulan ini, sudah ada 3 sampai 4 orang datang menawarkan kalender 2021. Setiap penawaran tidak ada yang kami tolak, meski harga sedikit mahal, dan kami sudah tidak butuh lagi, namun melihat senyum dan doa-doa yang tulis dari bibir mereka itu jauh lebih mahal dari sekedar uang yang dikeluarkan.
Mau kalender baru? Ke rumah yuk.
Mungkin cara seperti ini ada yang tidak setuju, ya tidak mengapa. Namun, beginilah kami mencoba menjalani hidup untuk sesama. Mari belanja ke warung tetangga. Mari lariskan pedangan-pedangan kecil. Tawar yang wajar, kalau perlu tanpa tawar, kalau bisa lebihkan.
Seribu kelebihan yang diberi, tidak akan membuat kita miskin, pun tidak akan membuat mereka kaya. Namun, Allah adalah pemilik langit dan bumi. Al-Ghani wal Mughni, Dzat yang Maha Kaya dan Mengayakan. Limabelas abad yang silam, Nabi yang mulia sudah mengingatkan, “Kasihilah yang ada di bumi, maka yang di langit akan menurunkan kasihnya.”
*Guru ISMUBA