MENGGALANG KERJASAMA ANTAR-MUSLIM
Muhammad Chirzin
Umat Islam saat ini berjumlah dua miliar dari hampir delapan miliar seluruh penduduk bumi. Kuantitas muslim yang demikian besar niscaya diimbangi dengan kualitas yang memadai. Namun demikian, kenyataannya tidak seperti yang diharapkan. Berapa banyak muslim yang hidup di bawah garis kemiskinan yang tersebar di negara-negar yang mayoritas pendudukan beragama Islam, termasuk di Indonesia. Keadaan tersebut niscaya menjadi keprihatinan dan perhatian semua. Bukankah Allah swt telah mendeklarasikan, bahwa orang-orang beriman itu bersaudara, sebagaimana tertera dalam Al-Quran,
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah, perbaikilah hubungan antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Al-Hujurat/49:10).
Terlaksananya persaudaraan Muslim itu merupakan idaman utama umat Islam yang terbesar. Atas dasar itulah Rasulullah saw menyampaikan khutbah pada haji wada, yakni haji perpisahan, tentang arti persaudaraan yang hakiki. Rasulullah saw menggambarkan hubungan mukmin dengan mukmin lainnya ibarat satu tubuh. Jika salah satu organ tubuh sakit, maka organ tubuh yang lain ikut merasakannya.
Langkah-langkah nyata dari persaudaraan orang-orang beriman, pertama, ialah tolong-menolong dalam kebajikan dan takwa. Allah swt berfirman dalam Al-Quran,
Hai orang yang beriman, janganlah kamu langgar lambang-lambang Allah, dan jangan langgar kehormatan bulan-bulan suci, mengganggu binatang-binatang untuk kurban, binatang-binatang yang sudah diberi tanda, dan orang-orang yang mengunjungi Baitullah mencari kurnia dan keridhaan Tuhannya. Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah kebencianmu kepada suatu golongan karena merintangimu dari Masjidilharam, mendorong kamu berbuat sewenang-wenang. Hendaklah kamu tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa, dan jangan saling membantu dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah. Allah amat dahsyat hukuman-Nya. (QS Al-Maidah/5:2)
Muslim sepatutnya menjemput perintah Allah swt untuk tolong-menolong dalam kebaikan itu dengan menginventarisasi berbagai aktivitas yang termasuk dalam kategori kebaikan, baik secara individual maupun komunal. Misalnya, menyantuni orang fakir, miskin, anak-anak yatim, orang-orang yang kurang mampu, dan yang terbebani utang, baik saudara dekat, maupun saudara jauh, tetangga dekat maupun tetangga jauh, dan sebagainya.
Termasuk dalam kategori tolong-menolong ialah saling mengingatkan untuk selalu memegangi kebenaran dan bersabar dalam segala keadaan. Allah swt berfirman,
Demi waktu sepanjang sejarah. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan amal saleh, serta nasihat- menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS Al-Ashr/103:1-3)
Imam Syafii pernah berkata tentang bobot surat Al-Ashr sebagai berikut. “Andaikata Allah swt tidak menurunkan Al-Quran selain surat Al-Ashr, maka cukuplah!” hal itu karena hidup ini memang harus dilandasi dengan iman dan diisi dengan amal kebaikan. Agar seseorang atau suatu kelompok orang dapat istiqamah dalam iman dan ketakwaan, maka hendaklah mereka saling mengingatkan satu dengan yang lain.
Dalam pembukaan surat Al-Maidah tersebut terdahulu Allah swt berfirman,
Hai orang yang beriman, penuhilah janji. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. Yang demikian itu dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (QS Al-Maidah/5:1).
Sejak dalam kandungan manusia sudah mengikat janji dengan Allah swt dan mengakui-Nya sebagai Tuhannya. Hal itu tertera dalam Al-Quran,
Ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman: “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul, Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi.” Kami lakukan yang demikian itu agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap keesaan Tuhan ini.” (QS Al-Araf/7:172)
Manusia juga berjanji kepada Allah swt dengan menerima mandat sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Betapa berat amanat khilafah itu, hingga secara simbolis digambarkan, bahwa langit, bumi, dan gunung-gunung enggan memikul amanat itu, hingga diterima oleh manusia. Allah swt menarasikan hal itu dalam Al-Quran,
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim lagi bodoh. (QS Al-Ahzab/33:72)
Dalam rangka menggalang kerjasama, manusia niscaya berbuat baik kepada sesama, menegakkan keadilan, dan bermurah hati kepada kerabat. Allah swt berfirman dalam Al-Quran,
Allah memerintahkan berbuat adil, mengerjakan amal kebaikan, bermurah hati kepada kerabat, dan Dia melarang melakukan perbuatan keji, mungkar, dan kekejaman. Dia mengajarkan kepadamu supaya menjadi peringatan bagimu. (QS An-Nahl/16:90)
Dalam ayat yang lain Allah swt mengaskan agar manusia berbuat baik kepada sesama, sebaagaimana Allah swt telah berbuat baik kepadanya.
Carilah dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kehidupan akhirat, dan janganlah lupa bagianmu di dunia ini; dan berbuat baiklah kepada sesama, sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu; dan janganlah kamu mencari kesempatan berbuat kerusakan di muka bumi. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan. (QS Al-Qashash/28:77)
Sibghah atau celupan jati diri orang-orang beriman berikutnya ialah beramar makruf dan nahi mungkar. Hal ini sangat kontras dengan kelakuan orang-orang munafik yang berorientasi mengajak orang berbuat mungkar dan menahan dari perbuatan makruf. Allah swt berfirman,
Kaum munafik, laki-laki dan perempuan, mempunyai saling pengertian satu dengan yang lain; mereka menganjurkan yang mungkar, dan melarang yang makruf, serta menggenggam tangan. Mereka melupakan Allah, dan Dia pun melupakan mereka. Golongan munafik itulah yang menyepelekan ajaran agama. (QS At-Taubah/9:67)
Dan orang beriman, lelaki dan perempuan, saling menjadi pelindung satu sama lain; menganjurkan yang makruf, dan melarang yang mungkar; mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah yang akan mendapat rahmat Allah. Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (QS At-Taubah/9:71)
Amar makruf dalam konteks masa kini termasuk mengajak, mendorong, memotivasi, dan mempengaruhi orang untuk melakukan kebaikan dengan contoh dan suri teladan. Sedangkan nahi mungkar adalah sebaliknya. Untuk itulah Allah swt “membeli” harta dan jiwa raga mereka dengan barter surga, yakni untuk berjuang pada jalan-Nya.
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. Itu telah menjadi janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain dari Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. Mereka itu adalah orang-orang yang bertobat, beribadah, memuji, melawat, rukuk, sujud, dan menyuruh berbuat makruf serta mencegah berbuat mungkar dan memelihara hukum-hukum Allah. Gembirakanlah orang-orang mukmin itu. (QS At-Taubah/9:111-112)
Amar makruf, yakni mengajak berbuat kebaikan, niscaya dilakukan dengan cara yang baik. Begitu pula nahi mungkar, mencegah dari perbuatan buruk, niscaya dilakukan secara baik pula. Bila tidak, maka nahi mungkarnya hanya akan beranak kemungkaran.