Menggalaukan Guru SMAN 6 Madiun Dengan Pembelajaran STEM

1
2971

Oleh: Marjuki

Senin, 07 Oktober 2019, sehari penuh berhasil menggalaukan guru SMAN 6 Madiun. SMAN 6 Madiun yang dipimpin pak Prawito, S.Pd., M.Si., termasuk sekolah favorit sebelum dan zonasi. Banyak prestasi yang disabet baik akademis maupun non-akademik. Prestasinya mulai tingkat kota, provinsi, maupun nasional. Demikian juga para alumninya banyak yang sukses di masyarakat. Tak ayal kepercayaan masyarakat makin tinggi.

Kegalauan para guru menyeruak saat ditanya, apakah dasar bapak ibu memilih model pembelajaran? Responnya beragam, tengok kanan-kiri, pandang atas-bawah. Hal itu menggambarkan ketidakpastian, ragu, bahkan blank. Tidak sedikit yang ketawa-ketiwi, sambil bergumam, ya sesuai contohnya pak.

Bapak ibu tahu apa tidak, mengapa KD 3.1 selalu berpasangan dengan KD 4.1? Mengapa KD 3.2 selalu KD 4.2? Mengapa KD 3.3 selalu dipasangkan 4.3? Responnya tidak karuan. Mereka makin galau, makin tidak nyaman. Mereka tampak sulit menyampaikan jawaban yang dimaksud. Bapak ibu, apakah saya jauh-jauh ke sini membuat bapak ibu makin fain-fain saja ataukah makin galau. Mereka spontan tertawa, “ger”.

Mereka menjawab, tampak tidak kompak. Hal ini dapat dipahami. Sebagian besar menjawab, “galau pak”. Nah, galau itu pertanda, bapak ibu mulai “mendapat hidayah”. Respon mereka, “ger” lagi. Ya pak “galau pol.” Mereka galau karena terjadi “konflik kognitif”, terjadi pertentangan hebat dalam benaknya. Betapa tidak. Selama memilih model tidak melalui prosedur yang benar. Memilih model berdasarkan asumsi dan perkiraan saja.

Asumsi seperti apa yang dijadikan dasar memilih model? Mereka makin “blingsatan”. Pertanyaan yang tidak biasa membuat makin “keruh”. Saya mengulangi pertanyaan, apakah kehadiran saya membuat bapak ibu makin “jelas” atau makin “keruh”? Mereka tertawa lepas, “ger”. Makin “keruh pak”. Keruh pertanda mulai dapat “hidayah”. Mereka tertawa lagi, “ger”

Strategi memilih model pembelajaran dengan menganalisis dimensi KD3 dan KD4. Dimensi KD3 ada empat (4), yaitu; Faktual, Konseptual, Prosedural, dan Metakognitif. Dimensi faktual mencakup; Simbol, lambang, nama, peristiwa sejarah, air, bumi, langit, matahari, dll. Dimensi konseptual mencakup; Pengertian, konsep, rumus, definisi, teori evolusi, rotasi bumi, dll. Dimensi prosedural mencakup; Teknik, cara, algoritma, langkah-langkah, prosedur, proses. Dimensi Metakognitif mencakup; kemampuan menggunakan ketiga dimensi sebelumnya, pemanfaatan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari, dampak sosial dan lingkungan hidup.

KD4 ada dua (2) dimensi, yaitu; Abstrak dan Konkret. Dimensi keterampilan abstrak mencakup; Keterampilan yang tidak diobservasi, misalnya keterampilan menyelesaikan masalah, keterampilan mengaitkan makna, dll. Dimensi keterampilan konkret mencakup; Keterampilan yang dapat diobservasi, misalnya memotong, menggergaji, menyajikan, dll.

Misalnya KD 3.1 dimensinya faktual berpasangan dengan KD 4.1 dimensinya abstrak atau konkret, disarankan memilih model Inquiry learning. Model Inquiry learning dikhususkan untuk melatih berpikir kritis peserta didik. Konteks masalah biasanya dalam KD sudah muncul. Masalah yang muncul adalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang terjadi pada lingkungan hidup, dan masalah sosial dalam kehidupan.

Selama ini mereka tidak memperhatikan pentingnya analisis dimensi KD3 dan KD4. Akibatnya tidak teridentifikasinya masing-masing dimensi KD3 dan KD4. Model pembelajaran dipilih dengan asal saja. Hal ini terjadi malpraktek. Malpraktek yang direncanakan (by design). Malpraktek juga dapat dikatakan telah terjadi kecelakaan (accident) dalam pembelajaran.

Jika KD3 dimensinya konseptual bertemu KD4 dimensinya abstrak atau konkret, disarankan memilih model pembelajaran Discovery learning. Model pembelajaran Discovery learning secara khusus digunakan melatih berpikir kreatif dan inovatif. Konteks masalah dalam KD tidak muncul, maka gurulah yang memunculkan masalah baru. Masalah baru yang sengaja dibuat guru harus dipecahkan peserta didik. Peserta didik dilatih bagaimana membangun gagasan sendiri. Peserta didik difasilitasi untuk menemukan untuk menemukan konsep.

Jika KD3 berdimensi prosedural berpasangan dengan KD 4 berdimensi abstrak, disarankan memilih model pembelajaran Problem based learning. Konteks masalah dalam KD sudah ada, yaitu masalah otentik, masalah faktual, masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Masalah otentik dapat berupa; Pencemaran air, pencemaran tanah, pencemaran udara, dan pencemaran lingkungan lainnya.

Jika KD3 dimensinya prosedural berpasangan dengan KD4 dimensinya konkret, disarankan memilih model pembelajaran Project based learning. Konteks masalah tidak muncul di KD tetapi guru harus memunculkan masalah yang harus dipecahkan oleh peserta didik. Konteks masalah yang harus dimunculkan guru, misalnya “pembuatan wedang jahe yang paling enak”. Peserta didik diberi tantangan untuk dapat membuat wedang jahe yang paling enak. Wedang jahe yang paling enak merupakan masalah yanarg harus dipecahkan peserta didik secara kreatif dan inovatif. Pembelajaran dengan model Project based learning menghasilkan produk berupa wedang jahe.

Setelah melewati kegalauan yang hebat, para guru mulai cerah karena tanda-tanda mendapat hidayah makin jelas. Para guru sudah mulai dapat menganalisis dimensi KD3 dan dimensi KD4. Para guru sudah mulai dapat memilih model pembelajaran yang sesuai dengan dimensi KD3 dan KD4.

Dengan demikian para guru mulai terhindar dari malpraktek. Malpraktek dapat diminimalisir dengan strategi memilih model pembelajaran.

Semoga menginspirasi. Salam Literasi.

Nganjuk, 10 Oktober 2019

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here