Menggali Potensi Mitra Sosialisasi

0
1074

Oleh Agus Hariono

Partisipasi masyarakat dalam Pemilu merupakan keterlibatan masyarakat dalam proses penyelenggaraan Pemilu. Tingginya partisipasi Pemilu menjadi tolok ukur rendah dan tingginya legitimasi hasil Pemilu. Namun seringkali justru ukuran tinggi-rendahnya partisipasi hanya dilihat dari tingkat kehadiran pemilih di TPS. Padahal partisipasi masyarakat bentuk-ragam-jangkauannya luas.

Sejak dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu, sejak itu pula masyarakat atau pemilih dapat berpartisipasi. Rentang waktunya panjang, bentuk partisipasinya juga beragam. Bentuk partisipasi masyarakat sangat beragam, dan yang paling umum adalah memberikan suara di TPS. Selain itu sebenarnya masih banyak yang dapat dilakukan. Misalnya, mendukung partai politik tertentu, mendukung pasangan calon tertentu, menolak atau menyetujui calon atau program partai politik tertentu, melakukan surve atau jajak pendapat, melakukan hitung cepat, menulis artikel tentang Pemilu, melakukan sosialisasi, dan bentuk kegiatan lainnya.

Jadi tidak terbatas pada kehadiran pemilih di TPS untuk mencoblos. Hal inilah yang jarang diketahui masyarakat. Bagi kebanyakan masyarakat, partisipasi dalam Pemilu adalah hadir di TPS. Memang tidak salah. Sama sekali tidak keliru. Namun, apabila dapat berpartisipasi lebih kenapa tidak.

Proses tahapan yang sedemikian panjang sangat kehadiran masyarakat sangat dibutuhkan. Mereka memiliki peran penting guna kelancaran dan keberhasilan Pemilu. Tahapan tahapan dalam Pemilu sebenarnya tidak dapat lepas dari peran masyarakat. Namun demikian, jumlah warga masyarakat yang banyak tidak dapat dijangkau semuanya oleh penyeleggara Pemilu.

Pemilu di Indonesia merupakan Pemilu serentak sehari terbesar lagi terumit di dunia. Oleh karenanya, agar dalam pelaksanaan berjalan lancar dan minim kesalahan, semua aktor—penyelenggara, pemilih dan peserta—wajib mengetahui rangkaian panjang proses penyelenggaraan Pemilu. Dari ketiga aktor utama, barangkali penyelenggara Pemilu dan peserta lebih memahami proses-proses yang ada, namun bagi pemilih, butuh waktu yang panjang guna memahami—salah satunya—tata cara menggunakan hak pillih.

Sebagai gambaran betapa berat dan rumitnya penyelenggaraan Pemilu tahun 2019 lalu. Dalam Pemilu tersebut terdapat lima pemilihan yang diselenggarakan secara bersamaan, yaitu pemilihan presiden dan wakil presiden dan Pemilu legislatif. Dari jumlah pemilihannya saja sudah banyak yaitu lima surat suara. Belum lagi jumlah para calon di masing-masing pemilihan.

Di antara lima surat suara Pemilu 2019, yang paling sederhana adalah surat suara pemilihan presiden dan wakil presiden, karena hanya dua pasangan calon. Sementara empat pemilihan yang lain, jumlahnya banyak dan memusingkan kepala. Iya, benar. Misalnya, surat suara pemilihan anggota DPR RI, jika partai politik peserta Pemilu tahun 2019 sebanyak 16 partai politik, berarti rata-rata di dalam suara akan dipajang daftar calon angota legislatif tersebut sebanyak 16 parpol x rata-rata 10 calon, maka dalam satu suara ada sekitar 160 calon, yang semunya tidak ada fotonya, hanya daftar namanya saja. Untuk menyelesaikan pencoblosan kepada lima surat suara tersebut, perorang membutuhkan waktu antara 5-7 menit.

Kita sudah mengalami betapa berat dan rumitnya Pemilu 2019 lalu. Akibatnya banyak penyelenggara—yang memiliki penyakit bawaan—kelelahan dan bahkan banyak yang meninggal dunia. Kita semua tidak berharap peristiwa serupa terulang. Pada Pemilu 2024 akan datang kurang lebih sama. Aturannya yang digunakan sama dengan Pemilu 2019. Undang-undangnya tidak berubah. Namun, demikian KPU berupaya untuk menyederhanakan surat suara agar memudahkan pemilih dalam menggunakan hak pilihnya.

Upaya mempermudah pemilih dalam menggunakan hak pilih tidak mudah dan bukan tanpa risiko. Sebagaimana Pemilu 2019, seharusnya masyarakat jauh-jauh hari sudah memahami mekanisme pemberian suara di TPS. Namun, faktanya sangat minim, karena memang persiapannya mepet. Untuk Pemilu 2024 akan datang, jauh-juah hari KPU dan pihak-pihak terkait sudah mulai melakukan simulasi-simulasi pemungutan suara. Harapannya, masyarakat sudah dapat mulai mengikuti prosesnya, sehingga ketika nanti hari H pemilih tidak kesulitan dalam menggunakan hak pilihnya.

Setelah KPU melakukan upaya-upaya perbaikan untuk Pemilu 2024. Tugas KPU belum selesai. Teknis penyelenggaraan yang sudah disiapkan dengan matang tersebut harus sampai kepada warga masyarakat, utamanya pemilih. Mustahil, sudah membuat perbaikan sedemikian rupa namun pemilih tetap tidak tahu dan merasa kesulitan.

Agar informasi Pemilu beserta rangkaian tahapannya dapat sampai kepada masyarakat, maka upayanya adalah melalui sosialisasi dan pendidikan pemilih. Sosialisasi merupakan upaya paling utama yang dapat dilakukan guna memberikan informasi kepada masyarakat. Karena jumlah pemilih di Indonesia sangat besar dan beragam. Maka, peran masyarakat sangat membantu. Agar efektif penyebaran informasi tersebut, media paling tepat adalah internet—media sosial, website, youtube, media telekonferensi, dan sejenisnya.

Di antara jenis pemilih yang ada, pemilih pemula merupakan golongan yang paling akrab dengan internet. Aktivitas keseharian mereka hampir tidak lepas dari internet. Mereka sering disebut sebagai digital native. Atau paling tidak, mereka merupakan generasi Z, yang aktivitasnya sarat dengan penggunaan internet.

Sebagai mitra dalam melakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih via internet (media sosial), pemilih pemula merupakan pilihan yang tepat. Hampir semua mereka memiliki gadged atau smartphone. Dan, hampir semua dari mereka memiliki dan aktif di media sosial. Tidak jarang di antara mereka yang menjadi admin di beberapa media sosial yang memiliki followers puluhan bahkan ratusan juta. Maka, ini sangat relevan dengan kondisi pengguna internet di Indonesia yang senantiasa mengalami peningkatan signifikan dari tahun ke tahun.

Besarnya jumlah pemilih dan luasnya wilayah Indonesia, ditambah terbatasnya sumber daya KPU, tidak mungkin dapat menjangkau keseluruhan lapisan masyarakat Indonesia, apalagi jika dilaksanakan secara tatap muka. Mustahil terjadi. Oleh karenanya, menjadikan pemilih pemula sebagai mitra strategis dalam melakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih mutlak dilakukan, utamanya bagi mereka yang memiliki jumlah followers puluhan ribu. Jika sebelumnya KPU sudah pernah melakukan hal sama, maka ke depan upaya ini harus semakin ditingkatkan, agar dapat menunjang pelaksanaan Pemilu 2024 yang demokratis dan berintegritas.

Plemahan, 27 Maret 2022

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here