Oleh: M Arfan Mu’ammar
Secara ekologis, bambu memiliki manfaat seperti meningkatkan volume air bawah tanah, konservasi lahan, dan perbaikan lingkungan. Orang-orang tua kita dahulu memanfaatkan bambu secara ekologis, dengan menanam bambu di belakang rumah. Tempat tumbuhnya bambu itu oleh masyarakat Jawa dikenal dengan istilah “Barongan”.
Sayangnya, pemanfaatan bambu oleh orang-orang tua kita dahulu sebatas kemanfaatan ekologis. Tidak lebih dari itu. Jika ada, itupun sedikit.
Sebenarnya, selain memiliki manfaat ekologis, bambu juga memiliki manfaat industri. Di Sanya China, bambu diolah sedemikian rupa menjadi sangat berharga. Bukan hanya menjadi bahan kerajinan atau bahan membuat rumah. Bambu dijadikan bahan untuk membuat baju, sepatu, dan lain-lain.
Bahannya sama, tapi kreativitas pengelolaan dan teknologinya berbeda, daya jualnya pun menjadi sangat berbeda.
Saat berkunjung ke Hainan China, tepatnya di kota Sanya. Saya beserta rombongan berkunjung ke Toko Bambu. Saya tidak tahu, apakah ini kebijakan pemerintah atau inisiatif travel. Karena setiap wisatawan yang berkunjung ke China, khususnya yang rombongan menggunakan travel, selalu diajak ke toko-toko tertentu. Tour Guide bilang “Toko yang wajib dikunjungi”. Jadi, destinasi wisata bukan hanya di tempat wisata pada umumnya seperti di Nashan Buddist Culture Park, Phoenix Hill, Desa Bali dan Qilou Arcade Old Street. Tetapi, pusat bisnis di China juga menjadi destinasi wisata industri bagi wisatawan asing.
Jadi, bukan hanya destinasi wisata yang diuntungkan dengan kedatangan wisatawan asing, tetapi industri-industri pun ikut bergeliat dan mendapat keuntungan dari kedatangan wisatawan asing.
Di setiap toko atau lebih tepatnya perusahaan yang kita kunjungi, selalu didahulu dengan class presentation. Mereka mempresentasikan hasil produk dari olahan kreatifitas mereka.
Walaupun mereka mengatakan tidak harus beli. Tetapi seringkali 2-3 orang dari rombongan pasti ada yang beli. Apalagi jika presentasi menarik, produk juga murah dan memiliki kemanfaatan yang tinggi, bisa-bisa seluruh wisatawan dalam satu rombongan “khilaf” membeli, tanpa memperdulikan sisa Yuan yang ada di dompetnya.
Salah satu destinasi wisata industri yang menarik wisatawan untuk membeli produk mereka adalah di toko bambu. Seperti biasa mereka mempresentasikan produk mereka sekitar 30 menit.
Mereka menunjukkan dua buah kapas. Kapas pertama diambil dari pohon kapas seperti pada umumnya. Kapas kedua adalah kapas yang diolah dari bahan bambu. Teksturnya lebih lembut dan “keset”.
Kapas yang diolah dari bahan bambu tadi kemudian diolah lagi menjadi berbagai macam pakaian, seperti celana dalam laki-laki dan wanita, handuk, kaos untuk lelaki dewasa bahkan pakaian untuk anak-anak.
Yang cukup menarik adalah celana dalam pria. Kainnya terbuat dari olahan bambu, khususnya pada kain yang menutup pada alat vital pria. Presenter wanita yang mendemonstrasikan membawa bolam lampu, ketika lampu itu ditempel pada kain biasa, lampu tidak menyala. Tapi ketika lampu ditempel pada kain tengah penutup alat vital pria, lampu menyala. Ini menunjukkan bahwa, bahan bambu juga dapat meningkatkan vitalitas kaum pria.
Ada juga handuk yang terbuat dari bahan bambu. Daya serapnya dua kali lipat dibanding handuk biasa. Presenter wanita mengambil segelas air, lalu memasukkan handuk kecil ke dalam gelas itu, lalu mengangkat kembali handuk dari gelas. Apa yang terjadi?. Semua air terserap dalam handuk, dan ketika handuk diangkat, tidak ada setetes air pun yang menetes ke lantai.
Selain itu, ada juga produk souvenir seperti gantungan di dalam mobil dan hiasan meja yang terbuat dari bahan bambu. Souvenir itu diklaim mampu menyerap bau tidak sedap di sekitarnya. Presenter wanita itu membuat uji coba, dengan mengambil segelas air putih, lalu dimasukkan cairan berwarna ke dalamnya, sehingga air berubah menjadi hitam pekat.
Setelah itu, gantungan mobil dimasukkan ke dalam gelas yang berisikan air berwarna hitam tadi. Setelah 10 menit air mulai kembali jernih, dan 20 menit kemudian, air yang awalnya hitam pekat, betul-betul kembali jernih seperti semula.
Karena teknologi dan kreativitas yang tinggi, bambu yang “kurang” memiliki nilai bisa menjadi sangat bernilai.
Sayangnya, bambu di Indonesia kurang memiliki manfaat industri yang bernilai tinggi. Juga bambu saat ini tidak lagi berkontribusi secara ekologis bagi masyarakat. Masihkah pembaca artikel ini di belakang rumahnya memiliki “barongan”?.