Setiap orang ketika melakukan aktivitas menulis dijalankan pada kondisi yang nyaman. Meski tidak semua demikian. Saya sendiri ketika menulis terkadang saya lakukan ketika menunggu istri, teman, atau ketika duduk santai sambil menikmati sebatang rokok. Sampai detik ini, inilah dari sekian kondisi yang memang nyaman bagi saya, meski sebenarnya istri saya sudah geram ketika saya menghisap batang sigaret.
Sekali lagi, semua orang ketika menulis tidak serta merta pada kondisi yang nyaman. Ada yang menulis ketika sedang mengeluarkan unek-uneknya. Hal ini dilakukan supaya pikiran merasa plong. Ada yang menulis dengan memanfaatkan waktu sedikit demi sedikit dengan adanya waktu luang, biasanya dengan sedikit waktu itu hanya dapat menulis satu atau dua paragraf. Akan tetapi jika dilakukan dengan frekuensi beberapa kali, akan menjadi satu artikel yang menarik. Dan masih banyak berbagai ragam kondisi yang bisa dilakukan untuk menulis.
Kondisi menulis memang tidak harus menunggu nyaman, andaikata menunggu nyaman dan kenyamanan itu tidak hadir, maka mustahil akan terwujud sebuah tulisan. Kondisi nyaman itu tidak ditunggu, tapi diciptakan.
Selain nyaman mungkin dalih tentang kesibukan, hal ini menjadi sesuatu yang sering digunakan oleh orang-orang yang ingin menulis, tapi hanya sebatas keinginan belaka. Jika ditanya siapa sih yang tidak sibuk? Jawabannya saya kira tidak ada. Semua orang pasti sibuk, menganggurpun saya kira juga sibuk, sibuk apa? Ya sibuk menganggur.
Menurut saya kunci utama adalah pada memanajemen. Bagaimana memanajemen kenyamanan dan memanajemen kesibukan. Narasi ini senada dengan apa yang dituliskan oleh Pak Emcho, sapaan akrab M. Khoiri. Penulis prolifik asal Surabaya dan sekaligus dosen UNESA Surabaya.
Dia menuliskan di dalam bukunya SOS–Sapa Ora Sibuk–(Unesa University Press:2015) bahwa, Yang membedakan Anda dengan orang lain adalah bagaimana Anda menerapkan manajemen kesibukan, yakni bagaimana menyikapi dan mengelola kesibukan itu sendiri (h. 7). Ya, saya kira apa yang dituliskan oleh Pak Emcho di atas menemukan titik relevansinya tentang bagaimana mengelola kesibukan dengan optimal.
Selanjutnya masih menurut Pak Emcho, jika Anda menyikapi–kesibukan–dengan cerdas dan bijaksana, Anda akan bisa membagi waktu dengan baik dan memilah-memilih mana yang penting dan genting dan mana yang tidak penting dan tidak genting. Sebaliknya jika Anda ceroboh mengelola diri dalam menghadapi kesibukan, Anda akan larut dan hilang di dalamnya (h. 7).
Saya meyakini apa yang disampaikan oleh Pak Emcho adalah sesuatu yang perlu direnungi secara mendalam. Begitu banyak waktu yang terbuang sia-sia untuk pelbagai hal yang kurang berfaedah, sehingga kesempatan untuk melakukan yang lebih produktif hilang tertelan waktu.
Pada kondisi inilah, saya kira penting untuk menyikapi dalam menghadirkan sebuah kenyamanan dalam menulis, pun bagaimana kita memanfaatkan waktu sekecil apapun untuk melakukan perkara-perkara yang bermanfaat, termasuk dalam aspek ini adalah menulis.