Sahabat pembaca semua, saya mau curhat ya. Berkaitan dengan tema menulis. Ini soal, NIAT.
Niat itu penting. Penting, bahkan teramat penting untuk sebuah aksi, tetapi bersikap jujur dalam niat itu jauh lebih penting. Saya jujur, niat awal menulis lebih pada keinginan pragmatis dan meterialistis. Jauh dari kata idealisme melangit; seperti menulis untuk ibadah, bermanfaat bagi orang atau apalah itu. Niat awal adalah agar bisa mendapatkan penghasilan tambahan. Agar dapur tetap bisa mengepul. Menulis for DUIT. Hehe
Sebagai guru honorer di sekolah swasta, apa sih yang lebih diharapkan selain tambahan income agar hidup tetap berlangsung? Anak istri tetap bisa makan esok hari? Ngenes amat yak. Nggak paham apa itu angka kredit, point, naik pangkat dan apalah-apalah itu.
Apakah sudah dapat Duit? Belum. Not yet for today. Karena menulis ternyata tidak terlalu menjanjikan uang, di negeri yang minat bacanya rendah. Tetapi saya mendapatkan kepuasan, dan kepuasan itu ternyata jauh lebih berharga dari lembaran dollar.
Kenapa nggak kerja yang lain, yang lebih penghasinible? Mau jadi artis, wajah nggak menjual, kalah sama Lee Ming Hoo. Mau jadi petani, nggak bakat dan nggak ada tanah warisan selain kuburan, Mau jadi pedagang, nanti ngajarnya berantakan. Gini-gini, jiwa mengajar saya masih cukup tinggi. Hari ini, saya masih mencintai profesi guru, entah besok.
Yang paling mantesi dengan profesi guru adalah menulis. Masih serumpun lah. Kebetulan, ada rasa nyaman berkecimpung dalam dunia tulis menulis. Meskipun itu sangat terlambat menyadarinya.
Emang sudah sampai mana karya tulisannya? Belum banyak. Sampai tahun 2016, belum ada satu pun karya tulis yang lahir. Kemudian mulai serius menulis pada tahun 2017. Satu naskah motivasi perjalanan hidup saya selesai. Relatif cepat menyelesaikannya, karena berdasarkan fakta-fakta kehidupan yang saya jalani. Semacam otobiografi motivasi.
Dengan judul, “11 Jurus Goblol Menjadi Juara,” naskah ini saya kirim ke penerbit mayor. Alhamdulillah, tidak butuh hitungan bulan, dalam beberapa minggu saja jawaban sudah turun. “Maaf Mas, naskahnya kami kembalikan.” Penolakan pertama ini membuatku cukup berkeringat, bulir-bulir jagung menetes dari keningku.
Tidak terima ditolak, saya kemudian memberanikan diri menerbitkannya secara indie. Dengan asumsi, sudah ada bayernya, siswa. Ternyata cost-nya tidak sedikit. Dengan merogoh kocek lebih dalam, terbitlah 50 eks buku ber-ISBN. Harga buku jatuhnya lebih mahal. Hanya beberapa buku yang laku terjual. Modal pun tidak kembali.
Tidak puas dan putus asa. Masak penulis buku motivasi putus asa. Cemeng namanya. Tiba-tiba di akun facebook saya, seseorang menawarkan bergabung dalam sebuah komunitas menulis. Yes, saya gabung. SPN namanya kala itu. Wow, isinya hampir semua penulis, punya buku yang tidak satu bahkan puluhan. Salah satunya Mr. Emcho, 40 an buku. Langsung terjun bebas saya bak cuilan rempeyek.
Melalui komunitas ini, saya diajak salah satu anggotanya untuk mengikuti kelas menulis berbayarnya. Karena track record nya yang luar biasa, puluhan buku dan rata-rata best seller, saya pun ikut. Dengan jaminan buku terbit. Mahal. Sekitar lima kali lipat dari Kelas Menulis Buku Daring kita ini.
Keputusan sudah diambil, the show must go! Awalnya kecewa, karena janji, “Buku dijamin terbit,” itu bukan di penerbit mayor tapi dipenerbit indienya sendiri, bahkan tanpa ISBN. Karena kecewa, maka saya mengikuti kelas ini dengan sangat serius. Dengan niat, akan saya kirim sendiri ke penerbit mayor.
“Mas, tulisannya layak dikirim ke mayor, coba kirim ke Quanta.” Nasihat sang mentor yang saya aminkan sejak awal. “Harus tembus mayor,” mbatinku saat itu.
Akhir tahun 2017 (kalau tidak salah) buku pertama saya, “Indahnya Hidup bersama Allah,” terbit di mayor dan nangkring di TB. Gramedia, se-Indonesia, Rek. Alhamdulillah, modal impas. Dari sini, perjalanan baru dimulai.
Alhamdulillah, setelah saya revisi ulang, buku, “11 Jurus Goblok Menjadi Juara,” sudah di acc penerbit mayor, Jakarta. Insyaallah pertengan tahun 2020 akan beredar di TB. Gramedia. Insyaallah ini akan menjadi buku solo ke-4 yang ada di Gramedia atau mayor. Sebelumnya ada, “Berdagang dengan Allah Nggak Ruginya,” dan, “Recharge Your Iman.” Ada dua antologi yang juga masuk mayor, pada moment ikut lomba menulis keroyokan. Total buku antologi lumayan banyak, ada sekita 20-an buku.
From money to meaning. Awalnya karena uang, kini lebih dari itu, kebermaknaan. Menulis untuk keabadian, keibadahan, kebermanfaatan dan kepuasan. Ternyata, from meaning you’ll get money. Bener nggak?
Bersambung…
Syahrul guru tanvan.