*Menyelami Lautan Al-Fatihah*
Muhammad Chirzin
Maha Benar Allah swt dengan firman-Nya, bahwa andaikata lautan tinta untuk menulis rangkaian kata-kata Allah swt, niscaya habis semua, walaupun didatangkan lagi lautan sebanyak itu pula. (QS Al-Kahfi 109).
Al-Fatihah terdiri atas tujuh ayat yang selalu dibaca Muslim berulang kali pada setiap rakaat dalam shalat fardhu lima waktu.
_Bismillahirrahmanirrahim_
_Alhamdulillahi rabbil’alamin_
_Arrahmanirrahim_
_Malikiyaumiddin_
_Iyyakana’budu waiyyakanasta’in_
_Ihdinashshirathal mustaqim_
_Shirathalladzina an’amta’alaihim ghairilmaghdhubi’alaihim waladhdhallin_.
Al-Fatihah berisi deskripsi tentang Allah swt dan sifat-sifat-Nya, alam semesta, hari pembalasan, ibadah dan permohonan pertolongan, serta permohonan petunjuk kepada Allah swt, dan tiga golongan manusia: orang-orang yang dikaruniai nikmat oleh Allah swt, orang-orang yang dimurkai, dan mereka yang tersesat jalan.
_Allah. Tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Hidup, Berdiri Sendiri, Abadi. Tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat tanpa izin-Nya. Mengetahui apa yang di hadapan dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa pun dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi kekuasaan Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak keberatan memelihara keduanya. Allah Maha Tinggi, Maha Esa._ (QS Al-Baqarah 255).
Menurut Muhammad Abduh, lafal _bismillah_ mengandung lafal tersirat pada permulaannya yang bermakna “Aku memulai dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.”
Hal ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad saw, “Setiap perbuatan yang tidak dimulai dengan _bismillah_ tertolak.”
Segala puji bagi Allah swt sebagai Pemelihara alam semesta. Dia benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dialah Yang menguasai hari pembalasan sebagai pengejawantahan kemahaadilan-Nya kepada semua hamba-Nya. Siapa saja akan menerima balasan setimpal atas segala perbuatan baik dan buruknya.
Ibadah shalat lebih afdhal dilakukan secara berjamaah, selaras dengan kata ganti orang pertama jamak pada ayat _Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in._
Tuhan, tunjukilah kami, dan teguhkanlah kami pada jalan-Mu yang lurus, agar senantiasa dapat beribadah dan mohon pertolongan hanya kepada-Mu saja.
Orang-orang yang Allah swt beri nikmat ialah mereka yang senantiasa bertindak _bismillah_, selalu memuji Allah swt dalam suka maupun duka, dan meyakini hari pembalasan; bahwa Gusti ora sare.
Nabi Muhammad saw mencontohkan tipe orang yang dimurkai ialah kaum Yahudi, sedangkan orang yang tersesat ialah kaum Nasrani pada masanya.
Ibnu Taimiyah mensyarah hadis tamtsil Nabi Muhammad saw tersebut, bahwa (sebagian) kaum Yahudi dahulu layak dimurkai, karena enggan beriman kepada Nabi Isa as sebagai penyempurna ajaran Nabi Musa as, dengan argumentasi, bahwa ia gagah perkasa, menundukkan arogansi dan kedigdayaan Fir’aun yang mengaku sebagai Tuhan.
Kaum Nasrani tersesat karena mereka enggan mengikuti Nabi Muhammad saw sebagai penyempurna ajaran yang dibawa Nabi Isa as. Mereka patut diolok-olok sebagaimana mereka memperolok kalangan Bani Israil yang enggan mengikuti Nabi Isa as.
Al-Fatihah juga mengandung tuntunan adab dan etika memohon kepada Allah swt yang diawali dengan memanjatkan pujian kepada-Nya.
Al-Fatihah sebagai surat pembuka Al-Quran memesona setiap pembacanya, baik sebagai orang yang beriman padanya maupun yang tidak mengimaninya.
Abul A’la Al-Maududi dalam mukadimah kitab _Tafhim Al-Quran_ menulis, bahwa pada hakikatnya Al-Fatihah adalah doa permohonan manusia kepada Allah swt, sedangkan surat-surat berikutnya adalah ijabah atau pengabulan doa itu oleh-Nya.
Di kalangan ulama ada yang menarasikan bahwa intisari Al-Quran adalah Al-Fatihah; intisari Al-Fatihah adalah basmalah; intisari basmalah adalah ba’, dan intisari ba’ adalah noktah (titik). Narasi bernuansa mistis ini beredar di masyarakat, dengan husnuzhan, bahwa mereka meyakini Al-Fatihah ibarat lautan tak bertepi. Wajar, bila KH Bey Arifin menuliskan buah renungannya atas surat tersebut dalam sebuah buku berjudul _Samudera Al-Fatihah._
Para mufasir rata-rata memberikan ruang khusus, bahkan dalam satu jilid tersendiri, untuk menguraikan kandungan surat Al-Fatihah.
Berbeda dengan ulama yang menafsirkannya bernuansa mistis, Ibnu Taimiyah menulis, bahwa intisari Al-Quran adalah Al-Fatihah, dan intisari Al-Fatihah ialah _Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in._
Di hadapan ayat ini orang-orang beriman terbagi menjadi empat kelompok.
Pertama, mereka yang benar-benar hanya menyembah kepada Allah swt, dan benar-benar hanya memohon pertolongan kepada-Nya.
Kedua, mereka yang benar-benar hanya menyembah kepada Allah swt, tetapi tidak benar-benar hanya memohon pertolongan kepada-Nya.
Ketiga, mereka yang tidak benar-benar hanya menyembah kepada Alla swt, tetapi benar-benar hanya memohon pertolongan kepada-Nya.
Keempat, mereka yang tidak benar-benar menyembah kepada Allah swt, dan tidak benar-benar hanya memohon pertolongan kepada-Nya.
_By the way_, kita termasuk kelompok yang mana?
Salah satu pesona Al-Fatihah terletak pada komposisi dan struktur ayat-ayatnya. Pada ayat pertama sampai dengan keempat subjek Allah swt sebagai pihak ketiga (Dia). Sedangkan pada ayat kelima sampai dengan ayat ketujuh subjek Allah swt sebagai pihak kedua (Engkau).
Relasi ayat kelima dan keenam mengisyaratkan bahwa pertolongan Allah swt yang paling dibutuhkan oleh manusia ialah petunjuk, yakni petunjuk jalan yang benar. Mereka yang mengikuti petunjuk-Nya itulah yang dikaruniai nikmat oleh Allah swt, bukan sebaliknya, yakni mereka yang dimurkai, dan mereka yang tersesat.
Pesona Al-Fatihah lainnya ialah keserasiannya, baik keserasian bunyi penutup ayat-ayatnya bilamana disuarakan, maupun keserasian pesan dan kandungan ayat demi ayatnya. Misalnya, bila seseorang membaca ayat pertama, kedua, lalu kelima, maka pembaca tetap menemukan keserasian antara ketiganya. Bahkan, bila seseorang membaca ayat pertama, lalu kelima, dan keenam, niscaya ia menemukan keserasian, dan saling hubungan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.
Al-Fatihah benar-benar lautan makna.