Catatan Kehidupan (27)

MEWUJUDKAN BAITII JANNATII, SULITKAH?
Oleh :
Agung Nugroho Catur Saputro

Saat di tengah wabah virus Corona, kita dihimbau pemerintah untuk tetap stay at home dalam rangka memutus rantai penyebaran virus. Himbauan pemerintah yang sangat ringan tersebut ternyata dirasakan berat oleh sebagian orang. Mengapa?

Pemerintah hanya menghimbau kita untuk tetap di rumah saja. Kita tidak diminta kerja keras atau melakukan pekerjaan yang menguras keringat. Kita hanya diminta untuk tinggal di rumah saja. Itu saja. Tetap di rumah.

Tetapi, mengapa ada orang yang merasa berat melakukan himbauan pemerintah tersebut. Toh himbauan pemerintah tersebut untuk keselamatan bersama. Kalau yang beralasan harus bekerja karena penghasilannya harian masih bisa dimaklumi, yang terpenting tetap bisa menjaga diri dari potensi kemungkinan tertulari maupun menulari. Lantas, bagaimana dengan orang yang ekonominya cukup, pekerjaanya memang bisa dikerjakan dari rumah, ia tidak kekurangan uang dan punya cukup bahan makanan, tetapi ia merasa berat untuk tetap tinggal di rumah dengan alasan bosan di rumah terus?

Dalam sejarah kehidupan Rasulullah Saw, beliau pernah bersabda, “Baitii jannatii” yang artinya rumahku adalah surgaku. Coba kita perhatikan, betapa Rasulullah sangat bahagia berada di rumahnya hingga beliau menganalogikan rumahnya seperti surga. Padahal kita tahu bahwa rumah beliau sangat jauh dari kata mewah. Rumah beliau sangat minimalis dan sederhana. Tetapi mengapa dalam kondisi yang sangat sederhana tersebut beliau masih bisa mengatakan rumahku adalah surgaku? Bagaimana suasana di rumahnya Rasulullah Saw hingga membuat beliau begitu bahagia berada di dalamnya?

Hadis Rasulullah Saw di atas dapat kita pergunakan untuk bermuhasabah. Ketika kita tidak/kurang betah di rumah, apakah berarti kita gagal mencontoh kehidupan Rasulullah? Coba kita renungkan, apakah di surga nanti akan membosankan? Kalau kita mencontoh Rasulullah, maka rumah adalah surga bagi penghuninya sehingga seharusnya kita tidak bosan di rumah. Kalau benar bahwa bagi setiap muslim, rumah adalah surga, maka seharusnya kita tidak pernah merasa bosan ketika di rumah. Tapi bagaimana fakta yang kita rasakan? Apakah kita merasa bosan di rumah sendiri? Lantas, bagaimana agar rumah kita benar-benar terasa seperti surga bagi kita?

Pada kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang ini dimana kita dihimbau untuk lebih banyak waktu di rumah bisa kita pergunakan untuk mengevaluasi apakah rumah kita sudah seperti surga atau belum? Tidak perlu menggunakan instrumen yang rumit-rumit. Cukup kita pergunakan indikator tingkat kebosanan saja. Jika tingkat kebosanan kita rendah menunjukkan kalau rumah kita sudah bagaikan surga karena suasana surga tidak akan membosankan. Tetapi sebaliknya jika tingkat kebosanan kita tinggi menunjukkan bahwa rumah kita masih jauh dari suasana surga. Jika kondisi terakhir yang terjadi di rumah kita, maka perlu kita selidiki faktor apa yang menjadi penyebabnya sehingga kita merasa bosan di rumah sendiri, apakah karena faktor rumahnya atau faktor penghuninya.

Surga adalah simbol puncak kebahagiaan setiap insan. Setiap muslim pasti mengharapkan kelak bisa merasakan kebahagiaan hidup di surga. Apakah untuk bahagia, kita harus menunggu sampai hari akhir nanti? Jawabannya adalah tidak. Kita tidak perlu menunggu sampai hari akhir jika ingin merasakan bahagia. Kita bisa merasakan kebahagiaan ketika hidup di dunia. Bagaimana caranya? Ciptakan surga di rumah kita. Jika rumah kita sudah bagaikan surga, maka setiap hari kita akan merasakan kebahagiaan. Kita tidak akan pernah merasa bosan tinggal di rumah.

Rumah jika dimaknai sebatas wujud fisik, maka makna rumah adalah hanyalah sebuah bangunan. Tetapi jika rumah dimaknai sebagai komunitas dan interaksi sosial yang tidak berbatas sekat bangunan fisik, maka rumah bisa dimaknai dengan keluarga. Jadi rumah merepresentasikan sebuah keluarga. Pulang ke rumah adalah representasi dari kembali ke keluarga. “Rumahku adalah surgaku” bisa mengandung makna “Keluargaku adalah surgaku”. Jika memang demikian, sudahkah keluarga kita menjadi surga bagi kita?

Surga adalah representasi dari kebahagiaan dan kedamaian. Merindukan surga adalah representasi dari merindukan kebahagiaan dan kedamaian. Cinta surga berarti cinta kebahagiaan dan kedamaian. “Rumahku adalah surgaku” bisa bermakna “Rumahku adalah sumber kebahagiaan dan kedamaianku”.

Mari kita ciptakan surga di rumah kita. Mari kita ciptakan kebahagiaan, kedamaian, ketenteraman, ketenangan, dan keharmonisan di rumah kita. Keluarga bisa menjadi sumber kebahagiaan manakala kita mampu mendisain lingkungan keluarga yang menyenangkan. Keluarga dapat menjadi sarana meraih kebahagiaan manakala kita mampu mewarnai pola interaksi di dalam keluarga dengan nilai-nilai spiritual dan kebaikan.

Coba kita renungkan saat himbauan untuk Stay at home sekarang ini. Istri dapat berkreasi menciptakan berbagai menu masakan lezat dan bergizi untuk suami dan anak-anaknya, apakah ini tidak membahagiakan? Istri mempunyai waktu lebih banyak untuk berbakti pada suami demi meraih ridha Allah Swt, apakah ini tidak membahagiakan? Suami memiliki lebih banyak waktu untuk membersamai istri dan anak-anaknya, apakah ini tidak membahagiakan? Suami memiliki waktu lebih banyak untuk meningkatkan hubungan harmonis dengan istrinya, apakah ini tidak membahagiakan? Ibu dapat lebih intens menemani anak-anak menghabiskan waktu di rumah, apakah ini tidak membahagiakan? Ayah dapat memberikan perhatian lebih banyak ke anak-anaknya, termasuk menemani belajar, apakah ini tidak membahagiakan? Anak-anak dapat mempunyai waktu lebih banyak untuk bermain, bercanda, dan bermanja-manja dengan ayah ibunya, apakah ini tidak membahagiakan? Penulis kira semua kondisi tersebut membahagiakan. Mewujudkan visi “baitii jannatii” tidaklah sulit selama semua anggota keluarga memahami tujuan dalam keluarga yaitu mengharapkan ridha Allah Swt dengan menjalankan perannya masing-masing dan mewujudkan kebahagiaan. Sudahkah rumah kita menjadi surga bagi seluruh anggota keluarga?

Demikian renungan kehidupan ini penulis tuliskan. Semoga bermanfaat. Amin.

Gumpang Baru, 8 April 2020.

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here