Nyaman dengan Perubahan

0
767

Oleh Agus Hariono

Disadari atau tidak perubahan akan terus bergulir tanpa mengenal apapun dan siapapun. Ia akan senantiasa mengubah apapun tanpa pernah kompromi. Ia sering diidentikkan dengan hidup dan kehidupan. Bahwa setiap yang hidup pasti akan mengalami perubahan. Mau tidak mau, suka tidak suka perubahan akan terus menghampiri. Sehingga tidak satu pun yang hidup luput dari sentuhan perubahan.

Menyadari bahwa perubahan itu adalah keniscayaan. Maka, kita tidak bisa berkilah, apalagi menghindar. Selama kita hidup kita akan senantiasa berjumpa dengan perubahan, meski kadang ia datang tidak pada waktunya. Di saat kita sedang menikmati suatu, tiba-tiba berubah begitu saja. Contoh sederhana, ketika kita sedang menikmati kopi di saat udara yang dingin, tiba-tiba kopi berubah menjadi dingin. Menjadi terasa kurang nikmat.

Contoh sederhana tersebut berlaku untuk setiap hal yang terkecil dalam hidup manusia. Artinya, itu merupakan isyarat bahwa kita tidak boleh lalai, tidak harus siap dengan perubahan. Kita yang kadang terlalu asyik dengan kesenangan, tapi tidak siap ketika sedih datang. Terlalu asyik dengan aktivitas kita saat ini, tapi tidak siap dengan segala kemungkinan yang terjadi di masa akan datang.

Lalu, apa yang harus kita lakukan untuk menyongsong dan mengiringi perubahan itu? Jawabannya satu, harus nyaman dengan perubahan. Iya, kita memang harus nyaman dengan perubahan. Sebagaimana di atas, bahwa perubahan tidak mengenal apa pun dan siapa pun. Artinya perubahan itu akan berjalan menurut kemauannya sendiri. Perubahan bukan sesuatu yang bisa dipilih karenan memang bukan pilihan, melainkan kepastian. Sehingga mewajibkan kepada kita semua untuk beradaptasi dengan perubahan terhadap perubahan itu.

Sebagai bentuk adaptasi yang kita lakukan terhadap perubahan, kita mengenal yang namannya inovasi. Inovasi oleh Scott D. Anthony diartikan, “Sesuatu yang berbeda atau berdampak.” Lalu, saya ganti kata “sesuatu” dengan “perubahan”, jadi, “Perubahan yang berbeda dan berdampak.” Lima kata tersebut menjadi indikator sebuah inovasi. Apabila sesuatu dikatakan inovasi maka harus berubah, berbeda dan berdampak. Apabila tidak mencukupi minimal tiga kata tersebut, kata Scott tidak termasuk inovasi.

Sebagai contoh bahwa perubahan itu pasti dan inovasi menjadi salah satu alternatifnya, berikut ini saya punya cerita yang pernah saya lihat sendiri. Ada seorang kakek yang ingin menanam bawang merah, namun harus berdebat dengan anak dan cucunya lantaran ia tidak mau menggunakan cara menanam bawang seperti cara sekarang. Cara yang dimaksud adalah perawatan bawang merah yang menggunakan obat yang banyak.

Dulu, kakek tersebut miliki pengalaman sukses menanam bawang dengan hanya menggunakan pupuk kandang dan beberapa penyubur tanaman. Nah, keyakinan itu oleh kakek dibawa hingga sekarang, bahwa menanam bawang merah cukup hanya dengan modal pupuk kandang, sedikit pupuk kimia, dan penyubur tanaman. Nampaknya menurut anak dan cucuknya, ide tersebut sudah tidak relevan digunakan di saat sekarang.

Alhasil, anak dan cucunya mengalah, dan membiarkan sang kakek menggunakan idenya, kemudian anak dan cucu hanya membantu sesuai saran dan petunjuk dari sang kakek. Di tengah jalan ternyata tanaman bawang tersebut tidak kuat dengan cuaca ekstrim, ditambah hama bawang yang kian beraneka ragam. Sehingga sang kakek menjadi bingung dan kalang kabut melihat tanaman bawangnya rusak, bahkan tidak panen. Sementara sang kakek melihat tanaman bawang merah milik anak dan cucunya tumbuh subur dan sehat karena, menggunakan cara perawatan kekinian.

Kisah singkat di atas memberikan contoh betapa kita tidak boleh terjebak dengan keasyikan yang sekarang kita rasakan, karena pasti itu akan berubah di masa akan datang. Sang kakek tetap yakin, dengan cara lamanya, tapi ia lupa bahwa suhu udara sekarang berbeda dengan dulu, begitu juga dengan hama, sangat berbeda antara sekarang dengan yang dulu. Maka, seharusnya tidak lagi menggunakan cara lama, melainkan menggunakan inovasi yang ada sekarang. Berubah tidak seperti dahulu, berbeda dengan cara yang dahulu, dan berdampak pada hasil yang menggembirakan.

Ada contoh lagi yang setema dengan kisah di atas, yaitu tentang menanam bawang. Dulu, ketika saya sering membantu orang tua di sawah, khususnya ketika hendak menanam bawang merah. Kebiasaan di daerah saya, sebelum bawang ditanam, kami harus membuat bedengan selebar kurang lebuh 1,5 – 2 meteran. Tanahnya digemburkan dan digaris untuk tempat membenamkan umbi bawang agar rapi dan jaraknya sama.

Untuk membuat garis pada bedengan tersebut, dulu, kami hanya menggunakan bamboo yang ujungkanya diruncingkan mirip bamboo runcing, Kemudian kami harus menggarisnya segaris demi segaris. Tentu memakan waktu yang lama. Nah, sekarang kami melakukan inovasi untuk membuat garis itu agar waktunya lebih singkat. Jika, dulu kami menggunakan bamboo runcing, sekarang kami menggunakan alat semacam cakar cu pat kai yang bergigi tiga sampai empat. Sehingga sekali tarik sudah tiga atau empat garis terbuat. Tentu waktu lebih hemat tiga atau empat kali lipat dibanding yang dulu.

Itulah yang disebut sebagai inovasi, berubah, berbeda dan berdampak. Contoh di atas hanya sebagian kecil dari kehidupan manusia yang sangat beragam dan kompleks. Namun, setidaknya contoh di atas memberi gambaran betapa perubahan itu tidak mengenal siapa dan apa? Justru kitalah yang harus beradaptasi atau menyesuaikan. Memanglah benar adagium, “Dalam dunia saat ini, inovasi bukanlah sebuah pilihan. Jika kita tidak berinovasi, sama dengan kita sedang menanam bibit kehancuran kita sendiri.” Yah, berarti kita semua harus menjadi inovator, minimal untuk diri kita sendiri.

Wallahu a’lam!

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here