PARADIGMA BERPIKIR MULTIDIMENSIONAL

0
3663

Oleh: Zaprulkhan

“Krisis multidimensional hanya dapat dipecahkan dengan berpikir yang multidimensional, dan tentunya juga dengan mengubah cara pandang yang lebih dapat melihat manusia sebagai makhluk multidimensional pula. Hal ini memerlukan titik tolak pemahaman terhadap manusia yang lebih utuh, tidak hanya berdimensi tunggal. Hakikat manusia bukanlah materi yang hanya bisa dipenuhi kebutuhannya dengan uang. Hal yang sama juga bukan hanya makhluk spiritual saja, yang bisa dipenuhi kebutuhannya dengan doa dan zikir. Demikian juga manusia bukan hanya makhluk ekonomi, makhluk politik, dan makhluk agama, tetapi makhluk yang multidimensionl.”

Kutipan di atas melukiskan core pemikiran Musa Asy’arie tentang paradigma berpikir multidimensional. Bagi Musa Asy’arie, berpikir multidimensional untuk mengatasi puspa ragam problematika yang besifat multidimensional harus berangkat dari sosok manusia itu sendiri sebagai makhluk multidimensional. Manusia bukan hanya terdiri dari unsur jasad yang bersifat fisikal, tapi juga terdiri dari unsur hayat yang bersifat psikologis dan unsur ruh yang bersifat spiritual. Manusia bukan cuma sebagai makhluk rasional yang dengan kapasitas akalnya mampu melakukan penalaran intelektual, tapi juga sebagai makhluk spiritual yang dengan kapasitas qalbunya dapat mencandra realitas transendental.

Oleh karena itu, perbincangan mengenai paradigma berpikir multidimensional harus berawal dari pemahaman yang utuh terhadap hakikat eksistensi manusia yang bersifat multidimensional. Ketika kita gagal memahami hakikat eksistensi manusia sebagai makhluk multidimensional, niscaya kita tidak akan mampu mengatasi pelbagai problematika yang kompleks yang tengah menggelayuti kehidupan manusia itu sendiri.

Dari sini, lalu Musa Asy’arie memotret manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Sang Pencipta dan alam semesta, berjumpa pula dengan realitas yang bersifat multidimensional, yakni realitas agama, realitas filsafat, realitas ilmu pengetahuan atau sains, dan realitas teknologi. Realitas yang bersifat multidimensional tersebut, melahirkan pula beragam kebenaran yang bercorak multidimensional: kebenaran agama, kebenaran filsafat, kebenaran sains dan kebenaran teknologi. Kebenaran yang bersifat multidimensional tersebut pada dasarnya tidak bisa saling menafikan satu sama lain, sebab masing-masing mempunyai ranah kebenarannya sendiri-sendiri.

Kebenaran agama, filsafat, sains dan teknologi harus diintegrasikan untuk saling melengkapi dan bekerja sama secara harmonis, sehingga mendapatkan suatu pandangan kebenaran yang lengkap dan menyeluruh. Tidak untuk saling menyalahkan antara yang satu dengan yang lainnya, tetapi untuk saling menyapa dan menyatu sesuai dengan perspektif kebenarannya masing-masing. Dengan begitu, diharapkan manusia memperoleh kebenaran yang lengkap dan bisa melihat kebenaran secara lebih menyeluruh dan universal sesuai dengan diri manusia yang bersifat multidimensional.

Dengan menyatukan pendekatan agama, filsafat, sains dan teknologi, manusia dengan intervensi kreatifnya akan dapat menciptakan suatu peradaban transendental-universal. Jadi dengan melakukan integrasi antara kebenaran agama, filsafat, sains dan teknologi, berpikir multidimensioanl Musa Asy’arie memiliki tujuan yakni agar dapat menciptakan sebuah peradaban adi luhung: sebuah peradaban transendental yang bersifat universal kemanusiaaan. Yakni untuk mewujudkan kebajikan dan kemaslahatan, kedamaian dan keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia. Pada level ini, dapat kita katakan, paradigma berpikir multidimensional Musa Asy’arie membentuk nalar peradaban dengan melakukan kerja sama secara harmonis antara agama, filsafat, sains, dan teknologi. Ini aspek yang pertama dari berpikir multidimensional yang berhubungan dengan peradaban.

Selanjutnya, dalam interaksinya dengan sesama, manusia juga berhadapan dengan realitas kehidupan yang bersifat multidimensional yaitu kehidupan sosial, budaya, politik, hukum, ekonomi, dan lain-lain. Interaksi manusia dengan sesama dalam kehidupan sosial bukan hanya membuahkan hasil-hasil yang bersifat positif, tapi tidak jarang juga menyebabkan problem-problem sosial yang kompleks. Manusia yang bersifat multidimensional berhadapan dengan realitas yang multidimensional dan mengakibatkan masalah-masalah kemanusiaan yang bercorak multidimensional juga dalam persoalan sosial, ekonomi, hukum, politik, budaya, pendidikan, bangsa, dan lain-lain.

Menghadapi persoalan-persoalan kemanusiaan yang bersifat multidimensional tersebut, niscaya membutuhkan paradigma berpikir multidimensional yang mampu memberikan solusi yang bersifat multidimensional pula. Bagi Musa Asy’arie, berpikir multidimensional pada tataran sosial kemanusiaan adalah berpikir dengan memandang masalah yang dihadapi manusia dari berbagai dimensinya. Berpikir multidimensional hanya dipakai untuk memecahkan problem yang kompleks, yang berkaitan dengan kemanusiaan universal, seperti kemiskinan, keadilan, kesejahteraan sosial, kerusakan lingkungan hidup, bukan persoalan yang semata-mata teknis dan bersifat teknis.

Dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kemanusiaan yang bersifat multidimensional tersebut, maka diperlukan paradigma berpikir multidimensional yang menggunakan pendekatan multidimensional keagamaan, sosial, budaya, politik, hukum dan pendidikan. Ini merupakan aspek berpikir multidimensional yang kedua yang berhubungan dengan persoalan-persoalan sosial kemanusiaan. Pada level kedua ini, dapat kita katakan, paradigma berpikir multidimensional Musa Asy’arie membentuk nalar kebudayaan sebagai solusi terhadap persoalan-persoalan kemanusiaan melalui sarana modal spiritual dan modal pendidikan, modal manusia dan modal budaya.

Itu merupakan ringkasan inti pemikiran Paradigma Berpikir Multidimensional Musa Asy’arie yang saya paparkan dalam acara seminar sekaligus launching Sekolah Filsafat Islam di Padepokan Musa Asy’arie pada hari kamis tanggal 24 lalu bersama Dr. Moch. Nur Ichwan, Ph.D dan Dr. Fahruddin Faiz, M.Ag.

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here