Oleh Agus Hariono
Kesuksesan penyelenggaraan Pemilu tidak hanya ditentukan oleh para aktor penyelenggaraan Pemilu—Penyelenggara Pemilu, Pemilih dan Peserta Pemilu—namun juga partisipasi masyarakat secara umum. Partisipasi masyarakat merupakan salah satu indikator Pemilu yang demokratis.
Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan individu atau kelompok dalam penyelenggaraan Pemilu. Yang disebut masyarakat dalam konteks ini adalah unsur-unsur masyarakat di luar lembaga legislatif, esekutif, yudikatif dan lembaga negara lainnya, yaitu individu warga negara, kelompok, ormas, parpol, media massa cetak maupun elektronik, LSM dan ormas sipil lainnya.
Sesungguhnya partisipasi masyarakat tidak hanya diukur dari kehadirannya di TPS untuk menggunakan hak pilih, lebih dari itu bahwa partisipasi masyarakat dapat dilakukan sejak tahapan dimulai hingga penetapan pasangan calon terpilih. Proses penyelenggaraan Pemilu tidak hanya saat pemungutan suara, tetapi jauh sebelum itu ada proses tahapan yang sangat memerlukan partisipasi masyarakat.
Partisipasi masyarakat dalam pemilu bentuknya sangat beragam dan banyak. Di antara bentuk partisipasi masyarakat yang dapat dilakukan yaitu, melaksanakan sosialisasi Pemilu, melaksanakan pendidikan pemilih, memilih calon atau pasangan calon, memberikan suara sebagai pemilih, menulis dan menyiarkan berita tentang Pemilu, mendukung perserta Pemilu atau calon tertentu, mengorganisasi warga lain untuk mendukung atau menolak program peserta Pemilu tertentu, melakukan pemantauan, melakukan survey, melaksanakan dan menyerbarluaskan hasil penghitungan cepat Pemilu, dan lain-lain.
Ada sekian banyak bentuk kegiatan partisipasi yang dapat dilakukan oleh warga masyarakat. Tentu saja tiap warga masyarakat dapat menentukan bentuk partisipasinya sesuai dengan posisi dan kemampuan, karena tidak mungkin warga masyarakat dapat melaksanakan semua bentuk kegiatan partisipasi. Yang paling umum dapat dikerjakan adalah memberikan suara sebagai pemilih.
Memberikan suara sebagai pemilih adalah partisipasi yang sangat umum. Sebagai penyelenggara kami sangat berharap warga masyarakat dapat mengambil peran lebih dalam gelaran pesta demokrasi. Mengingat pesta demokrasi bukan hanya milik penyelenggara, juga bukan milik peserta, namun menjadi hajat kita bersama.
Karena merupakan hajat kita bersama, pesta demokrasi hendaknya kita ramaikan dan isi bersama-sama. Tidak hanya memberikan suara di TPS saat hari-H pemungutan suara, tetapi lebih dari itu, dapat melakukan sosialisasi, memantau jalannya tahapan Pemilu, dan lainnya. Sosialisasi mungkin adalah pilihan yang lebih mudah bagi warga masyarakat.
Misalnya, hari dan tanggal pelaksanaan pemungutan suara Pemilu Tahun 2024 sudah tetapkan yaitu pada tanggal 14 Februari 2024. Warga masyarakat dapat mengambil peran menyerbarluaskan informasi tersebut kepada warga masyarakat yang lain. Termasuk informasi tentang pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan, masih banyak warga yang menganggap pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan dilaksanakan dalam satu waktu.
Mereka membayangkan jika pada Pemilu 2019 yang 5 (lima) surat suara saja beratnya luar biasa, apalagi ditambah 2 (dua). Tentu tidak terbayangkan betapa sulitnya Pemilu Tahun 2024 mendatang. Itulah kebanyakan yang dipahami oleh warga masyarakat. Dengan keterbatasan penyelenggara untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat, tentu saja dalam melakukan sosialisasi tidak cukup dilakukan penyelenggara sendirian.
Saat ini penyebarluasan informasi dapat dilakukan dengan mudah oleh siapun. Namun, tetap saja meskipun mudah, tetapi kalau tidak memiliki akses tetap saja mengalami keterbatasan. Mengingat sasaran sosialisasi Pemilu adalah seluruh warga masyarakat, utamanya yang memiliki hak pilih. Oleh karena itu, keterlibatan warga masyarakat untuk menyambungkan informasi tersebut kepada warga lain sangat diperlukan.
Partisipasi masyarakat dalam bentuk sosialisasi dikuatkan Peraturan KPU tentang Sosialisasi yang menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia, kelompok, organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, kelompok adat, badan hukum, lembaga pendidikan dan media massa atau elektronik dapat melaksanakan sosialisasi Pemilu.
Mungkin kita perlu merenungkan kata Bertolt Brecht, seorang penyair Jerman yang mengatakan bahwa buta yang terburuk adalah buta Politik. Dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak mengetahui bahwa biaya hidup, harga bawang, harga kacang, biaya sewa, gaji PNS, harga sepatu, besaran SPP bahkan harga minyak, semua tergantung keputusan politik.
Plemahan, 19 Maret 2022