Pengalaman Pertama Kali “Nribun”

0
4751

Oleh: M Arfan Mu’ammar

Setiap kali usai pertandingan sepakbola di Gelora Bung Tomo (GBT) saya selalu berkeluh kesah, ribuan bonek memadati jalanan, bahkan ada sepeda motor masuk tol, “ini anak-anak gak punya etika atau bagaimana ya, sepeda motor kok masuk tol” gumam saya di hati.

Sebagian yang lain bersepeda “bandrekan” (satu sepeda dibuat 3 orang), bahkan ada yang di tengahnya perempuan, “duh gusti” saya semakin mengelus dada.

Mereka bersepeda beriringan, dengan “blayer” (mengegas dengan suara knalpot blong), sebagian tidak memakai helm, walaupun ada juga yang menggunakan helm.

“Apa sih yang dicari mereka? rela turun ke jalanan, berdesak-desakan, demi membela club sepakbola kesayangan mereka. Tidak adakah aktifitas lain yang lebih bermanfaat?” Selalu saja saya menggerutu melihat perilaku mereka.

Sabtu 29 Februari 2020 lalu, saya turun bersama mereka, berbaur bersama mereka. Lha kok bisa? Senjata makan tuan barangkali, hehe.

Jangan terlalu membenci sesuatu, karena bisa jadi suatu saat kau akan mencintainya, dan jangan terlalu mencintai sesuatu, karena bisa jadi suatu saat kau akan membencinya. Mungkin itu kata yang tepat buat saya, hehe.

Tapi, saya ke GBT bukan karena sudah mencintai sepak bola, namun karena kampus saya Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya) telah melakukan MoU dengan Persebaya. Tahun 2020 ini, logo UMSurabaya resmi menempel pada jersey Persebaya.

Setiap sponsor mendapatkan jatah tiket gratis, kebetulan setiap fakultas mendapatkan jatah satu tiket nonton pertandingan. “Pak ini ada tiket nribun mau ikut apa tidak?” Pesan masuk di WhatsApp saya dari kepala Humas kampus.

“Gratis dan VVIP gak?” Jawab saya singkat.

“Iya ini VVIP dan gratis pak, pascasarjana dapat satu tiket” dia merespon.

“Asiaaappp” balas saya dengan gembira.

Memang seumur-umur saya tidak pernah menyaksikan sepak bola langsung dari stadion, paling-paling menonton lewat televisi, pertandingan yang ditonton pun adalah piala dunia 4 tahun sekali, itu saja pada saat final, hehe.

Ketika mendapatkan kesempatan menonton langsung di GBT, apalagi menonton pembukaan Liga 1, salah satu even sepak bola tertinggi di Indonesia, tentu tidak saya lewatkan begitu saja. Walaupun sudah terbayang betapa sesak dan riuhnya, ikut berdesak desakan dan bermacet macetan bersama bonek.

Di sepanjang jalan, saya melihat baleho kampus UMSurabaya berjejer di jalan menuju GBT. Rasanya bangga sekali, kampus kami menjadi bagian dari pertandingan yang paling bergensi di Indonesiea.

Karena saya tidak memiliki pengalaman nribun di GBT, maka saya mengajak sepupu saya yang biasanya nribun di GBT. “Mas sampean ini nanti parkir di luar atau di dalam” tanya sepupu saya sambil berhenti menunggu lampu merah, memang saat itu saya lebih memilih naik sepeda motor daripada mobil, dengan pertimbangan sepeda bisa lebih mudah menembus kemacetan daripada mobil.

“Terserah awakmu wae lul, enake yang mana, seng penting bisa keluar lebih cepat” jawab saya sekenanya, sambil memulai memacu sepeda, karena lampu hijau sudah menyala.

Pada akhirnya kami memilih untuk parkir di luar, walaupun jarak antara parkiran dengan stadion cukup jauh, dan biaya parkir 10.000,- tapi parkir di luar cenderung lebih mudah keluar, tidak terkena macet. Kalau parkir dalam, memang jarak lebih dekat, dan biaya parkir hanya 5.000, tapi ketika keluar stadion pasti akan macet dan berdesakan.

Pembukaan berjalan cukup meriah dan menarik, ada suguhan musik dan tari ubur-ubur yang lagi viral di media sosial. Dilanjutkan dengan cuplikan video pertandingan dari berbagai macam pemain dan klub sepakbola.

Total penonton seluruhnya adalah 50.000,- (lima puluh ribu), tapi dari sekian ribu penonton, ada sudut dari tribun yang cukup menyita perhatian saya, yaitu “Green Nord”. Supporter pada Green Nord selalu bernyanyi dari awal hingga akhir acara. “Apa ya gak capek ya, bernyanyi terus?”.

Opening Ceremony Liga 1

Mereka menggunakan kostum yang agak berbeda dengan yang lain, warna biru dan putih. Dan di akhir waktu, mereka serentak melepas kaos mereka, sehingga mereka semua bertelanjang dada. 

Saya hanya mengelus dada. Menurut info dari teman-teman, memang mereka seperti itu, di setiap pertandingan ya memang seperti itu tradisinya. Bagi yang sudah terbiasa nribun, pasti hal tersebut adalah hal yang biasa, sedangkan bagi saya yang pertamakali nribun, tentu hal itu sangat aneh dan tidak biasa.

Pertandingan berjalan cukup seru, karena kedua FC beradu cukup seimbang, saya kira Persib Kediri lawan yang ringan, rupanya tidak bisa diremehkan juga. Persebaya di awal permainan sudah kebobolan, melalui tendangan bebas akibat pelanggaran. Namun persebaya bisa menyusul ketertinggalan di beberapa menit selanjutnya.

Hingga akhir permainan, skor masih seimbang satu sama. Saya sedikit kecewa karena ini kostum sudah baru semua, mulai dari kaos hingga topi, tapi Persebaya tidak menang, hehe. Namun setidaknya Persebaya tidak kalah. Tapi seri.

Sesuai prediksi, karena sepeda motor saya parkir di luar, walaupun jalanan cukup jauh, tapi saya bisa pulang dengan kondisi jalan masih lengang, tidak macet dan berdesakan. Supporter lain yang parkir di dalam, untuk keluar dari stadion saja butuh waktu sekitar satu jam setengah.

Semoga Persebaya di tahun ini, bisa mencapai targetnya, yaitu sebagai juara pertama pada Liga 1 tahun 2020. Jika itu terjadi, tentu kampus UMSurabaya juga akan ikut terangkat. Amiin.

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here