Psikologi Pendidikan

0
1587

*Psikologi Pendidikan*

Sri Lestari Linawati

Negara mencerdaskan bangsa melalui pendidikan. Dibuatlah sekolah, mulai PAUD, TK, SD, SMA, Perguruan Tinggi. Di Perguruan Tinggi masih ada jenjangnya pula, yaitu S1, S2, S3. Kemudian menulis dan menulis pada keilmuannya hingga diangkat sebagai guru besar.

Pertanyaannya, mengapa mendidik itu gampang-gampang susah? Karena mendidik itu berurusan dengan hati, jiwa. Setiap orang memiliki pengalaman, latar belakang ekonomi, budaya, sosial, pendidikan yang berbeda-beda. Karena itu menyelami jiwa peserta didik memerlukan hati yang tulus. Mengajar dengan hati.

Di lembaga PAUD sering kita temui anak yang temperamen tinggi. Pendidik jangan buru-buru menuduhnya anak nakal atau hiperaktif. Ketika ditelusuri sebabnya, di dalam keluarga, ayah ibunya menuntunnya sempurna. Harusnya anak bisa ini itu. Mustinya anak sopan dan manis tutur katanya, namun orang tua kurang memberi teladan.

Di SD, sering kita temui anak-anak itu suka bikin keributan. Guru tidak boleh buru-buru menilainya nakal, hiperaktif, dan tidak pinter. Bisa jadi energinya besar, belum mendapatkan penyaluran bakat dan minatnya.

Seringkali kita temui siswa SMP ada yang bermalas-malas saat pelajaran. Kita tidak bisa serta merta menuduhnya bodoh. Bisa jadi dia sedang lapar, belum sarapan karena bapaknya tidak punya uang. Mau minta teman tidak enak hati, malu.

Di SMA ada anak yang suka coret-coret. Guru tidak boleh serta merta menuduhnya usil dan tidak cerdas. Bisa jadi dia menjadi seorang seniman kelak karena kreativitasnya itu.

Begitu pula mahasiswa S1. Ada juga yang ketika masuk kelas hanya duduk di pojok sambil utak-utik hp. Atau ketika daring begini, dia setor tugasnya minimalis. Enggan menulis argumen yang sip markusip sesuai kata hatinya. Tak bisa serta merta kita menilainya tidak cerdas. Bisa jadi dia handphone baru, namun pemberian ayahnya itu tidak sesuai dengan keinginannya. Atau dia sedang kesulitan sinyal di rumahnya.

Apa pelajaran yang bisa kita ambil?
Pendidikan itu memerlukan pendekatan hati. Pendidikan itu melakukan proses transfer of knowledge dan transfer of values, transfer pengetahuan dan transfer nilai.

“Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Siapa yang diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali Ulul albab.” (Al-Baqarah: 269).

Ayat ini mengajarkan kepada kita tentang pentingnya psikologi pendidikan dalam proses pendidikan/ pembelajaran/ perkuliahan.

Sebagai orang tua kita perlu mengajar anak-anak kita dengan baik dan sepenuh cinta dan kasih sayang. Jangan arogan mentang-mentang orang tua sudah punya ilmu dan pengalaman sejagad. Swear ini tidak mudah.

Sebagai pendidik, guru, dosen, marilah mengajar dengan menghadirkan hati kita yang tulus semata menghadapkan diri pada Allah. Kita mengajar adalah menghadirkan Allah dalam kehidupan. Mendidik adalah membantu menemukan rencana Tuhan bagi diri peserta didik.

Ayat ini mengajarkan pada kita untuk tetap menebar kebaikan, memotivasi dan memberi inspirasi pada setiap peserta didik, siswa, mahasiswa, apapun adanya mereka. Bisa jadi seolah bagi kita, dia tampak bodoh. Tidak faham apa yang kita ajarkan. Lantunkan doa pada Allah agar dia faham dengan kuasaNya.

Allah-lah yang menghendaki hambaNya mengerti atau tidak. Allah-lah yang membukakan pintu ilmu. Oleh karena itu, bagi kita yang mengajar atau mengelola lembaga pendidikan, mustilah terus menyuarakan suara keabadian, menghadirkan semangat kedamaian Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Bisa jadi anak yang dulunya kita anggap bodoh, anak yang bisanya hanya membaca Al-Quran itu, ternyata kelak dialah anak yang sukses dan bermanfaat bagi masyarakat, menjadi penggerak pemberdayaan masyarakat, mencerdaskan masyarakat sekitarnya dengan program-program kreatif, edukatif dan produktif.

Dalam konteks inilah kita perlu bersikap adil, menghargai setiap anak, meyakini bahwa setiap anak terlahir cerdas. Kita harus belajar _nguwongke_, belajar memanusiakan manusia. Hanya dengan menghargai kemanusiaan, peradaban bangsa ini mampu kita bangun bersama. Wallahul musta’an.

Pagi cerah di Djokjakarta, 27 Juni 2020

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here