SATU TAMBAH SATU BISA JADI TIGA

0
1271

Dave Trott menulis buku, One + One = Three: A Masterclass in Creative Thinking (2015) yang dialihbahasakan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Fairano Ilyas, Satu + Satu = Tiga: Belajar Kreatif dari Karya-karya Masterpiece Dunia (Jakarta: Kompas-Gramedia, 2017).

Buku ini berisi pendahuluan, bagian satu sampai dengan sembilan, dan ucapan terima kasih. Pendahuluan: Mengapa Satu Tambah Satu Sama dengan Tiga. (1) Penyesalan Lebih Buruk daripada Rasa Malu; (2) Arsitektur Pilihan; (3) Makna Hukum Sesungguhnya, Bukan Makna Tersurat; (4) Pesannya adalah Medianya; (5) Bencana adalah Berkah; (6) Nilai dari Kebodohan; (7) Pertanyakan Pertanyaannya; (8) Keyakinan Mengalahkan Fakta; (9) Kreativitas itu Kacau. Ucapan Terima Kasih.

Pada pendahuluan Dave Trott menulis, menurut Steve Jobs, bahwa gagasan baru mana pun tidak lebih dari kombinasi baru dari unsur lama. Kemampuan membuat kombinasi baru itu tergantung pada kemampuan kita melihat keterkaitannya. Itulah yang membuat beberapa orang lebih kreatif. Mereka lebih mahir melihat hubungan itu, lebih mahir mengenali hubungan yang mungkin terjalin. Mereka mampu melakukan hal ini karena mereka memiliki lebih banyak pengalaman, atau lebih banyak memikirkan pengalaman itu daripada orang lain. Mereka lebih mahir menghubungkan titik-titik yang ada, karena mereka memiliki lebih banyak titik yang harus dihubungkan. Itulah masalah di industri “kreatif.”

Kebanyakan orang tidak punya pengalaman beragam. Mereka mungkin tahu banyak hal, tapi hanya sedikit-sedikit. Jadi, mereka hanya mendapatkan solusi linear yang bisa diprediksi. Semakin luas pemahaman kita tentang pengalaman manusia, semakin banyak titik yang harus kita hubungkan semakin kreatiflah gagasan kita.

Seorang professor matematika dari India menulis bahwa meningkatkan secara pesat otak yang kita gunakan adalah hal yang mungkin saja terjadi. Namun, tidak dengan cara konvensional. Sebaliknya, justru dengan cara yang sangat bertolak belakang. Rahasianya, sekali lagi, adalah hubungan yang kita ketahui.

Secara konvensional, orang hanya belajar lebih banyak hal. Mereka belajar lebih banyak hal tentang apa pun yang mereka minati. Cara belajar seperti itu menghasilkan pertumbuhan yang kecil dan lambat dalam penggunaan otak, karena kita hanya menambah sesuatu yang sudah kita ketahui pada otak kita. Namun, bila gagasan baru adalah kombinasi baru dari gagasan yang sudah ada, semakin banyak hubungan yang bisa kita ciptakan, semakin banyak gagasan yang kita hasilkan.

Untuk pertumbuhan yang nyata, kita perlu mengidentifikasi bidang yang tidak secara alami kita minati, lalu menyelidiki bidang itu. Hal itu melipatgandakan secara masif jumlah hubungan baru yang dapat kita buat dengan simpanan pengetahuan yang sudah kita miliki. Karena sudah tidak bisa diprediksi lagi, sekarang hal itu menjadi orisinal dan mengejutkan.

Setiap hubungan akan menjadi hubungan baru dengan segala hal lain yang kita ketahui. Jadi, kreativitas kita langsung berhubungan dengan banyaknya hubungan yang bisa kita buat, yang menjadi inti buku itu. Dari system lama 1+1=2 menjadi system baru 1+1=3.

Apa yang tidak mereka lakukan?

David Geffen adalah orang Yahudi kelahiran Brooklyn. Ia ingin hidup di antara “orang-orang yang menawan.” Maka pada usia 18 tahun ia pindah ke Los Angeles. Masalahnya, dia tidak mahir melakukan apa pun dan dia dipecat dari setiap pekerjaan yang dilakoninya. Dia membahas masalahnya itu dengan seorang actor yang juga sedang berjuang.

Actor itu berkata, “Anda tidak bisa melakukan apa-apa? Anda seharusnya menjadi agen. Mereka tidak melakukan apa-apa.” Geffen menanggapinya dengan serius. Dia mendapatkan pekerjaan di William Morris Agency di ruang surat. Ketika mengantarkan surat kantor, Geffen mengamati apa yang dilakukan para agen. Dia berpikir, “Yang mereka lakukan hanyalah mengatakan omong kosong di telepon sepanjang hari. Saya bisa melakukannya. Saya juga bisa bicara omong kosong di telepon.”

Geffen memperhatikan bahwa yang mereka lakukan adalah berusaha membuat kontrak dengan artis mapan. Itu tidak masuk akal. Artis mapan lebih mahal, dan persaingan untuk membuat kontrak dengan mereka lebih sengit. Bagi Geffen, lebih masuk akal menemukan artis yang belum mapan. Jadi, itulah yang dia lakukan.

Sementara semua agen lain sedang di rumah bersama keluarga mereka, Geffen pergi ke klub dan bar untuk mencari bakat-bakat terpendam sebelum orang lain menemukannya. Dia membuat kotrak dengan orang-orang yang belum memiliki agen. Kemudian, dia menjadi agen paling sukses di William Morris. Dia begitu mahir, sampai-sampai dia membuka label rekaman sendiri saat berusia 27 tahun: Asylum Records.

Bukan karena Geffen lebih mahir, lebih Tangguh, lebih cepat, lebih pintar, lebih kaya, atau berpendidikan lebih baik daripada orang lain, bukan dengan berusaha mengalahkan orang lain dalam permainan mereka sendiri. Namun dengan mengamati orang lain dan berpikir, “Apa yang tidak mereka lakukan?” Jadi, dia melakukan apa yang tidak dilakukan orang lain.

Tidak ada yang perlu ditakuti selain rasa takut itu sendiri

Ayah Dave Trott meninggalkan sekolah pada usia 13 tahun yang waktu itu memang dilakukan oleh kebanyakan orang. Dia mulai bekerja di suatu lokasi pembangunan. Pada masa itu, rumah-rumah di London Timur tidak dilengkapi leding. Jadi, setiap pukul enam pagi dia bangun, pergi ke halaman belakang, dan membuang es yang menutupi keran, lalu membuka kemejanya dan mencucinya. Malam hari, pulang kerja, ketika semua orang pergi ke pub, dia tidak ikut. Dia pulang, lalu belajar membaca dan menulis dengan benar agar bisa mendapatkan pekerjaan lebih baik.

Dia lulus ujian masuk kepolisian. Inilah pola hidupnya. Apa pun yang tidak dia sukai, apa pun yang membuatnya merasa tidak nyaman, tak dia hindari. Dia menghadapinya secara langsung dan melampauinya. Sebagai polisi muda dia ditugaskan pada giliran kerja malam. Saat itu jalanan masih diterangi lampu teplok. Jadi dia harus berjaga malam selama delapan jam di jalan yang penerangannya buruk. Dia berpikir, bahwa cara terbaik untuk mengalahkan rasa takut adalah dengan menghadapinya.

Sekitar pukul dua pagi dia berjalan ke tengah Tooting Bec Common, wilayah yang sangat luas di dataran liar. Tidak ada apa-apa di sana, kecuali beberapa hutan kecil dengan rumah sakit jiwa dan kuburan di tengahnya. Ke situlah dia pergi. Semua hitam pekat, tanpa lampu jalanan tanpa penerangan sama sekali. Satu-satunya suara adalah bunyi ranting patah yang terinjak olehnya, dan jeritan menyayat dari rumah sakit jiwa.

Dia pergi ke kuburan, lalu mencari kuburan yang miring ditumbuhi tanaman. Kemudian ia duduk di atasnya, membuka bungkusan sandwich, dan makan dengan perlahan. Dia melatih dirinya untuk tidak takut pada kegelapan. Tidak memercayai hal-hal mengerikan yang ada di pikirannya.

Saat terburuknya adalah ketika dia berjalan menerobos hutan merasakan sesuatu menyentuh wajahnya. Dia mengulurkan tangan untuk mengetahui apa yang menyentuh wajahnya. Ternyata kaki, yang setelah diraba ke atas, tersambung dengan paha yang mengayun perlahan. Di kegelapan yang pekat, dia harus menurunkan tubuh itu. Ternyata yang dia temukan adalah salah seorang pasien sakit jiwa yang kabur dari rumah sakit jiwa dan menggantung diri.

Pengalaman yang tidak menyenangkan, tapi begitulah cara dia menaklukkan rasa takutnya pada kegelapan. Dia menempatkan diri di tempat yang lebih buruk dari bayangannya, dan dia menaklukkannya. Dia menaklukkan bayangannya sendiri. Di situlah realitas bermula. Saya pikir dia memahami apa yang dikatakan Buddha lebih dari 2.000 tahun yang lalu, “Tidak ada hal yang dapat membahayakan seseorang melebihi pikirannya sendiri yang tidak dijinakkan.”

Arsitektur Pilihan

Di suatu sekolah di Amerika, para remaja perempuan baru mencoba-coba pakai lipstick. Mereka masuk ke kamar mandi perempuan untuk memakainya. Lalu, sambil tertawa terkekeh, mereka menempelkan bibir di cermin besar sehingga bekas bibir mereka terlihat. Ini memberi pekerjaan tambahan bagi petugas kebersihan.

Kepala Sekolah meminta anak-anak itu tidak melakukannya. Tentu saja, mereka mengabaikannya. Dia pun membawa anak-anak itu ke kamar mandi untuk mendemonstrasikannya. Dia berkata, “Butuh kerja keras untuk membersihkan bekas lipstick dari cermin.” Lalu, dia berkata kepada petugas kebersihan, “Tolong, tunjukkan kepada anak-anak ini apa yang harus dilakukan untuk membersihkannya.” Sang petugas kebersihan memasukkan kain pel ke kloset, memerasnya kuat-kuat, dan mengelap cermin. Lalu memasukkan lagi kain pel ke kloset, dan mengulangi prosesnya. Sejak hari itu, tidak ada lagi benas lipstick di cermin.

Suatu ketika, sekolah mengalami masalah dengan sampah. Bungkus permen, keripik, kaleng, dan botol minuman ringan berserakan di halaman. Namun, penjaga kantin tidak mengeluh atau mengomeli anak-anak. Dia menulis nama mereka di keripik dan permen ketika mereka membelinya. Itu saja, hanya nama anak yang membeli. Dan masalah sampah langsung hilang dengan seketika. Itu adalah arsitektur pilihan. Bila Anda pintar, Anda bisa menata ulang arsitekturnya. Jadi, satu ide tambah satu ide sama dengan tiga ide. Begitulah salah satu teori kecerdasan hubungan.

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here