Oleh: M Arfan Mu’ammar
“Semua dari kita adalah pahlawan, minimal pahlawan bagi keluarganya sendiri” (Dr. Moh. Anas Kholish)
Pada tanggal 08 November 2020, Zagreenada Denatura (kumpulan alumni Gontor tahun 2003), mengadakan agenda rutin bulanan yaitu Zagreen Sharing Session. Pada Zagreen Sharing session kali ini, diangkat tema: Success Story from Zero to Hero. Ada tiga narasumber yang akan memaparkan pengalamannya, yaitu Dr. Moh. Anas Kholish, Mulyana dan Apri Yuanita EH, Amd. Keb. Mereka bertiga adalah alumni Gontor tahun 2003.
Pemilihan mereka bertiga sebagai pemateri dikarenakan, dalam pandangan panitia, ketiganya memiliki prestasi yang tidk biasa di antara banyak alumni Gontor, khususnya pada alumni 2003. Salah satunya yang sangat inspiratif adalah Dr. Moh. Anas Kholish, beliau adalah tunanetra pertama peraih gelar doktor di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Tema yang diangkat Anas Kholis cukup menarik: “Tetap bahagia dan tersenyum di tengah keterbatasan: modal afektif bagi para kaum difabel”. Anas ingin menyampaikan bahwa menjadi difabel tidak sesuram yang dibayangkan, selain itu dengan selesainya program doktor yang ia tempuh, setidaknya dapat menjadi yuris prudensi akademik bagi para difabel dan non difabel.
Anas dahulu adalah remaja yang normal, sebagaimana remaja pada umumnya, saya sendiri pernah satu kelas dengan Anas Kholis di kelas 3 KMI Gontor. Tidak jauh berbeda dengan teman-teman yang lain. Saya sendiri, bahkan juga mayoritas teman-teman Gontor yang lain tidak mengetahui, kalau pada pertengahan tahun 2001, tepatnya pada liburan Syawwal kenaikan kelas 4 KMI, Anas mendapat vonis dari dokter, bahwa ia mengidap retinitis pigemntosa (gangguan saraf retina) sebuah penyakit perlahan-perlahan akan mengambil penglihatannya.
Setelah vonis itu, keadaan Anas sempat down dan terpuruk secara psikologis, tetapi ibu dan keluarganya terus memotivasi agar Anas mampu bangkit dari keterpurukan itu, apalagi di kelas 5 dan 6 KMI harus menghadapi ujian akhir yang cukup berat. Anas ingin membuat sisa waktu penglihatannya untuk hal yang bermanfaat dan dapat dikenang, sebelum benar-benar matanya tertutup.
Setelah lulus KMI Gontor, Anas menimba ilmu ke pesantren tahfidz Al-Quran di Kudus Jawa Tengah, ia bertekad untuk menghafalkan Al-Quran sebelum matanya betul-betul tertutup, akan tetapi usahanya gagal dan kandas. Pada tahun 2005 ia hijrah ke Malang untuk melanjutkan studi S1 di UIN Maulana Maliki Malang. Karena kegigihannya, Anas menjadi lulusan terbaik pada tahun 2009 dan mendapatkan beasiswa kultural dari WS Foundation. Lalu ia melanjutkan S2 pada tahun 2011 di almamater yang sama.
Semenjak menjadi mahasiswa, ia aktif belajar menulis, karena ia meyakini bahwa menulis adalah jejak sejarah yang terus abadi. Ia juga aktif di kajian-kajian dan limited grup. Hingga pada tahun 2014, ia mendirikan pojok peradaban institute sebagai kampus alternatif.
Usaha Anas Kholis belajar menulis membuahkan hasil, sebelum pandangannya tertutup, ia sudah mampu menghasilkan 9 buku referensi, yaitu: 1). Hukum Islam Progresif; Epistemologi Alternatif dalam Menjawab Problem Kemanusiaan., 2). Epistemologi Hukum Islam Transformatif; Sebuah Tawaran Metodologis dalam Pembacaan Kontemporer., 3). Diskursus Bernegara dalam Islam; Dari Perspektif Historis, Teologis Hingga Keindonesiaan., 4). Menjadi Muslim Nusantara Rahmatan Lil ‘Alamin; Ikhtiar Memahami Islam dalam Konteks Keindonesiaan., 5). Hukum Islam dan Hukum Barat; Diskursus Pemikiran dari Klasik Hingga Modern., 6). Menggugat Negara; Dialektika Ekonomi Politik, Hukum dan Civil Society., 7). Fiqh HAM; Ortodoksi dan Liberalisme Hak Asasi Manusia dalam Islam., 8). Politik Hukum Islam; Reposisi Eksistensi Hukum Islam dari Masa Kerajaan Hingga Era Reformasi di Indonesia., 9). Konfigurasi Fiqh Poligini; Kritik Terhadap Paham Ortodoksi Perkawinan Poligini di Indonesia. Selain buku-buku tersebut, Anas Kholis juga menulis beberapa artikel di jurnal nasional maupun internasional.
Pada tahun 2015, Anas melanjutkan studi S3 dengan beasiswa kultural dari WS Foundation dan Hilmi Foundation. Dalam perjalanan studi S3nya itu, pandangannya semakin lama semakin menyempit, hingga akhirnya tertutup pada tahun 2018. Setelah matanya tertutup, ia sempat down dan berputus asa untuk melanjutkan studi S3nya. Setelah setahun terpuruk dan putus asa, di tahun 2019 ia mendapat motivasi dan dorongan dari guru spiritualnya untuk segera menyelesaikan studi S3, agar dapat menjadi yuris prudensi akademik buat para difabel dan non difabel. Namun, dalam menyelesaikan disertasinya, ia harus berjuang ekstra karena pandangannya sudah tertutup.
Berkat ketelatenan dan kesabaran sang istri mendogengkan dan membacakan buku-buku referensi kepada Anas, serta membantu dalam penulisan, akhirnya Anas Kholis dapat menyelesaikan studi S3 dengan predikat cum laude pada tanggal 07 Oktober 2020, dan dinobatkan sebagai tunanetra pertama peraih gelar doktor di UIN Maliki Malang.
Perjuangan Anas Kholis ini perlu mendapat apresiasi yang besar, baik dari lembaga pendidikan maupun dari masyarakat dan dari para difabel. Pasalnya, Anas bukan saja mendorong para difabel untuk tidak berputus asa dan berkecil hati, bahwa dengan keterbatasan, difabel tetaplah bisa berprestasi. Selain itu, prestasi Anas ini bisa menjadi pelecut bagi kita yang masih diberi pandangan yang sempurna oleh Allah Swt, bahwa yang terbatas saja bisa, kenapa yang normal tidak bisa bahkan bermalas-malasan.
Walakhir, walaupun dengan keterbatasan seperti itu, Anas Kholis tetaplah menjadi pahlawan bagi para difabel, dan setidaknya pahlawan bagi anak-anak dan istrinya di rumah. Sebab semua dari kita bisa menjadi pahlawan, minimal bagi orang-orang terdekat kita.