Bangsa Indonesia menghadapi multi krisis. Krisis ekonomi, sosial, politik, hati nurani, akhlak, dan karakter bangsa. Mahatma Gandhi menyebutkan tujuh dosa yang mematikan: berkembangnya nilai dan perilaku budaya kekayaan tanpa bekerja, kesenangan tanpa nurani, pengetahuan tanpa karakter, bisnis tanpa moralitas, ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan, dan agama tanpa pengorbanan.
Secara primordial Allah swt menjadikan manusia khalifah di muka bumi (QS 2:30). Untuk melaksanakan tugas tersebut Dia memperlengkapi mereka dengan berbagai sarana berupa naluri, intuisi, pancaindera dan akal pikiran (QS 16:78).
Sebagian manusia tidak bersungguh-sungguh melaksanakan amanat tersebut, padahal kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas segala anugerah-Nya. Kegagalan manusia melaksanakan amanat khilafah adalah karena kurang mensyukuri segala anugerah Ilahi.
Mereka mempunyai hati, tetapi tidak mau menyadari, mereka mempunyai mata, tetapi tidak juga mau melihat, dan mereka mempunyai telinga, tidak juga mau mendengar. Mereka sudah seperti ternak, bahkan lebih sesat lagi, karena mereka sudah lalai (QS 7:179).
Khalifah yang sempurna mempunyai kemampuan inisiatif sendiri, dan tindakannya memantulkan kehendak Sang Pencipta. Berbuat benar, memutuskan perkara dengan adil, ingat hari kiamat, istiqamah, dan tidak mengikuti hawa nafsu. Siapa yang ingin mendirikan bangunan tinggi harus membuat fondasi yang kuat, sebab bangunan itu tergantung pada kekuatan fondasinya. Jika fondasi kuat, ia akan mampu menyangga bangunan di atasnya. Iman adalah fondasi amal. Jika iman kuat, maka amal akan tumbuh dan berkembang serta berbuah lebat.
Tujuan akhir manusia adalah mencapai Tuhan, dan semua aktivitasnya, baik di bidang politik, sosial maupun agama harus dibimbing oleh tujuan akhir ini. Mengikuti kehendak Tuhan berarti menuju kemakmuran; melawan kehendak Tuhan berarti menuju kehancuran.
Dalam rangka melaksanakan amanat sebagai khalifah, setiap manusia niscaya melakuan introspeksi dan mawas diri. Apakah ia sudah melaksanakan tugasnya kepada diri sendiri sebagai pribadi, dan berbuat baik kepada sesama, ataukah lebih sibuk menyeru orang lain berbuat baik, sedangkan dirinya sendiri tidak melakukan apa yang ia serukan. Allah swt menegur dalam Al-Quran,
Mengapa kamu suruh orang mengerjakan kebaikan, sedangkan kamu melupakan kewajibanmu sendiri, padahal kamu membaca Kitab, tidaklah kamu berpikir? (QS Al-Baqarah 44)
Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan. (QS Ash-Shaff/61:2-3)
Segala ikhtiar untuk mewujudkan kebaikan itu niscaya dimulai pada diri sendiri. Rasulullah saw pernah berpesan, “Ibda` binafsika – mulailah pada dirimu sendiri!”
Allah swt juga berpesan dalam Al-Quran,
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang keras dan tegas, dan tidak mendurhakai Allah atas apa yang diperintahkan, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya. (QS At-Tahrim/66:6)
Tanggung jawab setiap orang itu berlapis-lapis sesuai dengan posisi, profesi, peran, dan tugas, serta fungsinya. Atas dasar itu kita bisa memetakan adanya keluarga kecil dan keluarga besar atas dasar ikatan darah, kekerabatan, kesukuan, latar belakang pendidikan, hobi, profesi, dan sebagainya.
Grup-grup media sosial patut dimanfaatkan untuk silaturahmi, silatulilmi, sosialisasi ide, gagasan, dan pencerahan satu dengan yang lain, di samping fungsi refreshing, dan healing. Saling mengingatkan untuk menetapi kebenaran dan kesabaran, serta tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaatan. (QS 103:1-3, QS 5:2)
Orang-orang beriman niscaya memenuhi seruan Allah swt dan Rasul-Nya
Bila hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, jawablah Aku dekat sekali kepada mereka. Aku mengabulkan permohonan setiap orang yang berdoa bila berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka menjalankan perintah-Ku dan beriman kepada-Ku, supaya mereka berada dalam jalan yang benar. (QS 2:186)
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul bila ia menyeru kamu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa Allah berada antara manusia dan hatinya dan kepada-Nya kamu dikumpulkan. (QS 8:24)
Orang-orang beriman bertanggung jawab terhadap kondisi kaum, umat, dan rakyat
Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan membela orang-orang yang lemah dari kalangan laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: “Tuhan, keluarkanlah kami dari negeri yang zalim penduduknya, dan berilah kami pelindung dan penolong dari sisi Engkau!” (QS An-Nisa/4:75)
Orang-orang beriman niscaya setia kawan dalam segala bidang kehidupan, dan peduli terhadap nasib sesama.
Peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu, dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (QS Al-Anfal/8:25)
Ingatlah ketika jumlah kamu masih sedikit, lagi tertindas di muka bumi, kamu takut orang-orang akan menculikmu, maka Allah memberimu tempat menetap, dan menguatkan kamu dengan pertolongan-Nya, serta memberi rezeki yang baik-baik agar kamu bersyukur. (QS Al-Anfal/8:26)
Umar bin Khathab berkata, ”Aku hanya bertanggung jawab atas doa yang kupanjatkan. Aku tak terbebani dengan jawaban atas doaku. Karena jawaban atas doa-doaku hanyalah milik Allah swt.”
Setiap peminta bertanggung jawab atas permintaannya. Bila seseorang meminta tambahan ilmu kepada Tuhan, maka ketika Tuhan benar-benar menambahkan ilmunya, ia bertanggung jawab untuk mengamalkan dan mengajarkannya.
Siapa yang meminta kelapangan rezeki kepada Tuhan, maka ketika Tuhan benar-benar melapangkan rezekinya, ia bertanggung jawab menggunakan rezeki itu dengan saksama, dengan membelanjakan sebagiannya pada jalan Allah.
Bila seseorang meminta karunia pekerjaan kepada Tuhan, maka ketika Tuhan benar-benar membukakan lapangan pekerjaan kepadanya, ia bertanggung jawab untuk bekerja dengan sebaik-baiknya.
Siapa yang meminta karunia jabatan kepada Tuhan, lalu Tuhan memberikan jabatan kepadanya, ia niscaya menunaikan amanat jabatan itu dengan sebaik-baiknya.
*Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag., Guru Besar Tafsir Al-Quran UIN Sunan Kallijaga Yogyakarta, Dosen S3 Prodi Psikologi Pendidikan Islam UMY, dan Dosen Studi Kitab Tafsir UAD, Ketua Umum MUI dan FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Kota Yogyakarta, Anggota Tim Penyusun Tafsir Al-Quran Tematik, dan Tim Revisi Terjemah Al-Quran Kemenag RI, penulis e-book 365 Kearifan dari Sokratres Hingga Soekarno, dan 60-an buku lainnya.