Oleh Rita Audriyanti
Memasuki akhir minggu ketiga kita #dirumahaja, pasti memberi satu kesan berbeda dibandingkan “hari-hari bebas” sebelumnya. Jadual, aktivitas dan perilaku kita berubah. Tidak sedikit kita mendengar keluhan maupun ekspresi jenuh ketika dua puluh empat jam kita tidak bisa lagi ke luar rumah secara bebas.
Covid-19 telah mengubah segalanya. Mengubah sikap dan perilaku manusia, bahkan alam pun diam-diam seolah sedang berproses melakukan pembenahan diri. Semoga alam kita makin bersih dan menyehatkan. Ini hanyalah satu dampak positif ketika virus Corona menghentikan segalanya.
Dalam keberhentian aktivitas di luar rumah itu, kita mendapat tantangan. Masihkah kita menempatkan diri sebagai subyek kehidupan? Atau, membiarkan kondisi ini mengombang ambingkan kita kesana kemari tanpa arah. Membiarkan diri menjadi objek tak berperan?
Tantangan ini pun perlu mendapat jawaban dari para kaum Hawa. Wabil khusus lagi bagi mereka yang membaktikan dirinya dalam dunia literasi. Adakah hal menarik yang layak kita ukir dengan rangkaian kata dalam situasi ini? Banyak. Sangat banyak!
Perempuan itu telah dianugerahi Tuhan dengan kemampuan multitalenta sehingga ia mampu berperan multitasking. Sangat disayangkan jika jejak-jejak kehidupannya berlalu begitu saja bersama angin tanpa tercatat. Tanpa terbagi.
Sebelum perempuan memejamkan matanya malam hari, sejumlah bayang-bayang aktivitas menyelinap ke dalam alam bawah sadarnya. Bahkan, terbawa ke alam mimpi. Desakan untuk aktif kreatif dalam situasi tertekan saat ini adalah sebuah daya dorong agar dapat bertahan hidup.
Dari sisi dunia literasi, ini menjadi sebuah _data base_ yang berlimpah. Data ini tidak ada yang sia-sia. Menurut saya, semua bermanfaat. Menjadi tidak bermanfaat tatkala penyajian data tersebut tidak memberi efek daya guna bagi diri sendiri maupun orang lain.
Apa contohnya?
Mengurus urusan anak, suami, dapur, kasur, sumur, tidak cukup hanya mengandalkan instink dan pelajaran bawaan turun temurun. Teknologi dan informasi makin menambah kesadaran dan kemampuan kita mengelola kehidupan ini.
Di kota-kota, orang sudah belanja kebutuhan sehari-hari secara online, baik bahan mentah atau makanan siap saji. Artinya, teknologi telah memberi kemudahan.
Anak-anak sekolah sekarang belajar dari rumah juga menggunakan media internet untuk mengakses pelajaran.
Para pegawai pun demikian, bekerja dari rumah. Artinya, walau dilarang ke luar rumah, namun berbagai proses dan transaksi terus terjadi. Bahkan, tidak disangka, banyak muncul ide-ide kreatif. Virus Corona ini telah “memaksa” kita berpikir terbalik, keras dan cepat.
Nah, sebagai perempuan penulis, kita tertantang dengan kondisi ini. Banyak hal yang bisa kita angkat. Kita tulis. Cukup dengan melihat waktu, tempat dan aktivitas di dalam rumah. Tidak kurang masalah yang bisa kita catat. Entah itu perlu dipublikasi maupun sebagai cacatan tertutup untuk kepentingan pribadi.
Jangan biarkan otak kita berhenti perpikir. Jangan biarkan jemari kita kaku tak kenal lagi aksara. Lalu, suatu saat menyesal ketika anak cucu kita bertanya resep makanan favorit buatan bundanya dan kita tak mampu lagi mengingatnya karena kepikunan menyergap.
Maka, menulislah wahai kaumku. Catatlah semua hal penting dalam dua puluh empat waktumu. Suatu saat ini akan menjadi sebuah _legacy_ yang tiada tara nilainya. Kalau bukan kita, siapa lagi?
Selamat menulis dari rumah, kawan.
PG, 6/4/20
Writing From Home (WFH)