Tentang al-Fatihah

0
1618

Jadi, apa sebenarnya arti dari al-Fatihah itu sendiri? Al-Fatihah, jika dilihat dari makna etimologisnya, bermakna pembuka. Artinya, ia adalah pintu gerbang yang darinya terbuka seluruh makna al-Qur’an. Jika al-Quran adalah sebuah rumah besar, sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan, artinya maka al-Fatihah itu adalah pintu gerbang rumah tersebut. Kita harus melalui pintu gerbang tersebut, baru kemudian kita akan melalui ruang tamu, hidangannya, para ahli keluarga yang ada di rumah tersebut, perabotnya, tamannya, dapurnya, kolamnya, dan bermacam-macam perabot dan manusia di dalamnya. Bahkan boleh jadi kita akan menemui anggota keluarga tersebut yang bermuka masam kepada kita.

Segala yang kita temukan inilah, setelah al-Fatihah dilalui, yang agaknya dinamakan sebagai surat dalam al-Quran. “Surah” berasal dari kata “sur” yang berarti pagar atau batas. Maka setiap surat dalam al-Quran, sekurang-kurangnya dilihat dari namanya, secara garis besar membawa tema tertentu. Tema inilah yang merupakan pagar atau batas yang membuatnya unik dengan surat lainnya. Dalam analogi rumah di atas, ahli keluarga, perabot, beserta segala isi rumah itulah yang kiranya bisa dianggap sebagai surat-surat dalam al-Quran. Masing-masing membawa karakteristik dan fungsi masing-masing.

Jika al-Quran dianalogikan sebagai taman, maka petak-petak dalam taman tersebut, yang berisi bunga dengan ragam, karakteristik, keharuman, dan fungsinya masing-masing, mereka itulah yang disebut surat dalam al-Quran. Sementara al-Fatihah sendiri adalah pintu gerbangnya.

Dalam sebuah buku, al-Fatihah itu bisa diibaratkan sebagai daftar isi. Kita kalau membaca buku, agar tahu secara umum apa kandungan sebuah buku, kita tidak perlu membaca seluruh isi dari buku itu. Tapi cukup baca daftar isinya. Sama dengan al-Quran, daftar isinya adalah al-Fatihah.

Pertama, jika disebutkan bahwa sifat yang paling utama dan tampak dari Allah Swt adalah sifat kasihnya, bukankah pada pandangan dan bacaan pertama kali terhadap al-Quran, kita akan langsung menemukan al-Rahman al-Rahim. Yang Maha Mengasihi dan Maha Menyayangi. Karena kedua sifat itulah, beserta seluruh sifat-sifatnya yang terangkum dalam al-Asma’ al-Husna, Dia menjadi pihak yang paling berhak untuk dipuji. Segala kelebihan yang dimiliki oleh siapa pun manusia, betapa pun cerdiknya ia; segala kekayaan yang melimpah milik seorang pengusaha, betapa pun dermawannya ia; segala kemuliaan yang melekat pada diri seorang negarawan atau ulama, betapa pun dedikatif dirinya; sesungguhnya semua itu semua hanyalah majazi, alias bayang-bayang. Yang haqiqi, yang sesungguhnya, hanyalah milik Allah Swt. Sebagaimana sinar rembulan yang tidak lebih hanya sebagai bayang-bayang dari cahaya matahari. Karena itulah, tidak mengherankan jika selanjutnya pada ayat kedua dari al-Fatihah tersebut, kita menemukan pujian untuk diri-Nya; Alhamdulillah Rabb al-Alamin.

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here