(TIDAK) SEMUA PEREMPUAN KARTINI

0
401

“Alangkah besar bedanya bagi masyarakat Indonesia bila kaum perempuan didik baik-baik. Dan untuk keperluan perempuan itu sendiri, berharaplah kami dengan harapan yang sangat supaya disediakan pelajaran dan pendidikan. Karena inilah yang akan membawa bahagia baginya.”
(Dikutip dari Detiknews, 19 April 2023)

​Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat ditetapkan sebagai pahlawan kemerdekaan Indonesia dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia No 108 Tahun 1964, pada tanggal 2 Mei 1964. Saat itu, Presiden Soekarno juga menetapkan hari lahir Kartini, yakni 21 April, sebagai Hari Kartini yang diperingati hingga saat ini.

​Tiap tahun, kita bangsa Indonesia, memperingati Hari lahir pahlawan nasional RA Kartini. Ketokohan beliau menjadi inspirasi perempuan Indonesia agar dapat hidup layak dan setara dengan kaum laki-laki sesuai dengan fitrahnya. Sebagai insan biasa, sosok Kartini boleh jadi sama saja dengan perempuan Indonesia kebanyakan. Namun di balik kebiasaan tersebut, tergambar sebuah sosok jati diri yang akhirnya menjadi lokomotif perjuangan perempuan Indonesia hingga layak nama beliau menjadi salah satu tokoh nasinonal perempuan Indonesia yang ditetapkan dan dikenang keutamaannya sebagai perempuan pelopor.

​Banyak kisah sejarah kelam para perempuan yang begitu tidak berharganya kehadiran mereka di atas bumi ini selain sebagai pemuas nafsu laki-laki dan pelengkap penderita alias sebagai objek. Diri perempuan mengalami sebuah evolusi yang panjang hingga bisa mencapai garis kesetaraan dengan kaum laki-laki sperti saat kini. Perjuangan inilah akhirnya menjadi bukti dan tongkat sejarah bahwa melalui peran Kartini di masanya, akhirnya eksistensi perempuan Indonesia bisa tercapai hingga seperti saat ini. Seperti apa? Setidaknya harkat martabat perempuan semakin membaik dari hari ke hari. Tentu saja Kartini tidak sendirian. Cita-cita dan perjuangannya dilanjutkan dalam proses dialektika yang berkelanjutan. Kartini menjadi inspirasi bagi kebanyakan perempuan Indonesia.

​Berada pada abad ke-21 ini, secara umum, kondisi perempuan Indonesia jauh lebih baik dan semakin membaik. Meskipun demikian, bukan berarti pencapaian titik perjuangannya sudah selesai. Belum. Semua terus bergulir dan berproses sesuai dengan perkembangan zaman hingga akhir zaman. Masalahnya, apakah setiap perempuan memiliki ide dan inspirasi yang sama seperti apa yang dimaksudkan Kartini dalam perjuangannya? Apakah eksistensi perempuan menempatkan posisi perempuan itu sendiri setara, seimbang dan menguntungkan perempuan? Hanya perempuan yang tahu jawabannya.

Perempuan dan Pendidikan
​Menilik apa yang diperjuangkan oleh seorang Kartini yang tercatat dalam kumpulan tulisan surat menyuratnya, tergambarkan bagaimana kehidupan dan keberadaan perempuan di saat itu. Curahan Hati (curhat) Kartini melalui tulisannya yang kemudian dikompilasi menjadi sebuah buku Habis Gelap Terbitlah Terang, tergambarkan bagaimana posisi dan kedudukan perempuan dalam konstelasi kesetaraan gender dengan kaum laki-laki. Sangat pincang. Keberadaan perempuan masih sebagai pelengkap keberadaan kaum laki-laki. Perempuan belum bisa menunjukkan siapa diri mereka sesungguhnya. Perempuan merupakan orang kedua di kehidupan nyata ini. Ia selalu berada dan berjalan di belakang laki-laki. Suaranya tenggelam dalam kepatuhan mutlak kepada kaum laki-laki. Faktanya, hanya perempuan dengan kriteria tertentu saja yang memiliki akses istimewa untuk menjadi pribadi yang lebih baik yang mereka dapatkan melalui pendidikan dan pergaulan yang baik. Dan salah seorang yang istimewa mendapatkan kesempatan tersebut adalah RA Kartini. Jadi, kunci utamanya mengapa Kartini bisa memperoleh hak mendasar sebagai manusia dan perempuan adalah karena Kartini sadar diri bahwa ia juga ingin hidup layak sebagaimana kaum laki-laki. Di sinilah titik poin perjuangan Kartini dimulai. Boleh jadi pendidikan seorang Kartini pun tidak tinggi namun dengan modal dasar mental pejuang yang ada pada dirinya, Kartini mampu memanfaatkan lingkungan pertemanannya maka Kartini menjadi terdepan.

​Pelan namun pasti, perjuangan tersebut mengilhami banyak perempuan di kemudian hari hingga saat ini. Setidaknya, meskipun kemajuan zaman semakin canggih dan perempuan semakin terbuka dan bisa memiliki akses agar semakin maju kehidupannya, di sni pula tantangan baru itu muncul di kalangan perempuan itu sendiri.

Perempuan dan Modernitas Zaman
​Kita kaum perempuan saat ini menjadi pelaku dan saksi sejarah bagaimana majunya teknologi, ilmu pengetahuan dan kesempatan terbuka secara merata. Hal tersebut tidak lagi menjadi keputusan atau ditentukan oleh kaum laki-laki. Saatnya perempuan yang memilih dan memutuskan akan hidup seperti apa yang diinginkannya. Semua sisi kenajuan zaman menjadi hak dasar juga bagi perempuan. Tidak ada halangan sedikit pun bagi kaum perempuan yang ingin menikmati jenjang pendidikan yang setinggi-tingginya. Terbuka luas kesempatan untuk berkarier dan bekerja sesuai dengan bidang ilmunya. Perempuan punya hak untuk menggugat pihak-pihak yang menelantarkan, melecehkan dan mematikan idealisme untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia seutuhnya dan sempurna. Orang menyebut bahwa perempuan saat ini telah dapat menikmati kebebasan dalam memilih, menentukan dan memutuskan ia ingin hidup seperti apa dan bagaimnana. Semua ada di tangan perempuan itu sendiri. Bahkan, perempuan mendapat hak istimewa untuk memiliki berbagai “jabatan rangkap”, baik sebagai individu maupun perannya sebagai perempuan. Katakanlah, perempuan berhak dan boleh saja hidup melajang dan meniti karier sesuai dengan cita-cita atau mengambil dan mengembangkan diri dengan peran (multi) ganda, baik sebagai diri pribadi yang bebas maupun sebagai istri sekaligus ibu bagi anak-anaknya.

​Sesungguhnya, apa yang diperjuangkan Kartini dulu, sebagian besar telah dinikmati oleh perempuan zaman sekarang. Dan, inilah buah dari kebebasan perempuan dalam menikmati askes pendidikan secara optimal. Semakin baik pendidikan yang diraih perempuan, semain cerdas perempuan dalam menjalani kehidupan ini sesuai dengan fungsinya di tengah masyarakat. Dampaknya, semakin baik pula kualitas Kehidupan masyarakat bangsa ini secara keseluruhan.

Perempuan dan Mentalitas Kartini
​Meskipun hak dan momen pencapaian diri bagi perempuan Indonesia begitu terbuka, tetap saja ada sisi buruk atau kekurangan yang mencederai perempuan itu sendiri. Misalnya, entah itu terjadi kepada para perempuan yang kurang pendidikannya atau pada perempuan yang tinggi pendidikannya, ada saja celah masuknya unsur-unsur negatif yang membuat perempuan tersebut tidak dihargai dan dihormati. Perempuan kehilangan harga dirinya. Dalam beberapa kasus kita bisa menyaksikan bahwa rusaknya perempuan terjadi ulah perempuan itu sendiri atau karena sesama perempuan juga. Kurangnya akhlak dan iman mereka, telah menyeret perempuan pada perbuatan keji dan mungkar. Fakta menunjukkan bahwa ada saja perempuan yang sudah mapan, menjadi tokoh masyarakat, pemimpin atau sialakan tambahkan sendiri predikat apalagi yang mentereng yang telah diraih perempuan, namun mereka terjerembab ke dalam lembah nista yang tidak saja mencoreng namanya, juga kaumnya. Predikat sebagai koruptor, pelakor, provokator dan lain sebagainya, bisa terjadi ada perempuan. Dulu, kita menganggap predikat-predikat seperti itu biasanya dimainkan kaum laki-laki. Apak ini bagian dari dampak kesetaraan gender tersebut?

​Melihat ekses negatif yang terjadi sebagai dampak kemudahan perempuan sekarang mendapatkan kebebasannya sehingga boleh kita berkesimpuan bahwa tidak setiap perempuan adalah Kartini. Sebab mereka ini justru mencoreng dan mencederai perjuangan suci Kartini yang ingin melihat kaumnya maju, terhormat dan beradab. Kartini pastinya berharap kedudukan perempuan yang setara sesuai fitrahnya tersebut memuliakan perempuan. Membuat generasi penerus semakin lebih baik sehingga peradaban bangsa semakin maju dan tinggi. Bukan sebaliknya.
​Kita kaum perempuan yang masih setia dengan perjuangan Kartini, akan merasa risih dan malu sendiri tatkala menyaksikan sebagian kecil perempuan-perempuan sekarang yang menunjukkan eksistensi dirinya secara rendah, tidak terhormat, tak ada rasa malu dan tapil viral di jagad sosial yang sejatinya tengah merendahkan martabat perempuan. Padahal, zaman dan tempat sudah ada dalam genggaman perempuan. Sayangnya, sebagian justru membawa dan merusaknya ke jalan yang keliru. Boleh jadi, tidak semua perempuan adalah Kartini. Sebab ia, perempuan tersebut, sedang menajdi “orang lain” yang membelakangi (perjuangan) Kartini. Wallahua’lam.

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here