Muhammad Chirzin Setoran Sunah Tanggal Satu 1 Mei 2024
Nasionalisme adalah paham kebangsaan yang menganggap kebaikan bangsa sangat utama dengan semangat untuk kesejahteraan dan kemajuan nasional serta cinta tanah air. Nasionalisme ditandai oleh patriotisme dan keyakinan nilai-nilai politik dan budaya suatu bangsa dalam nasib yang akan dicapainya.
Tiap-tiap bangsa mempunyai cara berjuang sendiri dan kepribadian sendiri yang terwujud dalam kebudayaannya, perekonomiannya, wataknya, dan lain-lain. Semua bangsa memerlukan suatu konsepsi dan cita-cita. Jika tidak, maka bangsa itu dalam bahaya. Tidak ada bangsa yang dapat mencapai kebesaran jika bangsa itu tidak percaya kepada sesuatu, dan jika sesuatu yang dipercayainya itu tidak memiliki dimensi-dimensi moral guna menopang peradaban besar.
Pluralitas merupakan kehendak Tuhan dalam penciptaan makhluk. Pluralitas bangsa, suku bangsa, agama, dan golongan merupakan kaidah abadi sebagai pendorong untuk berkompetisi dalam melakukan kebaikan dan menggapai kemajuan dan ketinggian.
Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial, perasaan tenang dan nyaman berada bersama jenisnya dan dorongan kebutuhan ekonomi bersama juga menjadi faktor penunjang rasa persaudaraan itu.
Setiap agama menganjurkan untuk mencari titik temu antar para pemeluknya. Seluruh umat manusia adalah bersaudara, karena mereka semua bersumber dari ayah dan ibu yang satu, Nabi Adam dan Hawa.
Manusia satu dalam ikatan keluarga dan persaudaraan universal. Persaudaraan ini seyogianya mendorong masing-masing individu untuk berpartisipasi dalam agenda kegiatan besar dan luas yang bermanfaat pada semua golongan manusia.
Persaudaraan suku dan bangsa memiliki pijakan kuat. Manusia diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Di hadapan Tuhan mereka semua satu, dan yang paling mulia ialah yang paling bertakwa.
Antara persaudaraan iman dan persaudaraan nasional tidak perlu terjadi persoalan alternatif, ini atau itu, tetapi sekaligus all at once. Seorang yang beriman menjadi nasionalis, dengan paham kebangsaan yang diletakkan dalam kerangka kemanusiaan universal. Ketika seorang beriman melaksanakan ajaran agamanya, pada waktu yang sama ia mendukung nilai-nilai baik yang menguntungkan bangsanya.
Pengakuan keberadaan agama-agama lain merupakan pengakuan hak setiap agama untuk eksis di dalam suatu hubungan sosial yang toleran, saling menghargai, saling membantu dan menghormati, dilandasi prinsip agree in disagreement, setuju dalam perbedaan. Persaudaraan dalam perbedaan dan keragaman.
Persaudaraan sesama pemeluk agama mendorong untuk ko-eksistensi dan kooperasi: bekerja sama dalam progam-program sosial dan budaya yang lebih praksis, pada tingkat negara sampai dengan rakyat biasa.
Iman niscaya mengejawantah dalam perbuatan, baik dalam dataran kehidupan individual maupun kehidupan sosial. Keluarga adalah basis kebajikan. Rumah adalah surga jika menjadi pangkalan kebajikan, dan neraka apabila menjadi pangkalan kejahatan.
Keimanan kita harus benar dan ikhlas. Kita harus siap menerjemahkannya ke dalam amal terhadap sesama manusia. Kita harus menjadi warga yang baik dengan membantu segala kegiatan sosial. Jiwa kita sendiri sebagai pribadi harus teguh dan tak tergoyahkan dalam menghadapi segala keadaan.
Iman bukan hanya sekadar kata-kata. Kita harus menghayati kehadiran Allah swt dalam segala kebaikan yang datang dari hadirat-Nya. Kalau kita sudah dapat berbuat demikian, maka yang lain sudah tak berarti. Segala kehidupan masa kini yang singkat tak akan memperbudak kita.
Menjalin persaudaraan dan memelihara kerukunan hidup bersama merupakan tuntunan moral yang terpuji. Setiap agama memiliki nilai kasih sayang, penghargaan, persaudaraan, keadilan, kerendahan hati, kerja sama, tanggung jawab, perdamaian, kebahagiaan, toleransi, dan non-kekerasan.
Keimanan, kepercayaan, dan keyakinan setiap agama tidak membenarkan tindakan kekerasan apa pun terhadap pemeluk agama yang sama atau agama yang berbeda. Setiap pemeluk agama niscaya menghormati dan menghargai kepercayaan dan keimanan yang dianut oleh kelompok lain.
Prinsip belas kasih di dalam jantung seluruh agama mengimbau kita untuk selalu memperlakukan semua orang lain sebagaimana kita sendiri ingin diperlakukan. Belas kasih mendorong kita untuk menghapuskan penderitaan sesama manusia dan memperlakukan setiap orang dengan keadilan, kesetaraan, dan kehormatan mutlak.
Pancasila harus menjadi prinsip pemberadaban manusia dan bangsa Indonesia. Kekerasan, ketidakadilan, dan kesenjangan hidup harus dihapus dari kehidupan bangsa.
Di tengah gemuruh teknologi dan kompleksitas globalisasi, makna kemerdekaan memperoleh dimensi baru. Kemerdekaan tidak lagi hanya berkaitan dengan pelepasan dari belenggu penjajahan fisik. Kemerdekaan juga berhubungan dengan inovasi dan kreativitas. Masyarakat yang merdeka adalah masyarakat yang mampu menghasilkan gagasan-gagasan baru.
Kemerdekaan berarti kita memiliki kebebasan untuk mencari solusi inovatif tanpa terhalang oleh dogma atau konvensi. Kemerdekaan juga harus datang dengan tanggung jawab. Dalam era di mana informasi mudah tersebar, kita perlu berlatih pemahaman yang kritis dan bijak terhadap apa yang kita konsumsi.
Kita harus mampu membedakan antara berita palsu dan fakta yang terverifikasi, serta memilih untuk berkontribusi pada diskusi yang membangun. Menggugah makna sejati kemerdekaan pada masa sekarang dengan mengenali kompleksitas tantangan dan peluang.
Dengan menjaga semangat inovasi, dan tanggung jawab, kita dapat melangkah maju menuju masa depan yang lebih berdaya. Dalam perjalanan menghayati kemerdekaan terdapat beberapa nilai dan aspek yang perlu kita pupuk dan tanamkan dalam budi pekerti kita.
Pertama, semangat inklusivitas. Kemerdekaan sejati hanya dapat terwujud jika setiap individu dan kelompok merasa dihargai dan diakui. Kita perlu berusaha memahami dan menghormati perbedaan, baik dalam keyakinan, budaya, maupun pandangan.
Kedua, semangat inovasi dan kreativitas. Kemerdekaan memberikan ruang bagi ekspresi diri dan pengembangan potensi.
Ketiga, tanggung jawab sosial. Kemerdekaan membawa hak-hak, tetapi juga membawa kewajiban terhadap sesama dan masyarakat untuk menciptakan masyarakat yang adil dan berkeadilan.
Keempat, semangat pemahaman kritis. Di era informasi yang berlimpah, kita harus mampu memilah dan memilih informasi yang akurat dan terpercaya, agar tidak mudah terbawa arus pandangan sempit atau berita palsu.
Kelima, semangat menjaga warisan sejarah. Kemerdekaan didapatkan melalui perjuangan dan pengorbanan para pendahulu kita. Menjaga dan menghormati warisan menjadi keharusan.
Dengan inklusivitas, inovasi, tanggung jawab, pemahaman kritis, dan penghargaan terhadap sejarah, kita dapat merintis jalan menuju masyarakat yang lebih harmonis, dan berkeadilan. Semoga!
*Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag., Guru Besar Tafsir Al-Quran UIN Sunan Kalijaga, Ketua Umum MUI dan Ketua Umum Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Yogyakarta.