Judul Buku: Writing Is Selling
Penulis: Much. Khoiri
Penerbit: Pagan Press
Cetakan: Kedua, Desember 2018
ISBN: 978-602-0891-93-4
Tebal: xiv + 194
Peresensi: Syaiful Rahman
Sejatinya, tak ada orang yang bisa lepas dari transaksi. Dalam setiap interaksi, antara satu individu dengan individu yang lain selalu terjadi transaksi. Tanpa itu, mustahil terjadi ikatan sosial.
Seorang individu akan berusaha keras agar diterima di komunitasnya. Berbagai cara dilakukan, termasuk dengan cara berperilaku yang baik. Dengan perilaku itu ia berharap bisa mendapatkan penerimaan yang baik pula. Hal itu senada dengan gagasan Donny Herdianto (2016): Everybody lives by selling something, sebuah gagasan yang mamantik Much. Khoiri sehingga melahirkan karya monumental ini, Writing Is Selling (halaman v).
Di dalam dunia tulis menulis, transaksi terjadi antara penulis dan pembaca. Penulis sebagai produsen yang akan menawarkan produknya kepada konsumen (pembaca). Penulis tanpa pembaca akan mati. Pembaca tanpa penulis akan lenyap. Transaksi keduanya harus terus ada dan berjalan (kontinu).
Inilah yang amat penting dipahami oleh penulis agar produknya laku atau dibeli oleh pembaca. Penulis harus selalu memperhatikan konten dan bungkus produknya. Konten yang dimaksud di sini adalah gagasan, ide, cerita, atau tema yang ingin disampaikan (baca: dijual) ke pembaca. Sementara itu, bungkus yang dimaksud di sini adalah bahasa dan genre tulisan.
Penulis harus memperhatikan pembaca yang ingin dijadikan sasaran. Much. Khoiri menegaskan, menulis itu sejatinya adalah berkomunikasi (halaman 6). Karena itu, keberterimaan konten komunikasi harus menjadi prioritas. Salah satu hal yang penting adalah diksi atau bahasa yang dipakai untuk berkomunikasi.
Bila ditilik lebih jauh, para peraih hadiah nobel sastra tidak lepas dari keistimewaan konten dan bungkus. Sebut saja Ernest Hamingway, penulis kenamaan dunia yang masyhur. Ia tidak sekadar menawarkan tulisan kepada pembaca, tapi secara lebih dalam, ia menawarkan gagasan.
Pramoedya Ananta Toer dengan tetralogi burunya yang amat terkenal pun melakukan hal yang sama. Gagasan untuk bangkit dan menghapus penjajahan dan perbudakan. Tak pelak, novel itu masih bertahan hingga kini, bahkan masih dikaji di luar negeri. Di Indonesia, novel itu diangkat ke layar lebar dan dirilis pada pertengahan Agustus 2019.
Sungguh keliru bila seseorang belajar menulis hanya fokus pada kebaikan bungkus. Sebab kunci dari sebuah tulisan sangat komprehensif, mulai dari konten hingga bungkus. Untuk memperbaiki konten, tidak ada cara lain kecuali memperbaiki mindset penulis, menambah wawasan, dan meningkatkan pengetahuan. Konten sangat berhubungan dengan kualitas diri penulis itu sendiri.
Di sinilah letak kekuatan buku Writing Is Selling, yakni tidak sekadar fokus pada produktivitas atau bungkus tulisan. Lebih dari itu, juga sangat diperhatikan kualitas atau konten tulisan. Maka, tidak heran bila pada bagian awal, Much. Khoiri mendahulukan pembahasan Menata Mindset. Kemudian diakhiri dengan pembahasan Menuju Writerpreneur.
Menurut Much. Khoiri, di samping menjadi writer, menjadi writerpreneur juga perlu dilakukan. Sebaik apa pun sebuah produk, tanpa promosi yang baik tentu akan lambat diserap oleh pasar. Karena itu, promosi karya atau produk penulis juga perlu diperhatikan. Semakin cepat terserap dan luas tersebar, semakin cepat dan luas pula kebermanfaatan produk tersebut.
Meskipun dapat dibaca secara terpisah-pisah, 48 artikel yang ada di buku ini lebih baik dibaca secara berurutan. Hal itu agar pembaca bisa menangkap gagasan secara utuh dan sistematis dari buku ini. Buku ini akan menuntun pembaca untuk menata dari dalam hingga keluar. Menata dari mindset hingga ketersebaran karya. Karena pasar tidak mau sekadar membeli bungkus, pasar mau membeli isi. Tapi, isi tanpa bungkus yang baik akan sulit dilirik oleh pembeli.
*Syaiful Rahman adalah mahasiswa di program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya