Oleh: Eni Setyowati
Sejak tahun 2014, setiap tanggal 12 Agustus kita peringati sebagai “Youth International Day (Hari Pemuda Internasional).” Penetapan “Youth International Day” oleh PBB ini didasari atas pentingnya peran/keterlibatan pemuda sebagai generasi penerus terkait isu-isu global. Beberapa tema yang diangkat dalam Youth International Day adalah: “Pemuda dan Kesehatan Mental” (2014), “Youth and Civil Engagement” (2015), “Jalan Menuju 2030: Pengentasan Kemiskinan dan Mewujudkan Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan” (2016), “Youth and Building Place” (2017), “Ruang Aman Bagi Anak Muda” (2018), “Transformasi Pendidikan Bagi Anak Muda” (2019), “Keterlibatan Remaja Untuk Aksi Global” (2020), dan “Transforming Food Systems: Youth Innovation for Human and Planetary Health” (2021). Tujuan dari peringatan hari Pemuda Internasional ini tak lain adalah menyoroti bahwa keberhasilan upaya global tidak akan tercapai jika tanpa adanya partisipasi yang berarti dari kaum remaja/muda sebagai generasi penerus.
Pada peringatan kali ini ditujukan kepada kaum muda agar mereka mampu memperkuat upaya-upaya ketahanan pangan baik secara kolektif ataupun individu, guna memulihkan bumi/alam semesta serta melindungi kehidupan manusia dan makhluk lainnya, sembari mengintegrasikan keanekaragaman hayati dalam mengubah/mentransformasi sistem pangan. Diperkirakan dalam 30 tahun ke depan, populasi dunia akan meningkat sebesar 2 M, oleh karena itu dengan hanya memproduksi makanan sehat saja tidak akan menjamin kesehatan manusia ataupun alam semesta. Sehingga perlu adanya transformasi sistem pangan yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan kesehatan manusia maupun lingkungan hidup ini.
Lingkungan hidup mempunyai posisi sentral dalam pembangunan berkelanjutan. Volume dan kualitas lingkungan hidup dan seisinya adalah pembatas dari kehidupan kita. Jika dibahasakan secara sederhana, kita semua harus sadar bahwa kita saat ini hidup di dalam sebuah “akuarium” yang besar, sehingga apa yang kita lakukan di dalamnya akan berdampak pada kondisi di dalam akuarium tersebut. Keberadaan dan kualitas ekosistem di dalam akuarium tersebut akan menentukan apakah kita (manusia serta makhluk hidup lainnya) akan mampu terus bertahan hidup di dalamnya? Oleh karena itu, kita harus bisa menemukan pola pembangunan yang mampu memanfaatkan lingkungan hidup untuk memberikan kehidupan saat ini tanpa mengurangi kesempatan bagi generasi mendatang. Yang perlu kita sadari bahwa pembangunan manusia itu tidak hanya membangun manusia yang sehat dan cerdas, tetapi juga membangun manusia yang mempunyai perilaku sosial untuk menjaga lingkungan hidup agar tetap berlanjut.
Apalagi di masa pandemi covid-19 yang telah berjalan 1,5 tahun ini, masalah pangan menjadi masalah serius. Akibat dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah akan adanya pembatasan sosial dan WFH, serta PPKM maka akan menjadikan permasalahan sendiri, salah satunya di bidang pangan, yaitu menghambat ketahanan pangan dan gizi dunia. Bahkan FAO (Food and Agricultue Organization) mengestimasi bahwa pada tahun 2023 nanti akan terjadi tambahan 83-132 juta manusia yang akan kekurangan nutrisi. Mengapa demikian? Kita lihat saja, dengan adanya kebijakan akibat covid-19, akan menurunkan tingkat perekonomian, menurunkan tingkat pendapatan perkapita, menurunkan tingkat konsumsi rumah tangga. Hal ini sebagai akibat adanya pembatasan mobilitas dan angkut barang, yang akhirnya menyebabkan kenaikan biaya transportasi, sehingga akan mengakibatkan kenaikan harga bahan pangan pokok.
Saat ini, di tahun 2020, Indonesia mengalami penurunan 3 peringkat dalam hal indeks ketahanan pangan global, menjadi peringkat 65 dari 113 negara. Indonesia berada di bawah Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Selain itu, hasil survei cepat yang dilakukan oleh LIPI menyebutkan bahwa 64 persen rumah tangga di Indonesia masuk dalam kategori food secure, sedangkan sisanya 36 persen masuk dalam kategori belum baik. Sementara di lapangan banyak program yang implementasinya belum tepat sasaran.
Nah, dalam menghadapi beberapa permasalahan yang telah diuraiakan di atas, maka perlu adanya transformasi sistem pangan yang berkelanjutan, artinya sistem pangan yang menjamin kesehatan manusia serta alam semesta. Sistem pangan tentunya harus memberi dampak positif bagi segala aspek, baik ekonomi, sosial maupun lingkungan secara simultan. Sistem pangan juga harus mampu untuk menjamin dan memberdayakan kelompok yang rentan dan marjinal, sehingga akan memastikan keberlanjutan sistem pangan mulai dari produksi hingga konsumsi.
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah melakukan beberapa hal, antara lain: diversifikasi pangan lokal. Dalam rangka diversifikasi pangan lokal, pemasok, industri, manufaktur, pemerintah dan konsumen harus dilibatkan. Akses masyarakat terhadap pangan lokal harus dipermudah dan difasilitasi dengan diadakan di daerah sebagai kearifan lokal, serta difasilitasi untuk promosi. Seharusnya pangan lokal juga tidak hanya dipandang sebagai pangan alternatif, namun harus dipandang sebagai kultur dan nilai di masyarakat. Selain pada diversifikasi pangan lokal, jaminan akan makanan yang aman dan bergizi harus ada, serta dilakukan promosi secara terus menerus dan tak lupa harus memberi dampak yang positif bagi alam.
Transformasi sistem pangan tentunya akan mencakup mulai dari elemen dasar, yaitu dari bagaimana kita mendapatkan makanan, semua proses dan infrastruktur yang terlibat, dampak negatif terhadap alam, risiko penyakit zoonosis yang diakibatkan oleh praktek pertanian, iklim, dan kesehatan penduduk. Nah, apa yang harus kita lakukan? Tentunya kita harus mengurangi limbah makanan dan bergerak menuju pola makanan nabati yang sehat, mulai dari emisi, energi yang terkait dengan proses produksi, pengolahan, pengemasan, distribusi, serta pengurai makanan yang tidak berlebihan. Kita juga harus menyediakan kebutuhan untuk populasi yang membutuhkan, tidak menebang hutan, mengadopsi praktek generatif pada lahan pertanian, padang rumput, memulihkan lahan yang rusak, meningkatkan hasil pertanian/bahan pangan, menyediakan bahan berlimpah tanpa merusak alam, melakukan manajemen ternak, pola makan kaya sayuran, mengubah lahan pertanian dengan menggunakan bioplastik dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, peran dan keterlibatan pemuda sangat penting dalam hal ini. Untuk mewujudkan itu semua, maka peran ataupun keterlibatan pemuda dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain pemuda dapat mengikuti diklat baik online ataupun offline guna meningkatkan potensi mereka. Selain itu pemuda atau remaja harus mampu mensiasati kegiatan remaja, misalnya menjadi penggerak baik sebagai relawan ataupun fasilitator dengan tetap mematuhi prokes. Remaja juga harus menjadi tauladan yang baik, memberikan edukasi yang membangun. Ingat yang akan menjadi diri dan lingkungan itu adalah diri kita sendiri. Jadi keberlanjutan dari alam ini tergantung dari diri kita sebagai makhluk yang hidup di dalamnya.
Tulungagung, 12 Agustus 2021