Oleh: Eni Setyowati
Santri adalah istilah yang sering digunakan untuk merujuk kepada para siswa atau murid di pesantren, institusi pendidikan Islam tradisional di Indonesia. Mereka datang ke pesantren untuk mempelajari agama Islam, tradisi-tradisi keagamaan, dan nilai-nilai moral. Namun, di era modern ini, banyak santri juga memiliki minat dalam ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi. Oleh karena itu, kita dapat memahami santri dalam tiga dimensi yang berbeda, yaitu Agama, Saintis, dan Teknokrat.
Pertama, dimensi agama. Ditinjau dari dimensi agama, santri adalah individu yang mendalami agama Islam. Mereka belajar Al-Quran, Hadis, ilmu fiqh (hukum Islam), aqidah, dan berbagai aspek agama lainnya. Pesantren adalah tempat di mana mereka mendapatkan pendidikan keagamaan yang kuat, mengembangkan ketaatan mereka kepada Tuhan, dan memahami prinsip-prinsip moral dalam Islam. Mereka sering mengikuti pengajian, doa, dan ibadah harian sebagai bagian dari rutinitas mereka.
Kedua, dimensi saintis. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak santri juga tertarik pada ilmu pengetahuan dan sains. Mereka mungkin mempelajari ilmu alam, matematika, fisika, atau bahkan ilmu sosial di samping pelajaran agama. Ini adalah manifestasi dari upaya untuk menggabungkan pendidikan agama dengan pemahaman ilmiah. Beberapa santri mungkin menjadi saintis yang aktif dalam penelitian atau pembelajaran ilmiah di berbagai bidang.
Ada banyak contoh santri yang menjadi saintis atau ilmuwan di berbagai bidang ilmu pengetahuan. Beberapa diantaranya melibatkan diri dalam penelitian, pengembangan teknologi, atau mengkaji sains dengan pendekatan ilmiah. Beberapa contoh santri yang menjadi saintis antara lain: (1) Prof. Dr. Nasir Tamara. Beliau adalah seorang ahli mikrobiologi Indonesia yang lulus dari pesantren di Jawa Tengah. Beliau dikenal sebagai salah satu saintis terkemuka di Indonesia dan telah banyak berkontribusi dalam penelitian dan pengembangan ilmu mikrobiologi. (2) Dr. Mardjono Siswosaputro. Beliau adalah seorang dokter dan ilmuwan yang juga belajar di pesantren. Beliau dikenal atas kontribusinya dalam mengembangkan ilmu kesehatan di Indonesia dan pernah menjabat sebagai Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI). (3) Prof. Dr. H. Bachtiar H. Basri. Beliau adalah seorang ilmuwan kimia terkemuka yang pernah menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi Republik Indonesia. Beliau juga merupakan seorang santri. (4) Prof. Dr. H. Mahfud MD. Beliau adalah seorang ahli hukum yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan Menteri Hukum dan HAM. Beliau memiliki latar belakang pesantren dan adalah contoh santri yang sukses di bidang ilmu hukum. (5) Prof. Dr. Didin Sastrapradja. Beliau adalah seorang ahli biologi yang menjadi rektor Universitas Indonesia. Beliau juga memiliki latar belakang pesantren. Mereka adalah bukti bahwa pendidikan agama dan ilmu pengetahuan tidak selalu berlawanan, dan banyak santri yang menggabungkan kekuatan keduanya untuk berkembang dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan negara mereka.
Ketiga, dimensi teknokrat. Sebagian santri sangat mungkin juga menjadi teknokrat, yaitu individu yang menggabungkan pengetahuan agama dengan keterampilan teknologi dan keahlian dalam berbagai aspek teknologi informasi, manajemen, atau bidang-bidang modern lainnya. Mereka dapat memanfaatkan teknologi untuk menyebarkan ajaran agama, memodernisasi pesantren, atau berperan dalam pembangunan sosial dan ekonomi. Berikut beberapa contoh santri yang menjadi teknokrat. (1) Jusuf Kalla. Beliau adalah seorang politisi Indonesia yang pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia. Beliau memiliki latar belakang pesantren dan telah menggabungkan pengetahuan agama dengan karir politik dan bisnisnya. (2) Rudiantara. Beliau adalah seorang pebisnis dan teknokrat yang pernah menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Beliau memiliki latar belakang pesantren dan telah berperan dalam pengembangan sektor telekomunikasi dan teknologi informasi di Indonesia. (3) Anies Baswedan. Beliau adalah seorang politisi dan akademisi Indonesia yang pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Beliau memiliki latar belakang pesantren dan pendidikan tinggi dalam ilmu ekonomi dan pernah bekerja dalam bidang pendidikan. (4) Zaky Mallah. Beliau adalah seorang teknopreneur yang mendirikan perusahaan teknologi di Australia. Beliau memiliki latar belakang pesantren dan telah sukses dalam dunia teknologi. (5) Firman Gani. Beliau adalah seorang profesional di bidang manajemen sumber daya manusia. Beliau memiliki latar belakang pesantren dan telah berkarir dalam manajemen di berbagai perusahaan dan organisasi. Contoh-contoh di atas menunjukkan bagaimana beberapa santri telah menggabungkan pengetahuan agama mereka dengan pengetahuan teknologi, manajemen, atau karir di sektor-sektor modern. Mereka berhasil menjadi teknokrat yang aktif dalam pembangunan dan kemajuan masyarakat, sambil tetap mempertahankan nilai-nilai agama mereka.
Ketiga dimensi tersebut menunjukkan perkembangan pesantren dan peran santri dalam masyarakat modern. Mereka tidak hanya menjalani kehidupan yang sangat agamis, tetapi juga dapat menjadi agen perubahan dalam dunia sains dan teknologi, serta berperan dalam pembangunan masyarakat. Hal ini mencerminkan adaptasi pesantren dan santri terhadap tuntutan zaman, sambil tetap mempertahankan nilai-nilai agama yang kuat dalam kehidupan mereka. Dengan menggabungkan pendidikan agama yang kuat dengan pengetahuan dan keterampilan modern, santri memiliki potensi besar untuk memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan bangsa, sekaligus menjaga nilai-nilai keagamaan dan moral dalam peran mereka di dunia yang terus berubah.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa di masa mendatang, peran santri akan terus berkembang. Mungkin ada peningkatan dalam integrasi ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kurikulum pesantren. Santri mungkin memiliki peran yang lebih signifikan dalam menciptakan perdamaian, mendukung pembangunan berkelanjutan, dan berkontribusi pada pemecahan masalah global. Peran mereka dalam mempromosikan nilai-nilai toleransi dan kerukunan antaragama juga dapat menjadi sangat penting. Selain itu, pengaruh globalisasi dapat membuat santri lebih terbuka terhadap budaya dan pemikiran dari berbagai belahan dunia.