MENJAGA PANCASILA

0
1687

MENJAGA PANCASILA
Muhammad Chirzin

Wilayah Nusantara membentang dari barat ke timur, dari Sabang di pulau We sampai Merauke di pulau Papua dengan kekayaan alamnya yang tiada tara, sehingga menggiurkan bangsa-bangsa lain untuk menghampiri bahkan mengeruk hasil buminya. Bangsa Indonesia meyakini kemerdekaan Indonesia adalah berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, melalui perjuangan yang penuh pengorbanan jiwa, raga, dan nyawa.

Pancasila adalah buah penggalian nilai-nilai kehidupan penduduk Nusantara berabad-abad lamanya. Dari khazanah Kerajaan Samudera Pasai Aceh 1292, Kerajaan Majapahit 1300-1600, dan kerajaan-kerajaan lain di berbagai pulau hingga Kerajaan Islam di Jawa. Dari waktu ke waktu mereka berjuang menghadapi para pendatang tak diundang yang bertindak sewenang-wenang.

Perjuangan melawan penjajah di era pra-modern dilakukan antara lain oleh Sultan Agung (1613-1645) yang menyerang Belanda di Batavia dua kali pada 1628 , Tuanku Imam Bonjol (1772-1864) panglima Perang Paderi melawan tentara Belanda selama 13 tahun (1824-1837), Pangeran Diponegoro (1785-1855) putra sulung Sultan Hamengku Buwono III, cucu Sultan Hamengku Buwono II, Panglima Tertinggi Perang Diponegoro atau Perang Jawa (1825-1830), Si Singa Mangaraja, Raja di Bakkara, dekat danau Toba yang mengadakan perlawanan terhadap Belanda guna mempertahankan tanah air, tetapi akhirnya gugur dalam pertempuran dan jenazahnya dimakamkan di Tarutung (1900).

Perjuangan era modern melalui organisasi dilakukan oleh Budi Utomo yang didirikan oleh dr. Wahidin Sudirohusodo pada tahun 1908, Muhammadiyah di bawah pimpinan KH Ahmad Dahlan yang berjuang secara resmi sejak 1912, Nahdlotul Ulama yang didirikan oleh KH Hasyim Asyari 1926, Sumpah Pemuda yang dikumandangkan pada 1928, dan organisasi-organisasi lain yang puncaknya adalah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.

Pada tanggal 1 Juni 1945 Bung Karno menyampaikan pidato tentang Pancasila dengan susunan sebagai berikut. (1) Kebangsaan Indonesia; (2) Internasionalisme atau perikemanusiaan; (3) Mufakat atau demokrasi; (4) Kesejahteraan sosial; (5) Ketuhanan yang berkebudayaan.

Mr. Mohammad Yamin merumuskan Pancasila pada 29 Mei 1945 mendahului pidato Bung Karno sebagai berikut: 1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; 5. Peri Kesejahteraan Rakyat. Sedangkan Mr. Supomo merumuskan Pancasila pada 31 Mei 1945: 1. Persatuan; 2. Keseimbangan Lahir dan Batin; 3. Kekeluargaan; 4. Keadilan Rakyat; 5. Musyawarah.

Pancasila dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tertera sebagai berikut: (1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya; (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab; (3) Persatuan Indonesia; (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan perwakilan; (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila yang disahkan pada 18 Agustus 1945: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa; 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3. Persatuan Indonesia; 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemersatu bangsa Indonesia. Kita perlu memberi ruh baru pada Pancasila untuk menggerakkan sejarah. Pancasila mengalami pengayaan redaksional dan semantik, hingga menjadi rumusan final pada Pembukaan UUD Negara RI 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945.

Pancasila membersihkan dan menyerap serta sanggup menerima dan menumbuhkan segala budaya serta ideologi positif yang dapat berkembang berkelanjutan. Pancasila merupakan satu kesatuan dari lima sila, jiwa seluruh rakyat Indonesia yang memberi kekuatan hidup lahir-batin yang adil dan makmur.

Pancasila penuntun sikap dan tingkah laku manusia Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; cerminan suara hati nurani manusia. Pancasila memberi keyakinan bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai berdasarkan keselarasan dan keseimbangan kehidupan pribadi, masyarakat, dan bangsa.

Pancasila menempatkan manusia pada keluhuran harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Sila pertama percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjamin kemerdekaan untuk memeluk agama, dan beridabah menurut ajaran agamanya. Allah swt berfirman dalam Al-Quran,
“Allah! Tiada tuhan selain Dia Yang Hidup, Yang berdiri Sendiri, Abadi, tak pernah mengantuk, tak pernah tidur. Milik-Nyalah segala yang di langit, segala yang di bumi. Siapakah yang dapat memberi perantaraan di hadapan-Nya tanpa izin-Nya? Dia mengetahui segala yang di depan mereka dan segala yang di belakang mereka; mereka tak akan mampu sedikit pun menguasai ilmu-Nya kecuali yang dikehendaki-Nya. Singgasana-Nya meliputi langit dan bumi, dan tiada berat menjaga dan memelihara keduanya. Dia Mahatinggi, Mahabesar. (QS 2:255)”

Sila kedua menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, dan mengembangkan sikap hormat-menghormati, serta keseimbangan hak dan kewajiban.
Pada dasarnya manusia satu umat, lalu Allah mengutus para nabi membawa berita gembira dan peringatan. Bersama mereka Allah menurunkan Kitab yang membawa kebenaran, untuk memberi keputusan antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. (QS 2:213).

Sila ketiga menjunjung tinggi persatuan Indonesia; menempatkan persatuan, kepentingan bangsa, dan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
Berpegang teguhlah pada tali Allah, dan janganlah berpecah-belah. Ingatlah nikmat Allah yang diberikan kepadamu tatkala kamu sedang saling bermusuhan, lalu Ia memadukan hatimu dengan rasa kasih, sehingga dengan karunia-Nya kamu jadi bersaudara. (QS 3:103).

Sila keempat menjunjung tinggi hak rakyat, musyawarah, dan perwakilan; mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama; keputusan dilakukan dengan musyawarah dan mufakat menggunakan akal sehat, sesuai dengan hati nurani.

Permusyawaratan didasarkan atas asas rasionalitas dan keadilan, bukan subjektivitas ideologis dan kepentingan, berorientasi ke depan, melibatkan dan mempertimbangkan pendapat semua pihak; menangkal dikte minoritas elit penguasa dan klaim mayoritas.

Berkat rahmat Allah jugalah maka engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau kasar dan berhati keras, niscaya mereka menjauhimu. Maka maafkanlah mereka, dan mohonkan ampun buat mereka, serta bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan. (QS 3:159).

Sila kelima mengamanatkan hak dan kewajiban manusia Indonesia untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan bersama.
Mengabdilah kepada Allah dan jangan mempersekutukan sesuatu dengan Dia; berbuat baiklah kepada ibu-bapak, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, dan orang dalam perjalanan, serta yang menjadi milik tangan kananmu. (QS 4:36).

Pancasila adalah satu kesatuan utuh terpadu. Ketuhanan Yang Maha Esa menjiwai sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Manusia Indonesia niscaya bertuhan, berkemanusiaan, bepersatuan, dan berkerakyatan, serta berkeadilan sosial.

Pancasila adalah landasan Undang-Undang Dasar dan Undang-undang lain serta peraturan turunannya. Segala yang tidak sejalan dengan Pancasila harus ditinjau kembali. Amandemen UUD 1945 di era Reformasi membuktikan adanya tarikan Pancasila pada kepentingan tertentu. RUU Haluan Ideologi Pancasila menunjukkan adanya tarikan Pancasila pada kepentingan lain tertentu.

Pancasila tak mungkin diringkas menjadi Trisila dan Ekasila, gotong royong.
Jaga Pancasila selamanya!
Bela NKRI sampai mati!

 

 

 

 

 

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here