Oleh: Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag.
Kartini adalah pahlawan Indonesia yang memperjuangkan hak dan kebebasan wanita, tokoh emansipasi yang berusaha agar wanita Indonesia bisa merasakan pendidikan layaknya pria. Dengan mengenyam pendidikan, wanita akan lebih maju.
Raden Ajeng Kartini lahir dalam keluarga bangsawan. Karena itu ia bisa mengenyam pendidikan di ELS (setara SD) hingga usia 12 tahun. Kartini rajin dan semangat bersekolah hingga mampu baca tulis, berhitung, bahasa Belanda, dan lain-lain. Masa sekolahnya harus terhenti karena ia mesti tinggal di rumah untuk dipingit dan menanti dinikahkan.
Tradisi mengharuskan wanita menunggu laki-laki yang akan datang untuk melamarnya. Kartini tidak patah semangat. Ia terus belajar hal-hal baru dengan membaca buku, surat kabar berbahasa Belanda, dan bertukar cerita maupun pendapat melalui surat dengan teman-temannya di Belanda.
Kartini sadar bahwa masyarakat Indonesia, khususnya wanita, sangat tertinggal dalam berbagai aspek. Wanita pribumi dipandang sebelah mata, sangat berbeda dari wanita Eropa yang lebih maju dan memiliki pemikiran terbuka. Kartini bertekad meningkatkan derajat dan menyetarakan hak serta status wanita dengan pria.
Karakter adalah watak, tabiat, kepribadian seseorang yang terbentuk dari internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini sebagai cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perkataan dan perbuatan berdasarkan norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
Nilai karakter adalah pedoman yang mendorong seseorang melakukan suatu tindakan yang mencirikan baik buruknya kepribadian seseorang. Pendidikan karakter merupakan upaya untuk mengembangkan sifat utama manusia yang baik untuk dirinya sendiri maupun lingkungannya. Pendidikan karakter dilakukan melalui langkah-langkah mengetahui proses kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (acting the good) melibatkan tiga ranah, yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral, sehingga perbuatan mulia itu terukir menjadi habit of mind, heart, and hands.
Pendidikan karakter telah menjadi gerakan pendidikan yang mendukung pengembangan sosial, emosional, dan etika para peserta didik dengan mempraktikkan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan keputusan yang beradab dalam hubungan dengan sesama manusia maupun dalam hubungannya dengan Tuhan.
Menurut RA Kartini pendidikan itu sangat penting, bukan hanya untuk laki-laki saja tetapi untuk kaum perempuan juga. Pendidikan mampu mengangkat derajat dan martabat bangsa. Nilai-nilai karakter Kartini yang patut ditebarkan antara lain tanggung jawab, kepedulian sosial, berwawasan luas, pantang menyerah, pemberani, dan sederhana.
Tanggung jawab merupakan nilai moral penting dalam kehidupan bermasyarakat. Tanggung jawab adalah sikap atau perilaku seseorang untuk melakukan tugas dan kewajiban berdasarkan nilai yang berlaku di masyarakat. Tanggung jawab merupakan kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang menjadi kodrat manusia.
Sikap tanggung jawab menunjukkan orang itu mempunyai karakter baik atau tidak. Orang yang lari dari tanggung jawab berarti tidak bertanggung jawab. Beberapa istilah yang berkaitan dengan tanggung jawab yaitu tugas, artinya apa yang diberikan kepada seseorang untuk dilaksanakan; hukum dan undang-undang, kesepakatan tertulis yang harus diikuti, dan bila seseorang melanggarnya harus menerima konsekuensinya; kontrak, kesepakatan yang harus dipenuhi; janji, sebuah kesepakatan yang harus ditepati.
Tanggung jawab bisa diukur berdasarkan pembagian tugas dan kemampuan, sesuai dengan prinsip orang yang tepat pada tempat yang tepat (the right man on the right place). Orang yang dibebani tugas tidak sesuai dengan kemampuan biasanya tidak dapat mempertanggungjawabkan pekerjaannya dengan saksama.
Dalam konteks kekinian, setiap rakyat Indonesia mesti merasa dan ikut bertanggung jawab atas keselamatan bangsa dan negara dari segala mala petaka dan mara bahaya dari mana pun asalnya. Maju tak gentar, membela yang benar.
Peduli sosial merupakan perilaku seseorang yang memberikan perhatian dilandasi sebuah kesadaran. Peduli sosial juga bisa diartikan empati kepada orang lain dengan memberikan bantuan sesuai kemampuan.
Beberapa indikator karakter peduli sosial yaitu bersikap sopan pada orang lain, santun dan toleran pada perbedaan, menghindari sikap yang membuat orang lain sakit hati, saling menyayangi antar sesama, dan cinta damai ketika menghadapi persoalan.
Kartini sangat peduli dengan orang-orang di sekitarnya. Ia mengajar anak-anak kecil yang tidak seburuntung dirinya untuk mendapatkan pendidikan. Kartini selalu memandang bahwa manusia diciptakan untuk saling menyayangi dan mengasihi. Kepedulian sosial bisa diterapkan dengan memperhatikan hal-hal kecil di sekitar, dan meningkatkan rasa empati dengan sesama, sehingga orang-orang juga ikut bahagia.
Kartini memperlihatkan bahwa belajar tidak harus di sekolah saja. Siapa saja bisa mempelajari banyak hal dari mana pun, apalagi di masa sekarang semakin mudah mendapatkan akses belajar. Dengan mengetahui banyak hal, pikiran semakin kritis, terbuka, dan maju.
Dalam konteks kekinian, setiap orang niscaya memperhatikan kebutuhan, keperluan, dan kepentingan orang-orang di sekitarnya. Sehat, selamat, sukses, sejahtera, dan bahagia bersama.
Kartini pantang menyerah. Saat bersekolah, ia kerap dicemooh oleh guru-guru orang Belanda, karena ia perempuan, dan mempunyai kulit berwarna. Walaupun begitu, ia tetap rajin dan bersemangat dalam belajar serta berusaha maju menyamai kepintaran anak-anak Belanda.
Demi memajukan para wanita Indonesia, di masa pingitan Kartini membuka sekolah di pendapa kabupaten untuk anak-anak perempuan yang tinggal di sekitar rumahnya. Ia mengajarkan membaca, menulis, berhitung, bernyanyi, dan keterampilan lainnya.
Jiwa pantang menyerah Kartini patut diteladani. Jika menginginkan sesuatu, orang harus berjuang dan percaya bahwa ia bisa mendapatkannya, walau banyak tantangan yang harus dihadapi, sesuai dengan peribahasa, maju terus, pantang mundur.
Kartini pemberani. Terkungkung adat, perbedaan pendapat dengan orang tua atau masyarakat, tak menjadikan Kartini berhenti mencari cara untuk memperluas wawasan. Sikapnya yang berani mendobrak berbagai aturan dan optimis bahwa apa yang dilakukannya bisa berdampak besar. Terbukti para wanita Indonesia di masa kini bisa mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki.
Melalui tulisan dan surat-surat Kartini menyuarakan apa yang dirasa serta dipikirkan, bahwa perempuan harus keluar rumah, belajar, dan mengejar cita-cita, bukan sekadar mengurus rumah tangga. Dalam konteks kekinian, setiap orang harus berani menyatakan yang benar adalah benar, dan yang salah adalah salah.
Kartini sederhana. Lahir sebagai keturunan bangsawan, tak menjadikan dirinya sombong atau hidup berfoya-foya. Ia senang bergaul dan berteman dengan siapa saja. Kartini membebaskan diri dari adat istiadat yang tidak semestinya, dan menularkannya dari lingkungan rumahnya. Bagi Kartini, hidup dalam kesederhanaan dan hemat akan mencegah kesengsaraan di masa mendatang.
Bumi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan semua penghuninya, tetapi tidak cukup untuk untuk memenuhi ketamakan seorang saja.
*Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag., Guru Besar Tafsir Al-Quran UIN Sunan Kalijaga, Dosen Strata Tiga Prodi Psikologi Pendidikan Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.