Oleh: Sri Lestari Linawati
Setelah lama mencari-cari bahan tulisan tentang difabel, saya baru ingat bila pernah berinteraksi dengan Gading, Galang DIfabel Gamping. Saya batal sedih. Ya, pertemuan terakhir saya dengan beliau adalah sewaktu diadakan kegiatan “Kurban Bersama Difabel” sekitar enam bulan lalu. Segera saya hubungi Bu Yuliana Ketua Gading. Alhamdulillah beliau welcome. Tentu saya sampaikan maksud dan tujuan saya bertanya seputar Gading. Beliau menjawab satu per satu pertanyaan yang saya ajukan. Memberikan kepada saya sebuah keyakinan bahwa beliau baik-baik saja, tetap percaya diri dan penuh semangat memandang masa depan.
Jujur saja saya lebih berhati-hati. Sebelumnya, pengalaman mengajarkan pada saya bahwa masih ada orang yang tidak sreg dan kurang berkenan dikatakan difabel. Sudah beberapa kali saya coba meyakinkan. Gagal. Untunglah, ternyata saya masih mempunyai Gading. Saya lihat komunitas ini benar-benar berbeda. Sama sekali tidak ada kesedihan dengan kata “difabel” atau “disabilitas”. Sebaliknya, bahkan mereka secara terbuka dan apa adanya menyampaikan keadaan yang dihadapi. Dengan keterbukaan tersebut, membuat kami mengetahui apa-apa yang bisa kami lakukan untuk membantu mengatasi kesulitannya.
Kini saatnya kita berkenalan lebih jauh dengan Gading. “Bu Yuliana, siapakah penggagas berdirinya Gading?” tanya saya. Dijawab oleh Bu Yuliana, “Bapak Ma’ruf.” “Hm, ya.. ya. Pantesan para anggota difabel Gamping tampak begitu dekat dengan Pak Ma’ruf. Mereka, baik anak-anak maupun orang tuanya seringkali menyebut nama Pak Ma’ruf,” gumam saya dalam hati. Pak Ma’ruf adalah Dosen Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Beliau juga aktif di MPM PPM (Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah).
[20:24, 2/23/2020] Lina: Bu Yuliana, apa latar belakang berdirinya Gading? [20:34, 2/23/2020] Bu Yuliana, Gading: 3. Adanya teman-teman yang belum terkafer instansi/ lembaga-lembaga pemerintah.
[20:24, 2/23/2020] Lina: Apa saja program Gading? [20:42, 2/23/2020] Bu Yuliana, Gading: Program rutin pengajian setiap bulan minggu ke-3, praktek membuat kerajinan & buat kue /roti. Mengadakan buka bersama di bulan Ramadhan, penyembelihan hewan qurban. Sharing sesama teman disabilitas.
20:25, 2/23/2020] Lina: Siapa saja anggota Gading? [20:43, 2/23/2020] Bu Yuliana, Gading: Semua disabilitas kecamatan Gamping & sekitarnya. Jumlah anggota gading kurang lebih 40 – 50 orang.
[20:26, 2/23/2020] Lina: Jenis difabel apa saja yang dialami anggota Gading? [20:46, 2/23/2020] Bu Yuliana, Gading: Tuna daksa, tuna rungu / tuli, tuna netra, tuna grahita, tuna wicara.
[20:29, 2/23/2020] Lina: Kebetulan saya terlibat beberapa kali dalam kegiatan Gading di mushalla Al-Falah Kanoman. Saya lihat pengurusnya antusias, para anggota sumringah, kerjasama berbagai pihak terjalin indah. Apa resep rahasianya? [20:48, 2/23/2020] Bu Yuliana, Gading: Rasa kebersamaan, senasib, saling menghargai / memahami satu dengan yang lain.
Beberapa pertanyaan masih menarik untuk diajukan. [20:22, 2/23/2020] Lina: Kapan Gading resmi didirikan? Saya mencoba menghubungi Pak Ma’ruf, selain untuk melengkapi data dalam tulisan ini, juga untuk menghormati beliau selaku penggagas Gading. Saya berharap apa yang saya tuliskan ini adalah atas ijin beliau, jangan sampai beliau tidak berkenan. Alhamdulillah beliau berkenan menjawab pertanyaan saya via telpon. “Ya, itu ada di dokumen. Itu tertulis juga di fb Gading,” jawab beliau.
“Apa lagi yang ingin ditanyakan?” tanya Pak Ma’ruf dengan senyum renyahnya. Mendengar beliau ‘welcome’, saya termotivasi bertanya latar belakang berdirinya Gading. Berikut penjelasan beliau.
Latar belakang berdirinya Gading. Ini komunitas rentan. Difabel itu rentan dalam banyak hal, yaitu hak dasar dan seterusnya. Kerentanannya sebenarnya bisa dikurangi dengan penyatuan potensi. Mereka butuh konsolidasi diri, mengorganisir diri. Dengan itu ada rasa kebersamaan.,Mengorganisir diri akan memperkuat advokasi dan memudahkan dalam mencari cari informasi. Kedua, keberadaannya menjadi jelas, memberikan kemudahan bagi stakeholder/ pengambil kebijakan, kemitraan, pemberdayaan.
Dengan bergabung dalam Gading akan menyatukan rasa kebersamaan. Kadang difabel merasa teralienasi. Begitu diorganisir, bertemu, ada perasaan yang sama, baik secara psikologis, maupun ekonomis. Ini substansinya. Termasuk di Gamping, relative organisasi difabel tidak begitu kuat. Butuh pemantik, fasilitator. Karena itulah saya menginisiasi, demikian kata Pak Ma’ruf.
Latar belakang lainnya adalah dengan menyatukan ini bisa membuat kegiatan bersama. Dalam berbagai pengetahuan, mereka saling berbagi. Kedua, mereka mulai bicara, tampil di forum dan event-event. Ada network mereka, yang dengan itu membuat banyak pihak lebih percaya. Contoh ANTAM memberikan mobil ambulan yang diberikan secara khusus kepada Yayasan Galang Difabel Gamping. Para politisi lebih mengenal difabel. Multi partai, tidak berafiliasi kemana-mana. lebih inklusi. Anggotanya banyak. Agamanya pun berbeda-beda, ada juga yang Kristen. Namun karena mayoritas mayoritas muslim, maka ada penguatan spiritual. Diadakanlah kajian keagamaan, kegiatan mengaji. Tersalurkan bantuan Al-Quran braile bagi dua orang tunanetra. Mereka ini mendapatkan pelajaran di sekolahnya. Artinya, kehadiran alat itu, Al-Qur’an Braile, menjadi penting.
Lain-lainnya adalah tentang kemitraan. Ada dari kampus, misalnya Kedokteran UMY, Ekonomi UMY. Kampus lain juga terlibat. Nah, ini karena legalitas jelas: Yayasan Gading. Mengorganisir diri. Ada akte. Resmi. Kemitraan menjadi lebih enak. Kepengurusan? Dari mereka, oleh mereka, untuk mereka.
Pengesahan Pendirian Badan Hukum Yayasan Galang Difabel Gamping ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Juli 2016 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor AHU-0029151.AH.01.04 Tahun 2016. Pendiri Yayasan antara lain Ahmad Ma’ruf, Dwi Yanti Agustina, Sunarto. Susunan Organ Yayasan: Ahmad Ma’ruf sebagai Pembina yayasan, jabatan Ketua. Pengurusnya: Yuliana (Ketua), Prapti Handayani (Sekretaris), Dwi Yanti Agustina dan Nursahit (Bendahara). Adapun Sunarto sebagai Pengawas, jabatan Ketua.
Dalam Surat Keterangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Desa Trihanggo, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman nomor 140/U/TRH/2015 dinyatakan bahwa: Yayasan GALANG DIFABEL GAMPING disingkat GADING benar-benar berdomisili di Salakan RT 03 RW 02 Desa Trihanggo, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman.
Akun youtube Gading? Ada juga lho. Silakan dibuka “Gading: Galang Difabel Gamping”. Pertama, saya lihat VLOG BARENG DIFABEL (Galang Difabel Gamping). Ups, ternyata kegiatan kami waktu itu. Subhanallah. Ya, saya hanya bertugas menghibur mereka. Saya ingin mereka bahagia. Ya, saya bisa melihat dan merasakan keutamaan berorganisasi. Keceriaan para difabel itu mampu dibangun dengan adanya organisasi. Sungguh itu mengharukan.
Video lainnya adalah “Kurban Bersama Difabel: Orang Difabel Belajar nge-Vlog”. Sungguh, menontonnya membuat saya menangis haru dan bangga. Saya menjadi teringat saat-saat hari raya Idul Adha bersama bapak dan ibu di rumah. Kini saya berlebaran Adha bersama para difabel Gamping. Mereka membutuhkan saya. Ketika kehadiran saya bermanfaat bagi mereka, saya berharap bapak dan ibu saya bangga, bahwa putri bungsunya mampu memenuhi harapan orang tua, bermanfaat bagi masyarakat. Amin.
Tentu saja saya terharu dan bangga melihat youtube yang dibuat mas Galuh itu. Saya saja belum tentu bisa membuat. Judulnya pun sangat menghentak “Orang Difabel Belajar Nge-Vlog”. Mas Galuh tampil penuh semangat dan percaya diri membuat video tersebut. Ini semakin memotivasi saya pribadi untuk meyakini pentingnya difabel berorganisasi.
Suatu ketika di kampus UNISA Yogyakarta diselenggarakan peringatan ulang tahun Bank Wakaf Mikro Usaha Mandiri Sakinah yang disingkat BWM Unisa. Di antara hadirin, ada seorang bocah yang tampak merasa akrab dengan saya. Dia seakan meminta perhatian saya. Dia menepuk pundak saya, tersenyum, lalu kembali duduk di sebelah ibunya. Dia adalah Farel putra Mbak Ning “Kuat Ciptaningsih”. Berarti Farel masih mengingat saya. Ini mengejutkan buat saya. Sewaktu saya membeli sarapan nasi kuning, Farel yang bonceng ibunya tersenyum dan menganggukkan kepala pada saya. Subhanallah. Alhamdulillah.
Begitu juga dengan Bu Rosniati Tanjung. Ternyata bertemu juga dengan Bu Ros ini di pengajian ‘Aisyiyah Ranting Banyuraden, maupun di pengajian ibu-ibu desa Banyuraden. “Anak saya grahita ringan, Mbak,” kata Bu Ros. Saya lihat baik Bu Ros maupun putrinya itu santai-santai saja, happy-happy saja. Tidak merasa harus minder. Sebaliknya, saya melihat mereka berusaha mensyukuri nikmat dan anugerah Allah. Ada keterbatasan memang pada fisik mereka, namun tampaknya mereka lebih melihat kelebihan dan potensi diri yang mampu dikembangkan. Kiranya mungkin inilah dampak berorganisasi.
Selanjutnya, ini memberikan inspirasi pada kita yang diberikan anugerah fisik yang sempurna oleh Allah untuk lebih banyak lagi bersyukur. Janganlah pernah melewatkan waktu sedetik pun tanpa kegiatan berarti. Sesungguhnya kehidupan ini memberikan banyak alternative kesempatan bagi kita untuk maju dan mengembangkan diri. Sesungguhnya, sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi orang lain. Kuncinya adalah niat ikhlas semata karena Allah.[]
*Setoran Wajib Bulan Februari 2020 Sahabat Pena Kita
**Sri Lestari Linawati akrap disapa Mbak Lina atau Bu Lina. Penggagas BirruNA “PAUD Berbasis Alam dan Komunitas”, Pegiat literasi “Rumah Baca Komunitas” dan “Sahabat Pena Kita”, Dosen UNISA (Universitas ‘Aisyiyah) Yogyakarta. Menulis awalnya itu momok menakutkan, alhamdulillah kini menjadi hiburan yang menyenangkan. Buku solo perdananya, Januari 1997, “Menggerakkan Irmawati”. Buku solo keduanya, Mei 2018, “Bahasa Arab di Mata Santri ABG: Studi Persepsi Pembelajaran Bahasa Arab Siswa SMP Ponpes Modern MBS Yogyakarta”. Buku antologinya sepuluh, antara lain “Resolusi Menulis” (Mei 2017), “Mendidik Anak di Era Digital” (Oktober 2017), “Virus Emcho” (Desember 2017), “Perempuan Dalam Pusaran Kehidupan” (Maret 2018), “Sahabatku Inspirasiku” (Maret 2018), “Belajar Kehidupan” (Januari 2019), “Literasi di Era Disrupsi” (Juli 2019), “Moderasi Beragama”, “Sejuta Alasan Mencintai Indonesia” dan “Guru Pembelajar” (Januari 2020). Lina bisa dihubungi di email sllinawati@gmail.com atau no hp/WA 0812.15.7557.86.