IBUKU MATAHARIKU

0
2663

Oleh: MUCH. KHOIRI

Ibuku adalah matahariku. Jangan anggap ungkapanku bombastis atau berlebihan, meski aku menggunakan metafora itu. Nyatanya, begitulah caraku (dengan segala hak azaziku) dalam memaknai Hari Ibu untuk ibuku tercinta.

Jujur, Ibuku kurasakan memiliki sifat-sifat matahari: menyinari dan menghangatkan bumi dan seisinya. Ibuku juga telah memberikan atmosfir kehidupan kepadaku, seakan tampil mewakili tangan-tangan Tuhan, kepadaku dan keluarga. Kehadiran Ibuku ibarat kehadiran matahari di pagi hari hingga petang hari.

Karena itu, aku selalu bergembira dan nyaman ketika Ibu berkenan untuk tinggal di rumahku barang dua-tiga hari saja. Terlebih di usia senja beliau yang kini berkepala tujuh, perkenan beliau bagaikan mutiara yang kemilauan. Itulah mengapa saya sering mengilustrasikannya ke dalam puisi-puisi—yakni puisi persembahan untuk Ibu dengan segala kedalaman sayangnya.

Ada ungkapan, kebaikan seorang ayah lebih tinggi dari gunung, dan kebaikan seorang ibu lebih dalam dari lautan. Dalam sebuah Hadits, ibu perlu lebih dihormati daripada ayah. Bahkan, kedudukan Ibu demikian tinggi, sehingga aku telah dididik untuk memahami bahwa surga berada di telapak kaki Ibu.

Ya, ibuku matahariku. Belum lama ini Ibu sudah dua hari menghuni rumahku, ibarat matahari yang hadir bagi bumi sepanjang hari. Ibu mencahayai setiap kegelapan yang menaungi pikiranku. Ibu juga menghangatkan setiap kebekuan yang melekati hatiku. Pijatannya, juga masakannya, selalu membuatku “ambyar”.

Ya, ibuku matahariku. Ibu yang menebar kekuatan setiap kelemahan yang memenjara tubuhku. Meski beliau sudah ringkih, nasihat Ibu adalah kekuatan para syuhada yang menyilaukan. Aku bangkit dari kelemahan setiap kali menyimak petatah-petitih beliau yang kerap disampaikan sambil memijatiku. Aku seperti terlahirkan kembali, dan teringat masa mudaku yang penuh perjuangan.

Ya, ibuku matahariku. Ibu juga membangunkan setiap ketertiduran yang melenakan semangatku, serta menggerakkan setiap keterdiaman yang memanjakan gairahku. Semangat dan gairahku kembali menyala-nyala setelah Ibu memberikan motivasi atau dorongan untuk selalu berbuat kebaikan.

Sungguh, aku berharap ibuku, ya matahariku, tetaplah singgah di rumahku—jika mungkin. Melindungiku dari setiap serangan bala tentara firaun, baik yang nampak maupun yang tersamarkan—sebagaimana masa kecilku yang teramat gemilang, dengan semesta kasih sayang yang terus dilimpahkan, yang tak pernah lekang oleh panas dan tak pernah lapuk oleh waktu.

Aku senantiasa berdoa di setiap sujud untuk ibuku matahariku, agar matahari tetap tinggal di rumahku, menemaniku di sebarang waktu, sebab matahari itu adalah Ibuku yang ikhlas jadi matahariku. Mungkin doaku hanyalah buih-buih di tengah lautan doa lain yang antri minta ijabah. Namun, aku yakin doaku pastilah akan menemukan waktu indahnya.

Semua ungkapan kata-kataku di atas, kuakui, sangat mustahil dapat mewakili perasaanku. Kata-kata bukanlah bukti unggulnya perasaan. Terlebih tentang Ibu, perasaanku tak terbatasi kata-kata apapun. Semua lebih bermakna di dalam hati. Posisi Ibu di dalam hati tak akan pernah tergantikan. Ibu akan senantiasa abadi di dalam hati.

Kendati demikian, setiap kali beliau berkenan tinggal dua-tiga hari bersama kami, aku justru dapat membaca betapa bahagianya beliau bersama keluargaku. Kebahagiaan itu terpancar lewat matanya yang masih bening di wajah cantik beliau yang mulai mengeriput. Tak terlewatkan, senyumnya yang mengembang, atau air mata bahagia yang membasahi mata, di antara bisikan shalawat dan doa yang dipanjatkan.

Maka, di Hari Ibu ini, kupanjatkan doa, semoga Allah mengizinkan aku untuk membahagiakan Ibu sampai akhir hayat. Bagaimanapun, kasih Ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah. Tekad berbakti kepada Ibu, dengan sepenuh hati, semoga dikabulkan Allah SWT. Insyaallah.[]

*Much. Khoiri adalah dosen, penggerak literasi, dan penulis 34 buku dari Universitas Negeri Surabaya. Alumnus ‘Internasional Writing Program’ di University of Iowa, USA (1993) dan ‘Summer Institute in American Studies’ di Chinese University of Hong Kong (1996). Buku terbaru “Writing Is Selling” (2018). Email: muchkhoiriunesa@gmail.com.

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here