Tahun 2020 merupakan tahun yang berbeda. Dengan adanya musibah pandemik Covid-19 telah menuntut semua bidang kehidupan mengubah bentuk aktivitasnya. Demikian pula dengan komunitas literasi Sahabat Pena Kita (SPK) yang juga segera menyesuaikan diri dalam melaksanakan program-program kegiatannya. Setiap enam bulan sekali komunitas literasi Sahabat Pena Kita (SPK) mengadakan kopdar yang selalui disertai dengan acara seminar literasi.

Sahabat Pena Kita berdiri pada 24 Maret 2018. Sahabat Pena Kita merupakan komunitas menulis yang sejak 23 Juli 2019 sudah berbadan hukum, dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor: AHU-001097.AH.01.04.Tahun 2019, tentang pengesahan pendirian badan hukum Yayasan Sahabat Pena Kita. Dan pada tanggal 16 Agustus 2019 SPK telah resmi menjadi lembaga penerbitan yang dapat mengajukan ISBN ke perpustakaan nasional. Sejak didirikan, SPK telah mengadakan kopdar dan seminar literasi beberapa  kali dan ini menjadi agenda rutin setiap enam bulan sekali. Kopdar 1 di Universitas Aisiyah (UNISA) Yogyakarta. Kopdar 2 di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung. Kopdar 3 di Universitas Negeri Semarang (UNNES), dan Kopdar 4 di Universitas Islam Malang (UNISMA). Dan bulan Juli 2020 ini Kopdar 5 seharusnya dilaksanakan di kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon pa. tetapi dikarenakan adanya pandemik Covid-19, maka acara kopdar 5 SPK dan seminar literasi dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Zoom meeting. Jadi acara seminar literasi dan kopdar SPK berlangsung dari kampus ke kampus. Hal ini kebetulan karena anggota grup SPK banyak yang berprofesi sebagai dosen perguruan tinggi.

Webinar literasi yang baru saja dilaksanakan secara daring pada tanggal 11 Juli 2020 dan dilanjutkan acara Kopdar 5 SPK pada tanggal 12 Juli 2020 merupakan pengalaman pertama bagi komunitas literasi Sahabat Pena Kita (SPK). Karena pengalaman pertama dalam menyelenggarakan seminar daring, maka SPK mempersiapkan acara dengan sangat serius. Untuk mempersiapkan acara seminar literasi secara daring (webinar) dibentuklah panitia khusus. Anggota panitia webinar bekerja dan berkoordinasi hanya melalui WAG dan dua kali mengadakan rapat melalui Zoom Meeting. Malam hari H-1, panitia mengadakan geladi bersih atau simulasi acara webinar untuk menghindari seminimal mungkin terjadinya kesalahan-kesalahan teknis. Alhamdulillah syukur kepada Allah Swt, walaupun masih terjadi beberapa kekurangan kesalahan teknis, tetapi acara webinar literasi dapat berlangsung dengan lancar dan sukses. Panitia yang bekerja pada hari H mempersiapkan diri dengan persiapan 100% dan menunjukkan performans yang terbaik.

Tema webinar tahun ini disepakati “Literasi untuk Mengabdi dan Mengabadi”. Sebuah tema berkaitan literasi yang tidak biasa dan mengandung makna mendalam. Tema ini memang terkesan kurang terkait langsung dengan keterampilan menulis tapi lebih ke filosofi tujuan berliterasi (menulis). Tema ini memang dipilih dengan pertimbangan agar para penulis memahami tujuan utama menulis. Menulis tidak hanya sekadar mengubah gagasan menjadi tulisan tetapi melalui tulisan sang penulis mengabdikan diri dan sekaligus mengabadikan diri. Makna menulis bagi seorang penulis bukan hanya sekadar menuangkan ide gagasan dan pemikirannya tetapi juga bagian dari misi hidup untuk mengabdikan diri dan mengabadikan diri. Dengan mengabdi dan mengabadi melalui tulisan, seorang penulis telah ikut membentuk dan mewarnai peradaban.

Mengapa kita wajib menulis? Pertanyaan ini merujuk pada wahyu pertama yang diterima Rasulullah Muhammad Saw yaitu perintah iqra’ (bacalah). Wahyu pertama ini merupakan perintah Allah kepada umat Islam untuk membaca. Perintah membaca dalam wahyu pertama tersebut menuntut adanya objek yang dibaca atau sumber bacaan. Apa wujud objek bacaan tersebut? Yaitu tulisan. Lantas, siapa yang berkewajiban menyediakan sumber bacaan untuk dibaca umat Islam? Ya pastinya umat Islam sendiri. Dapat disimpulkan bahwa selain wajib membaca, umat Islam juga wajib menyediakan objek bacaan atau menulis. Jadi perintah membaca pada wahyu pertama membawa konsekuensi kewajiban umat Islam untuk menyediakan objek yang dibaca yaitu tulisan. Maka menulis atau menyediakan tulisan menjadi prasyarat kewajiban membaca. Oleh karena itu  menulis menjadi wajib hukumnya.

Kewajiban umat Islam untuk menulis ditegaskan oleh kang Abik atau Habiburrahman El Shirazy saat mengisi webinar literasi bertema “Literasi untuk Mengabdi dan Mengabadi” yang diselenggarakan oleh komunitas literasi Sahabat Pena Kita (SPK) bekerjasama dengan IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Kang Abik memberi judul materinya dengan judul “Menulis itu Wajib” [1]. Menurut kang Abik, wahyu pertama yang berisi perintah kewajiban membaca akan membawa konsekuensi kepada kewajiban menulis karena menulis menjadi sarana terlaksananya perintah membaca.

Dalam penjelasannya, kang Abik menunjukkan bukti-bukti bagaimana besarnya kekuatan sebuah tulisan. Bukti pertama adalah kisah seorang great leader, seorang pemimpin besar, yaitu Nabi Sulaiman, atau di Barat disebut King Solomon. Melalui tulisan suratnya kepada ratu Balqis , Nabi Sulaiman berhasil menundukkan kerajaan Saba’. Bukti kedua adalah berdirinya Negara Israel. Jika Benyamin Ze-ev alias Theodore  Herzl  pada tahun 1894 tidak menulis dan menerbitkan buku tipis berjudul DER JUDENSTAAT (The Jewish State), mungkin negara Zionis Israel Raya tidak akan pernah ada. Dengan buku Der Judenstaat dan karya fiksinya berjudul Altneuland (Old New Land),  Herzl telah menginspirasi banyak orang Yahudi bergerak mendirikan negara Israel apapun taruhannya, meskipun harus dengan merampas hak-hak orang Palestina. Bukti ketiga berkaitan dengan strategi perang. Buku ampuh tentang strategi perang adalah buku The Art of War karya Sun Tzu, yang ditulis kira-kira 2500 tahun yang lalu. The Art of War karya Sun Tzu atau Sun Zi ini kini diterapkan dalam banyak bidang, tidak hanya militer saja. Diterapkan dalam strategi bisnis, manajemen organisasi, negosiasi, pertandingan olah raga (sport), dll. Negara Indonesia ada karena goresan pena Ir. Sukarno berwujud naskah teks proklamasi kemerdekaan [1].

Kang Abik mengingatkan bahwa para pemimpin dan ulama besar di dunia umumnya juga seorang penulis. Presiden Ir. Sukarno. Sukarno  adalah orator ulung sekaligus penulis ulung sejak masih muda. Saat Sukarno berumur 25 tahun, ia sudah sangat aktif menulis di koran dan majalah. Dalam umur belia itu ia sudah merumuskan gagasannya tentang “bangsa dan Islam. Bung Hatta. Pada saat baru 21 tahun, tulisan bung Hatta yang sangat serius di muat di Hindia Poetra. Bung Hatta membahas masalah sewa tanah yang sedang ramai dibicarakan di zaman kolonial saat itu. Tulisannya berjudul De economische positie van den Indonesischen grondverhuurder”(Kedudukan Ekonomi Para Penyewa Tanah di Indonesia). Bung Hatta menggunakan banyak rujukan berkualitas untuk tulisannya itu. Salah satunya adalah buku Kapital und Kapitalzins (Moda dan Bunga Modal) karya E. Von Bohm Bawerk, satu buku yang terkenal zaman itu, untuk acuan teoretik ekonomi. M. Natsir. M. Natsir lebih muda dari Sukarno dan Hatta, namun kualitas kepemimpinan dan kedalaman pandangannya tentang kebangsaan tak kalah hebatnya. Dia adalah Sang Arsitek yang mengotaki terciptanya NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dengan kejeniusannya mengemukakan “Mosi Integral” yang menyelamatkan bangsa Indonesia [1].

Di akhir paparan materinya, kang Abik mengajak semua orang untuk menulis. Menulis itu merupakan kewajiban peradaban. Melalui tulisan peradaban dunia bisa diubah. Sealim-alimnya (sepandai-pandainya) seseorang, jika tidak menulis suatu saat  akan hilang. Oleh karena itu, kata kang Abik, mari kita menulis. Menulis itu wajib bagi kita semua. Untuk mengakhir sajian materinya, kang Abik mengutip beberapa pendapat para ahli tentang menulis. Roland Fishman, dalam Creative Wisdom for Writers menjawab: If yo want to write, write dan keep writting! (Jika kamu ingin menulis, tulis dan teruslah menulis!). Thinking abot writing or talking about writing or worrying about writting is NOT WRITTING! (Berpikir tentang menulis, hanya berbicara tentang menulis, atau terus cemas tentang apa yang ditulis itu SAMA SEKALI BUKAN menulis!). Awali setiap pagimu dengan menulis. itu akan membuatmu jadi penulis!  (Gerald Brenan).

Selain kang Abik, panitia webinar juga menghadirkan narasumber lain yang tidak kalah hebat yaitu bapak Dr. Haidar Bagir, Direktur utama kelompok Mizan. Haidar Bagir memberikan judul materinya “Menulis untuk Mengabdi dan Mengabadi” sesuai tema webinar. Pak Haidar mengawali ceramahnya dengan menjelaskan bahwa manusia merupakan mahkluk rohani yang mengedepankan eksistensial. Manusia butuh mengekspresikan diri  dan berkontribusi positif kepada masyarakat. Kebutuhan manusia untuk menunjukkan eksistensi dirinya dapat ditempuh melalui aktivitas menulis. Dengan menulis manusia dapat sharing ilmu dan mengikhlaskan diri membagikan ilmu-ilmu Allah Swt.

Selain tujuan eksistensial, menulis juga dapat dipergunakan sebagai sarana mengabdikan diri. Seorang penulis ketika sudah meninggal boleh jadi jasad fisiknya telah mati, akan tetapi hakikatnya ia tetap masih hidup yaitu tulisannya akan tetap hidup selamanya. Karya tulis yang dihasilkan oleh  para penulis dapat berkontribusi dalam membentuk peradaban. Seseorang jika seumur hidupnya tidak pernah menulis, maka setelah ia meninggal otomatis pengabdiannya kepada Allah Swt. akan berhenti juga. Rasulullah Muhammad Saw dikenang sepanjang zaman karena sabda-sabdanya diabadikan dalam bentuk tulisan. Kisah hidup Rasulullah Saw banyak diabadikan dalam kitab-kitab sirah nabawiyah yang dikarang oleh para ulama. Melalui tulisan lah kita mengetahui kehidupan Rasulullah Saw. Melalui catatan-catatan hadis dalam kitab-kitab hadis kita dapat mempelajari hokum kedua dalam Islam. Melaui tulisan firman-firman Allah dalam wujud mushaf Al-Quran, kita dapat membaca dan mempelajari isi kandungan Al-Quran. Terkait anjuran menulis ini, imam Ja’far  Al-Shadiq mengatakan “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya”. Meski tak ditulisnya sendiri, beberapa buku dinisbatkan kepada beliau, termasuk Misbah al-Syariah wa Miftah al-Haqiqah, Tauhid al-Mufadh-dhal, Tafsir Imam Ja’far – yang antara lain dikutip Sulami [2].

Menulis merupakan cara alternatif untuk MENGABADIkan diri. Melalui menulis, kita bisa dikenal dan dikenang orang sepanjang masa walaupun ketika kita sudah meninggal. Seorang penulis tidak pernah mati. Yang mati adalah jasad fisiknya, tetapi ilmu dan karya tulisnya tetap abadi dibaca dan dipelajari orang.  Jadi penulis bagaikan hidup abadi karena karya tulisnya terus dibaca dan dimanfaatkan orang. Ketika seorang penulis telah tiada, ia telah berhenti berbuat amal keburukan lagi tetapi ia tidak pernah berhenti berbuat amal kebaikan melalui ilmu-ilmu yang ditulisnya. Tulisan-tulisan yang terus dipelajari dan dimanfaatkan orang lain akan menjadi amal jariyahnya sampai hari akhir dan akan diganjar oleh Allah Swt dengan ganjaran yang berlipat-lipat. Maka seseorang yang menulis dan karya tulisnya dibaca dan dipelajari terus oleh orang lain akan membuat penulisnya menjadi abadi, yaitu abadi kenang dan mengalirkan kebaikan terus-menerus sampai akhir zaman.

Dalam paparan materinya, Dr. Haidar Bagir menerangkan bahwa BUDAYA LITERASI adalah merupakan budaya umat Islam. Hal ini dibuktikan dari begitu banyaknya para ulama yang menulis kitab-kitab yang jumlahnya sangat banyak. Tak henti-hentinya para ulama menelurkan berbagai hasil karya tulis yang terus dikenang sejarah. Ada para filosof yang menulis ratusan buku tentang filsafat. Al-Farabi yang menulis al-Musiqa al-Kabir (Buku-Besar Musik). Al-Biruni yang menulis Tarikh al-Hind (Sejarah India).  Al-Khawarizmi menulis al-Jabr wa al-Muqabalah (Aljabar). Ibn Sina menulis al-Qanun fi al-Thibb (Kitab-Induk Kedokteran). Ibn Khaldun menulis al-Muqaddimah—pelopor ilmu sosiologi. Al-Jazari menulis Kitab fi Ma’rifat al-Hiyal al-Handasiyah (Buku ilmu dan teknik mesin). Imam Syafi’i menulis al-Umm dan al-Risalah. Muhammad Iqbal menulis Reconstruction of the Religious Thought in Islam dan Javid Namah. Kaum sufi pun menulis tak terhitung karya tasawuf. Ibn ‘Arabi saja menulis 300-an buku, yang terkenal di antaranya: Futuhat al-Makkiyyah dan Fushush al-Hikam. Rumi menulis Matsnawi. Ibn Atha’illah al-Sakandari menulis al-Hikam. Al-Ghazali menulis Ihya’ Ulum al-Din dan Misykat al-Anwar. Mulla Shadra menulis al-Asfar al-Arba’ah. Suhrawardi menulis Hikmat al-Isyraq. Lalu ahli ilmu kalam, ahli politik, tafsir, fiqih, penyair yang menulis banyak buku.  Ada penulis roman seperti Jami dengan Yusuf dan Zulaykha, serta Nizami dengan Laila-Majnun. Ada Alf Lailah wa Lailah (Kisah Seribu Satu Malam). Rumi menulis Matsnawi.[2]

Di akhir paparan materinya, Dr. Haidar Bagir menambahkan bahwa di Indonesia juga ditemukan beberapa ulama besar yang juga seorang penulis, bahkan karya tulisnya sampai sekarang masih dipelajari orang banyak. Dari dalam negeri, kita mengenal nama Hamka dengan Tafsir al-Azhar. Bisri Musthofa menyusun Tafsir al-Ibriz. Hasbi ash-Shiddiqi menulis Tafsir an-Nur. Telah beberapa dekade atau bahkan abad telah lewat, walaupun mereka telah tiada tetapi nama mereka mengabadi. Umat manusia terus mendapat inspirasi dari mereka. Umat manusia terus menjadi lebih baik karena mereka. Secara fisik, mereka sudah mati, tetapi secara ruhani mereka hidup terus. Mereka tetap ada di tengah-tengah manusia. Bukan cuma ada, tapi tak henti memberikan kontribusi dan inspirasi. Mereka mengabdi kepada kemanusiaan. Tetapi, lebih dari itu, mereka mengabdi kepada Tuhan. Karya mereka, ilmu yang bermanfaat itu, terus mengalirkan pahala amal jariyah dari Tuhan.[2]

Terkait dengan motivasi menulis, pada sesi tanya jawab, bapak Dr. Haidar Bagir menjelaskan bahwa merumuskan ide merupakan separoh dari aksi mewujudkan. Ilmu tidak akan bermanfaat jika hanya disimpan di pikiran. Oleh karena itu, ilmu harus dituliskan agar dapat dibaca orang lain sehingga dapat bermanfaat. Beliau membagikan tips bagaimana agar kita memiliki ide-ide yang brillian. Beliau menyarankan kita untuk selalu mengekspos diri dengan lingkungan yang berbeda-beda. Cara mengekspos diri dapat dilakukan dengan beberapa alternative, antara lain banyak bergaul dengan orang lain yang berbeda-beda, banyak membaca buku-buku yang berbeda genre dan topic, dan sering membuka pikiran dan diri terhadap berbagai variasi pendapat dan pemikiran.

Demikian inspirasi dan motivasi menulis yang disampaikan oleh kedua narasumber yaitu bapak Habiburrahman El Shirazy (kang Abik) dan bapak Dr. Haidar Bagir dalam acara webinar literasi dengan tema “Literasi untuk mengabdi dan mengabadi” yang terselenggara atas kerjasama antara komunitas literasi SAHABAT PENA KITA (SPK) dengan IAIN SYEKH NURJATI CIREBON. Semoga bermanfaat dan memotivasi kita semua untuk terus semangat menulis. Salam literasi.

Referensi :

[1] Habiburrahman El Shirazy. (2020). Menulis itu wajib. Materi webinar literasi “Literasi untuk Mengabdi dan Mengabadi”, diselenggarakan oleh komunitas literasi Sahabat Pena Kita (SPK) bekerjasama dengan IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 11 Juli 2020.
[2] Haidar Bagir. (2020). Menulis untuk mengabdi dan mengabadi. Materi webinar literasi “Literasi untuk Mengabdi dan Mengabadi”, diselenggarakan oleh komunitas literasi Sahabat Pena Kita (SPK) bekerjasama dengan IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 11 Juli 2020.

 

Gumpang Baru, 16 Juli 2020

_______________________________________

*) Staff Pengajar di Universitas Sebelas Maret (UNS), Penulis buku tersertifikasi BNSP yang telah menerbitkan lebih dari 25 judul buku, Juara 1 Nasional lomba penulisan buku, dan Reviewer Jurnal Ilmiah Terakreditasi SINTA 2.

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here