MOTIVASI MENULIS: MEMBANGUN KOMUNIKASI HARMONIS

0
2014

Motivasi Menulis: Membangun Komunikasi Harmonis

Sri Lestari Linawati

“Piyik.. piyik.. piyik..”

“Piyik.. piyik.. piyik..”

“Piyik.. piyik.. piyik..”

Kucari asal suara tangisan anak ayam. Ow, di dekat sumur. Kudekati hendak kutolong. Maksud hatiku hendak kuantar gabung kembali dengan induknya dan saudara-saudaranya. Ternyata ia malah bersembunyi dan diam.

Aku pindah tempat. Kulihat induk ayam juga sedang mencari anaknya. Dia pun bersuara, seolah hendak memberi tahu sang anak, “Nak, di manakah engkau? Ibu di sini..” Kulihat induk ayam tidak mendekat padaku karena aku memang bukan pemiliknya. Kembali aku masuk rumah. Kudengarkan tangis anak ayam dari balik tembok. Induknya pun memanggil anaknya.

Sejujurnya aku tidak tega mendengar tangis anak dan induk ayam. Namun apalah daya, aku hanya bisa menunggu ending kisah anak ayam dan induknya itu. Beberapa waktu kemudian aku kembali ke belakang. Ternyata tak kudengar lagi tangis anak ayam. Berarti ia telah berkumpul bersama induknya.

Tentu saja anak ayam dan induknya itu adalah salah satu tanda kebesaran Allah. Aku pun terdiam, memikirkan apa makna tontonan yang kulihat tadi? Pelajaran apakah yang dapat aku ambil dari tangis anak ayam? Benar kata pakar pendidikan bahwa untuk mengerti pendidikan, belajarlah dari anak ayam dan induknya. Ah aku jadi malu dibuatnya.

Menghadapi tangis anak-anak, aku seringkali menjadi panic, apalagi bila tangisnya lebih kenceng. Kalau masih balita, tangisnya biasanya “Ibuuuuu……. Jajaaaaan…..”. Ketika TK, tangisnya “Temanku nakal!” Ketika SD, tangisnya “Pe-ernya gimana ini jawabnya, Bu…..?” Ketika SMP beda lagi, tangisnya “Aku nggak mau di pondok….” Ketika SMA tangisnya pun beda, “Jadi aku masuk jurusan apa?”

Induk ayam begitu tenang menghadapi anaknya yang berteriak mencarinya. Dia berusaha dan terus berusaha. Ah, mengapa aku tidak meniru ayam yang tetap tenang? Nah, jadi selama ini, mengapa harus bingung, susah, dan kadang sedikit emosi? Astaghfirullah.. Hla wong induk ayam saja mampu tenang dan terus ikhtiar, logikanya adalah harusnya aku pun mampu.

Hm, ini rupanya makna di balik hadirnya ayam-ayam itu di sekitarku.. Begitu banyak tanda kekuasaan Allah bertebaran di langit dan di bumi. Aku jadi malu karena ketika kulihat ayam yang ada di benakku hanyalah “ayam crispy”, “nugget ayam”, “sosis ayam”, “bakso ayam”, “ayam bacem”, “sate ayam”, “soto ayam”, “opor ayam”, “ayam bacem”, “ayam ukep”, “Ayam betutu”, “Ayam Taliwang”, “Kentucky Fried Chicken”, “Ayam Goreng kalasan”, “Bubur Ayam”, “Ayam Padang”, dst.

Aku menjadi malu dengan bacaan Al-Qur’anku. Al-Qur’an kubaca tanpa aku pahami maknanya. Aku hanya berhenti pada keindahan lagunya. Padahal di dalam Al-Qur’an ada banyak ayat yang butuh kita kaji dan teliti.

“Makanlah dan gembalakanlah hewan-hewanmu. Sungguh, pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal.” Thaha (20): 54

“Semua itu untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu” An-Naziat (79): 33

“Dan sungguh akan Kami isi neraka banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), dan mereka memiliki mata, tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga, tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.” Al-A’raf (7): 179

Bagaimana ‘jlentrehan’ dari ayat “makan, gembalakan, tanda kebesaran Allah, orang-orang berakal”? inilah yang perlu dijawab oleh para ilmuwan dengan risetnya di laboratorium. Dengan demikian, pendidikan kita perlu didesain dengan cantik dan humanis sejak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, hingga perguruan tinggi. Semua komponen pendidikan, baik guru maupun segenap keluarga besar lembaga layanan pendidikan perlu bersatu padu dan bergandengan tangan mewujudkan harapan pendidikan itu: mendidik generasi ulul albab, rasikhuna fil ilmi.

Kepentingan ini yang perlu dibangun dalam kesadaran bersama. Komunikasi dibangun dan diupayakan dengan baik. Dengan cara apa? Dengan membudayakan literasi, yaitu membaca dan menulis. Hibah adalah bahasa tulis yang difasilitasi pemerintah atau funding. Jafa (Jabatan Fungsional) adalah pengakuan terhadap bahasa tulis dalam pendidikan tinggi. Akreditasi adalah standarisasi pendidikan dengan dokumen tertulis. Apakah hanya itu?

Tentu saja jawabnya tidak. Cobalah tengok anak-anak PAUD, TK, SD. Mereka sudah punya banyak buku sekolah, namun minat bacanya masih rendah. Terlalu banyak mereka dijejali dengan materi kurikulum, sampai neg dibuatnya. Entah apa sebenarnya yang salah dengan proses pembelajaran kita. SMP dan SMA pun demikian. Mahasiswa S1 juga berat bila diminta membaca dan menulis. Apalagi bila jurusannya adalah vokasi, “Bukankah tugas kami harus lebih banyak praktek, tidak perlu menulis?” kilahnya.

Aku pun tidak tahu jawabnya. Yang kutahu hanyalah bahwa masyarakat sangat membutuhkan kehadiran ilmuwan. Mereka yang tinggal di pedesaan, jauh di pegunungan, tinggal di daerah perbatasan, maupun daerah pinggiran. Bagi mereka tidak mungkin mampu mengenyam pendidikan. Waktu dan tenaganya sudah habis untuk mengairi sawah, memetik sayur dan buah, menjaga keamanan wilayah maupun harus bertahan untuk hidup. Manisnya sekolah hanya mampu mereka dengarkan dari cerita tetangga atau saudara. Saya kira, untuk mereka semua itulah pentingnya tulisan kita hadir.

Dengan apa? Bisa dengan buku cetak ataupun elektronik, bisa pula dengan pesan tulisan pendek via whatsapp dari hp yang mulai bisa dinikmati oleh hampir semua orang. HP sekarang bukan hanya konsumsi pejabat. Rakyat jelata pun sangat mungkin untuk memiliki HP. Lalu siapa yang akan memberikan honor terhadap tulisannya di whatsapp? “Makanlah olehmu dari rizki yang dianugerahkan Tuhanmu dan bersyukurlah kepadaNya. Negerimu adalah negeri yang baik dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Pengampun” Saba (34): 15. Wallahu a’lam. []

Renungan Akhir Ramadhan Kesepuluh, 3 April 2020

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here