Pagi ini (Selasa, 14 Juli 2020) saya membuka grup WhatsApp Sahabat Pena Kita (SPK), grup literasi dimana saya bergabung setahun yang lalu. Di grup ini saya tertarik dengan tulisan ketua SPK bapak Dr. M. Arfan Mua’mmar yang berjudul “Mendadak Dapat Pesanan 63 eks Buku”.

Saya senang membaca tulisan tersebut karena tulisan tersebut berisi ungkapan syukur dan kebahagiaan pak Arfan karena mendapat rezeki yang tidak disangka-sangka. Beliau mendadak dapat pesanan buku karya beliau sendiri sebanyak 63 eks dengan total uang yang diterima 4 juta rupiah. Saya membayangkan wajah gembira dan ungkapan syukur pak Arfan. Hmmm…Senang sekali rasanya mendengar kabar tersebut.

Membaca tulisan cerita kebahagiaan pak Arfan tersebut, saya jadi ingat kenangan dulu ketika mendapat rezeki sangat besar (ukuran saya waktu itu) dari menulis buku di tahun 2007. Waktu itu saya menulis satu buku untuk diikutkan lomba di Kementerian Agama RI. Atas takdir Allah, buku saya memperoleh juara 1 dan mendapat hadiah sejumlah uang dan piala kejuaraan.

Ketika menerima SK keputusan panitia lomba dan lampiran besaran hadiah yang bakal diterima masing-masing pemenang, saya kaget dengan angkanya. Saya tidak pernah menyangka akan bisa memiliki uang sebanyak itu. Besaran hadiah tersebut setara dengan gaji saya selaku dosen baru selama hampir 6 tahun.

Maka setelah diberitahu oleh panitia bahwa hadiah sudah ditransfer ke rekening masing-masing pemenang, saya pun segera pergi mengecek ke mesin ATM. Dan benarlah adanya, di rekening BNI saya telah ada dana masuk sebanyak 70 juta rupiah seperti yang tertulis di SK keputusan lomba. Alhamdulillah ya Allah…saya senang, bahagia dan bersyukur sekali dengan nikmat yang Engkau berikan  ini.

Setelah berdiskusi dengan istri tercinta, uang hadiah lomba buku tersebut akan digunakan untuk apa? Istri menyarankan untuk beli rumah saja karena rumah itu sangat penting. Saya pun menyetujui saran istri tersebut karena waktu itu kami memang masih mengontrak rumah untuk tempat tinggal kami sekeluarga. Maka kamipun segera mencari informasi harga perumahan dan dalam waktu yang tidak lama kami menyelesaikan transaksi pembelian rumah.

Setelah penyerahan hadiah dan piala lomba oleh Menteri Agama RI, saya masih sering diundang panitia lomba untuk membicarakan tindak lanjut penerbitan buku. Akhirnya disepakati kontrak penerbitan buku dengan hak cipta buku tetap pada penulis sehingga nanti penulis berhak mendapatkan royalti dari proyek penerbitan buku.

Dalam sebuah rapat persiapan penerbitan buku di kantor Kemenag RI, panitia memberikan sebuah amplop yang ternyata berisi uang sebanyak 12 juta rupiah. Kata panitia, itu uang muka royalti yang bakal diterima penulis. Saya bersyukur sekali karena pulangnya sudah diberi uang saku sebesar 1 juta rupiah plus bonus DP royalti sebesar 12 juta rupiah.

Satu tahun kemudian, saya dan keluarga telah menempati rumah baru kami walau masih sederhana karena hanya bangunan utama saja, belum memiliki garasi dan juga belum ada pagarnya. Awal tahun 2009  saya mendapat kabar bahwa buku yang saya tulis bersama teman-teman dosen dibeli hak ciptanya oleh Kemendikbud. Dari kesepakatan pembagian uang buku tersebut, saya mendapat bagian uang sebesar 11 juta rupiah. Uang tersebut akhirnya saya pergunakan untuk  membelikan sebuah motor baru untuk istri karena motor istri sudah cukup lama usianya. Saya sendiri masih betah memakai motor tua saya yang banyak menyimpan kenangan perjuangan hidup.

Tiga bulan kemudian, saya diberitahu panitia lomba di Kemenag RI bahwa proyek penerbitan buku sudah berlangsung dan saya mendapat royalti sebesar 88 juta rupiah, setelah dipotong pajak saya menerima bersih 84 juta rupiah. Setelah menerima uang royalti buku tersebut, hasil dari diskusi dengan istri disepakati untuk biaya memperluas bangunan rumah dan membangun pagar, dan sebagian disisihkan untuk membayar SPP Studi Pascasarjana S2 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta saya yang belum selesai.

Sampai sekarang saya masih berusaha untuk terus aktif menulis dan menerbitkan buku.  Ternyata di institusi tempat saya mengabdi ada kebijakan pimpinan universitas berupa  pengakuan dan pemberian insentif kinerja kepada dosen yang berhasil menerbitkan buku. Maka saya pun memanfaatkan kesempatan baik tersebut. Mungkin ini cara Allah memberikan rezekinya ke saya melalui mekanisme penilaian kinerja penerbitan buku. Saya mengetahui kebijakan ini belum lama. Sebelum-sebelumnya saya belum mengetahui kalau ada kebijakan seperti ini. Akhirnya tahun 2018 saya mencoba melaporkan buku-buku saya yang telah terbit di sistem kinerja dosen di kampus saya.

Dari kebijakan di kampus saya tersebut, selama dua tahun ini dari menerbitkan beberapa buku baik berupa buku solo maupun buku antologi, alhamdulillah saya bisa memperoleh insentif kinerja menulis buku kisaran 20-25 juta pertahun. Alhamdulillah, saya bersyukur dan menikmati proses kreatif menulis buku ini. Saya pikir mungkin ini jalan terbaik yang telah dipilihkan Allah Swt untuk saya. Allah telah menunjukkan jalan lain untuk meraih rezeki-Nya melalui aktivitas menulis buku. Barangkali ini adalah pertanda bahwa saya harus terus menekuni aktivitas menulis. Allah Swt telah mengganjar saya dengan limpahan rezeki yang sangat banyak. Saya sangat bersyukur dengan takdir Allah ini.

Karena sudah ada insentif kinerja menulis buku tersebut yang menurut saya sudah lebih dari cukup, maka saya tidak terlalu mempersoalkan mau menerbitkan buku di penerbit mayor atau penerbit indie. Memang saat ini saya lebih suka menerbitkan buku di penerbit indie karena proses terbitnya cepat. Walaupun harus mengeluarkan biaya penerbitan, tetapi biaya penerbitan buku tersebut masih jauh lebih kecil dibandingkan insentif yang akan saya terima dari kampus.

Berdasarkan pengalaman tersebut, maka sekarang saya berusaha menikmati saja proses kreatif menulis. Yang terpenting saya bisa terus menulis dan setiap tahun dapat menerbitkan buku solo maupun buku antologi. Saya tidak terlalu memikirkan apakah buku yang saya tulis itu nanti akan laku atau tidak. Kewajiban saya hanyalah terus menulis karena menulis itu hukumnya wajib sebagaimana ditegaskan oleh Kang Abik sewaktu mengisi webinar literasi kemarin. Masalah rezeki yang akan saya peroleh, saya pasrahkan kepada Tuhan yang Maha Pengatur dan Maha Pemberi rezeki yakni Allah Swt.

Demikian sedikit cerita kebahagiaan seorang penulis buku yang berupa pengalaman saya pribadi untuk melengkapi cerita kebahagiaan yang dibagikan oleh pak Arfan, Ketua komunitas literasi Sahabat Pena Kita (SPK). Semoga bermanfaat dan menginspirasi untuk terus menulis. Amin. []

Gumpang Baru, 14 Juli 2020

_________________________________

*) Staff Pengajar di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Penulis buku tersertifikasi BNSP yang telah menerbitkan lebih dari 25 judul buku, Juara 1 Nasional lomba penulisan buku, dan Reviewer Jurnal Ilmiah Terakreditasi SINTA 2.

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here