TENTANG NYETATUS

0
2102

Oleh: Eni Setyowati

Seringkali saya membuat status atau tulisan tentang berbagai hal, baik itu kegiatan maupun pengalaman-pengalaman saya di media sosial, yang sering di FB. Namun, kali ini saya akan menulis status bukan tentang kegiatan atau pengalaman saya. Saya akan menulis tentang status itu sendiri, meskipun tulisan status ini juga didasari dari pengalaman saya.

Hampir semua orang yang memiliki medsos pernah nyetatus. Entah seperti apa nyetatusnya, itu sesuai keinginan masing-masing. Begitupun dengan saya, kadang saya suka nyetatus tulisan yang cukup panjang, kadang tulisan pendek, bahkan kadang hanya nyetatus foto. Bahan nyetatuspun bervariasi sesuai keinginan hati, yang penting tidak mengandung SARA, HOAXS ataupun menyakiti orang lain. Kualitasnyapun biasa aja…biarlah, jika saya pengen nyetatus ya nyetatus aja. Gitu aja kok repot hehehehe.

Dalam hal nyetatus, saya tidak mempunyai keinginan yang muluk-muluk. Misalnya, jika nyetatusnya dengan tulisan yang panjang, biasanya saya ingin mengabadikan apapun itu (pengalaman, perjalanan ataupun kegiatan), sekaligus ingin melatih dan mengasah dalam keterampilan menulis. Jika saya jarang atau bahkan tidak menulis, maka pastinya saya menjadi tidak akan bisa menulis, apalagi menulis yang cukup baik. Oleh karena itu, saya harus sering latihan menulis, termasuk menulis status. Masalah apakah tulisan/status saya itu berkualitas atau tidak, saya tidak terlalu memikirkannya. Apakah tulisan/status saya itu dibaca atau tidak oleh orang lain, saya juga tidak terlalu memikirkannya. Apalagi tentang like atau komen. Jika di like, alhamdulillah jika tidak ya tidak apa-apa, saya tetap bersyukur karena sudah berani menulis/menyetatus. Begitupun jika ada yang komen ya ditanggapi, jika tidak ya tidak apa-apa. Intinya saya ingin menulis saja. Jika dikomentari positif alhamdulillah, jika dikritik, ya kita terima untuk perbaikan.

Pernah suatu hari ada teman yang curhat tentang menulis, termasuk dalam membuat status. Ia merasa malu untuk menulis apalagi menulis status. Kemudian saya tanya, “kenapa malu”? “Karena, malu jika tulisannya jelek, tidak bermutu, dan jika menulis tentang dirinya atau pengalamannya akan ditertawakan atau dianggap lebay”, jawab dia. Nah, kasus semacam ini banyak sekali terjadi. Kalau saya sih menyarankan, pertama, buang jauh-jauh rasa malu itu. Toh belum tentu pembaca akan mengolok tulisan kita, siapa tahu justru mereka sangat menikmati tulisan kita. Jikapun ia mengolok tulisan kita, ya biarin aja, toh ia (mereka) belum tentu bisa menulis. OK…jadi buang jauh-jauh rasa malu itu.

Kedua, motivasilah diri sendiri. Karena motivasi diri sendiri lebih utama daripada motivasi dari orang lain. Seberapapun besar motivasi dari luar, jika motivasi diri sendiri tidak ada, saya yakin kita tidak akan pernah bertindak. Demikian juga dalam menulis (baca: menyetatus). Bagaimana cara memotivasi diri sendiri? Kalo saya sih, nyetatus agar kegiatan/pengalaman saya terabadikan, kemudian status saya itu nantinya bisa saya bukukan (ini sudah terbukti). Salah satu buku saya adalah kumpulan status-status saya di FB beberapa tahun, saya kumpulkan, saya poles dan saya jadikan buku kemudian diterbitkan. Keren kan…. Saya yakin pembaca mempunyai motivasi diri yang berbeda-beda.

Ketiga, kita perlu motivasi dari luar. Tak dipungkiri motivasi dari luar itu juga penting. Apalagi jika kita dalam kondisi yang tidak bersemangat, kita butuh motivasi dari luar. Bagaimana caranya? Kalau saya sih alhamdulillah punya komunitas para penulis. Bergabung dengan komunitas-komunitas tersebut akan memacu kita untuk terus berkarya, dalam hal ini tentang dunia tulis menulis. Bicara tentang komunitas menulis ini, saya teringat dengan dua guru besar yang ada di dalam komunitas saya. Komunitas Sahabat Pena Kita (SPK) adalah nama komunitas dimana saya ada di dalamnya. Dua guru besar itu adalah Prof. Imam Suprayogo (Guru besar UIN Maliki Malang) dan Prof. Muhammad Chirzin (Guru Besar UIN Suka Yogyakarta). Beliau adalah motivator dan jadi panutan saya. Sebenarnya tidak hanya beliau saja, semua teman-teman di komunitas itu adalah motivator saya. Kembali ke Prof. Imam dan Prof. Chirzin. Prof. Imam Suprayogo, sampai hari ini telah membuat tulisan sekitar 4.600 an di media sosial. Sebagian besar dari tulisan itu kini telah menjadi buku. Berkat tulisannya di media sosial, beliau dikenal di seluruh dunia. Beliaupun bisa berkeliling dunia dengan gratis. Keren kan….. Demikian juga dengan Prof. Muhammad Chirzin. Beliau adalah sosok yang rendah hati, namun karyanya sudah tidak diragukan lagi. Karya terbarunya berupa kumpulan meme yang beliau kumpulkan dari status setiap hari. Jadi kesimpulannya, kalau ingin menulis ya bergaullah dengan orang yang suka menulis, agar dapat memotivasi.

Nah, paparan di atas adalah pengalaman saya tentang nyetatus. Mungkin pembaca mempunyai pengalaman yang serupa ataupun berbeda. Apapun pengalaman kita, yang penting niatkan untuk nyetatus yang positif. Terkait hasilnya, pasrahkan saja kepada Yang Maha Kuasa. Kata bukunya teman saya, eh mantan mahasiswa saya juga sih….bahwa hasil tidak mengkhianati proses. Jadi teruslah berkarya dalam bentuk apapun, silahkan nyetatus dalam bentuk apapun, yang utama adalah status yang positif. Ok…..keep spirit.

Mojopanggung, 1 Pebruari 2020

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here